Al-Palimbani, Abdus Samad

(Palembang, 1116 H/1704 M perbatasan Malaysia-Thailand, 1203 H/1788 M)

Abdus Samad al-Palimbani (biasa disebut Abdus Samad al-Jawi al-Palimbani) adalah seorang ulama, sufi, penulis produktif, dan pengajar di Masjidilharam, Mekah, pada abad ke-18. Ayahnya (Syekh Abdul Jalil bin Syekh Abdul Wahhab bin Syekh Ahmad al-Mahdani), seorang­ Arab Yaman, menjadi mufti Kedah pada awal abad ke-18. Ibunya (Radin Ranti) berasal dari Palembang. Sebelumnya Syekh Abdul Jalil memperistri Wan Zainab, putri Dato’ Sri Maharaja Dewa di Kedah.

Al-Palimbani belajar di Masjidilharam selama beberapa waktu. Salah satu dari gurunya adalah Ahmad bin Abdul Mun’im ad-Damanhuri, se­orang cendekiawan Mesir. Di masa kecilnya di Palembang,­ ia pernah belajar tasawuf. Ia mempela­jari kitab at-Tuhfah al-Mursalah (Anugerah yang Diberikan) dari Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz al-Magribi dan belajar suluk dari Syekh Muhammad as-Samman.

Ia mengkaji kitab karang­an Syekh Mustafa al-Bakri yang membahas tauhid dan sebelum ke Mekah ia telah mempelajari kitab tasawuf dari Syekh Abdur Rauf al-Jawi as-Singkili (Abdur Rauf Singkel) dan Syamsuddin as-Sumatrani, keduanya sufi Aceh. Spesialisasi yang dipelajarinya adalah tasawuf.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Abdul Wahhab Bugis, Abdur Rahman dari Jakarta, dan al-Palimbani dikenal se­bagai “empat serangkai” dari Indonesia yang sama-sama belajar di Mekah dan Madinah. Ada yang menyatakan bahwa pada 1772 al-Palimbani pulang ke tanah air, sementara ada pula yang me­nyebutkan bahwa ia tidak pulang lagi ke Palembang setelah menyelesaikan studinya di Mekah.

Di kalangan orang Jawi (Indonesia) di Mekah dan yang melakukan ibadah haji, nama al-Palimbani dikenal sebagai seorang yang bersedia memberikan bimbingan bagi mereka yang belum menguasai bahasa Arab. Pada 1774 Sultan Najmuddin (sultan Palembang) memintanya untuk menulis tentang hakikat iman dan hal-hal yang dapat merusaknya.

Akhirnya buku tersebut di­tulisnya dalam bahasa Melayu dengan­ judul Tuhfah ar-Ragibin fi Bayan haqiqah Tsman al-Mu’minin wa ma Yufsiduh Fi Riddah al-Murtaddin (ber­ isikan hakikat iman orang mukmin dan hal yang merusaknya­ karena kemurtadan)­ pada 1774.

Ia memperhatikan masalah­ keagamaan­ di tanah air dan perkembangan politik kolonial Barat yang ketika itu menjajah negeri Islam. Ia pernah mengirim­ dua pucuk surat kepada Hamengku Buwono­ I (sultan Mataram Yogyakarta)­ dan Susuhunan Prabu Jaka alias Pangeran Singasari (Putra Amangkurat­ IV), tetapi surat tersebut jatuh ke tangan­ Belanda karena si pembawa surat meninggal secara mendadak.

Keprihatinannya­ itu juga ditunjukkannya terhadap dunia Islam pada umumnya. Oleh sebab itu, lahirlah sebuah kitab-nya yang berjudul Nahihah al-Muslimin wa Tadzkirah al-Mu’minin­ fi Fadha’il al-Jihad fi Sabil Allah wa Karamah al-Mujahidin (Nasihat bagi Muslimin dan Peringatan bagi Mukminin mengenai Keutamaan Jihad­ di Jalan Allah) yang ditulis dalam bahasa Arab (1772).

Seruan jihadnya ini sampai juga kepada kaum muslimin sedunia. Tengku Di Tiro, penulis Hikayat Perang Sabil, juga mengu­tip dari buku al-Palimbani. Hal ini dilakukan karena, me­nurut Voorhoeve­ (peneliti sastra lama), Perang Sabil atau Perang Suci juga merupakan spesialisasi al-Palimbani.

Al-Palimbani juga memperingatkan bahaya kesesatan­ yang diakibatkan aliran tarekat, seperti Tarekat Wujudiyah Mulhid yang membawa banyak kesesatan di Aceh. Agar umat terjaga dalam­ penghayatan keagamaan di bidang tasawuf, ia mengikhtisarkan dua buku al-Ghazali, yaitu Lubab Ihya’ ‘Ulum ad-Din (Intisari Ihya’ ‘Ulum ad-Din) dan Bidayah al-Hidayah (Awal bagi suatu Hidayah)­.

Ajaran tasawufnya merupakan persesuaian antara ajaran wahdatul wujud dari Ibnu Arabi dan tasawuf al-Ghazali; bahwa insan kamil adalah manusia yang memandang Hakikat­ Yang Esa itu dalam fenomena alam yang serba­ ganda dengan tingkat makrifat tertinggi, sehingga­ mampu memandang Allah SWT sebagai esensi mutlak.

Ia juga mengajarkan ajaran Tarekat al-Khawatiyah as-Sammaniyah, yang menempatkan­ guru tarekat bukan saja sebagai pem­bimbing kerohanian, tetapi juga sebagai penghu­bung antara murid dan Tuhan yang ingin dikenal secara langsung.

Karya al-Palimbani yang lain adalah Zuhrah al-Murid fi Bayan Kalimah at-Tauhid (uraian tentang kalimat tauhid) yang berbahasa Melayu,­ ditulis di Mekah 1178 H/1764 M; al-‘Urwah al-Mutsqa wa Silsilah Uli al-Ittiqa‘ (tentang wirid-wirid), berbahasa Arab; Hidayah as-Salikun fi Suluk Maslak al-Muttaqin (Petunjuk Jalan bagi Orang yang Ingin Mencapai­ Tingkat Mutakin), berbahasa Melayu, ditulis di Mekah 1778 (terjemahan dari kitab al-Ghazali dengan memuat tambahan­ pandangannya).

Karya lainnya Ratib ‘Abd as-samad (mengenai ratib, yaitu zikir, pujian, dan doa yang diamalkan sesudah salat isya, ber-bahasa Arab; Sair as-Salikin ila Ibadah Rabb al-‘alamin (Cara yang Ditempuh dalam Beribadah kepada Allah SWT), berbahasa Melayu, selesai ditulis 1788 di Ta’if (berisi terjemahan dari kitab al-Ghazali dan pandangannya); dan Zad al-Muttaqin fi Tauhid Rabb al-‘Alamin (ringkasan tauhid di­ajarkan Muhammad as-Samman). Seluruh­ karyanya tersebut ditulis di Hijaz, Mekah, dan Ta’if antara 1764–1788.

Daftar Pustaka

Abdullah, Muhammad Sagir. Syekh Abdushamad al-Palimbani Shufi yang Syahid fi Sabilillah. Kelantan: Syarikat Dian, 1976.
al‑Palimbani, Abdus Samad. Sair as‑Salikin. Cairo: Isa al‑Babi al‑Halabi, 1939.
Quzwan, M. Chatib. Mengenal Allah: Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh Abdus Samad al-Palimbani. Jakarta: Bulan Bintang, 1985.

Moch. Qasim Mathar