Abu Hurairah

(w. Madinah, 57 H/676 M)

Abu Hurairah adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang banyak meriwayatkan hadis. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Sakhradalah. Pada masa Jahiliah ia sering dipanggil dengan nama Abu al-Aswad. Setelah masuk Islam, Nabi Muhammad SAW mengubah namanya menjadi Abdurrahman dengan nama panggilan Abu Hurairah yang berarti “Bapak Kucing Kecil”.

Abu Hurairah berasal dari kabilah Azad di Yaman. Ia lahir dan besar di daerah pedesaan padang pasir. Ayahnya meninggal dunia ketika ia masih kecil. Ia membantu ibunya mencari nafkah dengan menggembalakan kambing. Sebelum masuk Islam, nama aslinya diperselisihkan orang.

Dikabarkan ia (ada yang menyebutnya Abdullah) bernama Umair bin Amir, Burayr bin Isyraqah, Sikkin bin Dawmah, Abdullah bin Abdul Syams, Abdul Syams, dan Abdul Nahm atau Abdul Ganm. Pada tahun penaklukan Khaibar (7 H/628 M) ia masuk Islam dan setelah itu selalu mendampingi Nabi SAW dalam setiap kegiatannya.

Abu Hurairah bersama 70 orang sahabat yang miskin tinggal di serambi Masjid Nabawi. Mereka disebut ahl as-suffah (orang yang hidup sederhana). Ia dan teman-temannya mendapat makanan dari Nabi SAW dan sumbangan orang kaya. Di kalangan ahl as-suffah ia merupakan pimpinan yang bertugas mengum pulkan mereka pada waktu makan dan kegiatan lain.

Ia amat tekun menghafal Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW, baik yang secara langsung bersumber dari Nabi SAW atau dari Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Ubay bin Ka‘b, Usamah bin Zaid (putra Ummu Aiman, pengasuh Nabi SAW), Nadrah bin Abi Nadrah, Fadl bin Abbas, Ka‘b al-Ahbar, dan Aisyah binti Abu Bakar.

Abu Hurairah juga menjadi pelayan Rasulullah SAW sehingga ia mempunyai banyak kesempatan mendengar ucapan dan melihat perbuatan beliau. Ia mengabdi dan menemani Nabi SAW selama 4 tahun sejak ia masuk Islam sampai Nabi SAW wafat. Kecintaannya kepada Nabi SAW begitu besar, sehingga ia menganggap bahwa mendapat pukulan dari beliau karena suatu kekeliruan lebih baik daripada mendapat makanan yang enak.

Ia berpendapat demikian karena beliau menjanjikan syafaat kepada orang yang pernah merasa disakiti olehnya secara sengaja atau tak sengaja. Pada pembangunan Masjid Nabawi ia turut bekerja mengangkat batu. Ketika melihat Nabi SAW juga ikut mengangkat batu, ia minta agar batu itu diserahkan kepadanya. Tetapi beliau menolak dan menyuruhnya mengangkat batu yang lain sambil berkata, “Tiada kehidupan sebenarnya melainkan kehidupan akhirat.” Dalam kesempatan lain ia pernah mencium cucu Rasulullah SAW, Hasan dan Husein, karena menurutnya, Nabi SAW juga mencium kedua cucunya yang amat dicintainya.

Abu Hurairah hanya berpisah dengan Rasulullah SAW ketika ia bersama al-Ala bin Abdullah al-Hadrami (periwayat hadis) diutus untuk berdakwah di Bahrein dan ketika bersama Quddamah diutus untuk mengambil jizyah (pajak) dan membawa surat ke amir Bahrein, al-Munzir bin Sawa at-Tamimi.

Abu Hurairah merasa sedih karena ibunya masih musyrik. Ibunya selalu menolak diajak masuk Islam, bahkan pernah mengucapkan penghinaan terhadap Nabi SAW. Abu Hurairah lalu mendatangi Nabi SAW agar mendoakan ibunya masuk Islam. Beliau pun mendoakannya. Kemudian Abu Hurairah menemui ibunya yang ternyata bersedia masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.

Diceritakan bahwa Abu Hurairah teguh berpegang pada sunah Nabi SAW. Ia suka menasihati orang agar jangan tenggelam dalam dunia dan hawa nafsu syahwat. Ia tidak membedakan si kaya dan si miskin, serta pembesar dan rakyat dalam menyuarakan kebenaran. Ia tetap bersyukur kepada Allah SWT, baik dalam keadaan susah maupun senang.

Ketika menjadi ahl as-suffah, ia sering kelaparan sehingga mengikatkan batu ke pinggangnya. Pernah karena lapar yang tak tertahankan ia terbaring dekat mimbar masjid sehingga disangka telah gila oleh beberapa orang yang lewat di dekatnya. Ketika ditanya Nabi SAW, ia mengaku tidak gila, tetapi lapar. Lalu Nabi SAW memberinya makan.

Dalam keadaan miskin, ia tidak mau mengemis dan memakan sisa-sisa makanan. Ia makan kalau ada sedekah dari dermawan. Selain itu ia memperoleh makanan sebagai imbalan mengajarkan ayat Al-Qur’an dan hadis kepada orang lain atau bekerja pada seorang kaya. Ia kemudian mengawini putri majikannya, Bisrah binti Gazwan.

Ia melakukan puasa sunah 3 hari setiap awal bulan Kamariah (bulan Arab dalam penghitungan tahun Hijriah) dan mengisi malam harinya dengan membaca Al-Qur’an dan salat tahajud. Ia membagi malamnya atas tiga bagian: untuk membaca Al-Qur’an, untuk tidur serta keluarga, dan untuk mengulang-ulang hadis.

Ia dan keluarganya tetap menyukai hidup sederhana meskipun ia sudah berada. Ia bersifat dermawan kepada orang lain, senang menjamu tamu, dan menyedekahkan rumahnya di Madinah kepada para pembantunya. Abu Hurairah juga digambarkan sebagai orang yang suka humor apabila bertemu temannya di pasar. Ia senang bermain dan menghibur anak-anak.

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, Abu Hurairah ditunjuk menjadi gubernur di Bahrein (21 H/642 M–23 H/644 M). Ia diberhentikan Umar karena didapati menyimpan banyak uangmenurut satu versi, sebanyak 10.000 dinar. Namun ia membela diri dengan menyatakan bahwa ia memperoleh harta itu dari beternak kuda dan pemberian orang.

Ketika kemudian diminta untuk menjabat kembali, ia menolak dengan lima alasan, yaitu takut berkata tanpa pengetahuan, takut memutuskan perkara bertentangan dengan hukum, tidak mau dicambuk, takut disita harta bendanya, dan takut tercemar nama baiknya. Ia memilih menjadi warga biasa di Madinah.

Ketika Usman bin Affan dikepung kaum pemberontak, Abu Hurairah bersama 700 orang Muhajirin dan Ansar ikut menjaga rumah Usman. Namun Usman melarangnya memerangi kaum pemberontak. Pada masa Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah diminta untuk menjadi gubernur di Ma­dinah, namun menolaknya.

Pada pertemuan antara Ali dan Mu‘awiyah bin Abu Sufyan, ia bersikap netral dan menghindari fitnah. Setelah Mu‘awiyah berkuasa, Abu Hurairah diangkat menjadi gubernur Madinah. Sesudah Abu Hurairah meninggal, ahli warisnya mendapat santunan dari Mu‘awiyah karena dianggap sebagai pembela Usman bin Affan.

Kelebihan Abu Hurairah dalam menghafal hadis diakui banyak ulama dan ia digolongkan sebagai salah seorang dari tujuh sahabat yang banyak menghafal hadis, yaitu Abu Hurairah, Abdullah bin Umar bin Khattab, Anas bin Malik, Aisyah binti Abu Bakar, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah al-Ansari, dan Abu Sa‘id al-Khudri.

Dalam musnad (salah satu bentuk kitab yang memuat hadis Nabi SAW) Baqi bin Mukhallad terdapat 5.374 hadis yang berasal dari Abu Hurairah. Menurut Imam Bukhari, lebih dari 800 orang sahabat dan tabiin menerima hadis Nabi SAW dari Abu Hurairah. Dalam beberapa versi disebutkan bahwa hafalannya pada mulanya tidak kuat. Karena itu ia memohon kepada Nabi Muhammad SAW agar mendoakannya sehingga hadis yang didengarnya dapat melekat kuat dalam ingatannya. Rasulullah SAW lalu menyuruhnya membentangkan pakaiannya ketika beliau bersabda. Kemudian pakaian itu dibalutkan kembali ke tubuhnya. Setelah itu, semua yang ia dengar dari Nabi SAW melekat dalam ingatannya.

Khalifah Umar pernah melarang Abu Hurairah menyampaikan hadis dan hanya membolehkan menyampaikan Al-Qur’an. Namun, larangan ini dicabut setelah Abu Hurairah mengucapkan hadis yang menerangkan bahaya hadis palsu, yaitu “Barangsiapa yang berdusta padaku (Nabi) secara sengaja, hendaklah mempersiapkan diri duduk dalam api neraka” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmizi, Ibnu Majah, ad-Darimi, dan Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali).

Hadis dari Abu Hurairah yang disepakati Bukhari dan Muslim berjumlah 325 hadis, diriwayatkan oleh Bukhari sendiri sebanyak 93 hadis, dan oleh Muslim sendiri sebanyak 189 hadis. Hadis yang berasal dari Abu Hurairah juga terdapat pada kitab hadis lainnya.

Daftar Pustaka

al-Asbahani, Abu Na’im. Hilyat al-Auliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
al-Asqalani, Syihabuddin Abu Fadl bin Hajar. al-Isabah fi Tamyiz as-sahabah. Beirut: Dar al-Fikr, 1978.
–––––––. Tahzib at-Tahzib. Hyderabad: Majlis Da’irah al-Ma‘arif Nizamiyah al-Ka’inah fi al-Hind, 1327 H/1909.
Ibnu Kasir. Usd al-Gabah fi Ma‘rifat as-Sahabah. Cairo: asy-Sya‘b, t.t.
Ibnu Sa‘d, Muhammad. at-Tabaqat al-Kubra. Beirut: Nasyr wa Dar as-Sadir, 1376 H/1956 M.
Khalid, Khalid Muhammad. Rijal Haul ar-Rasul. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
al-Khatib, Muhammad Ajaj. Abu Hurairah ar-Riwayah al-Islam. Cairo: Maktabat al-Wahbah, 1982.
as-Salih, Subhi. ‘Ulum al-Hadis wa Mustalahuh. Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayiyin, 1977.

M Rusydi Khalid