Abdullah Bin Zubair

(Madinah, Zulkaidah­ 2/Mei 624 M–Mekah, 17 Jumadilawal 73 /4 Oktober­ 692M)

Abdullah bin Zubair adalah seorang pemimpin gerakan oposisi pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib dan awal khilafah Bani Umayah. Ia adalah bayi pertama yang lahir­ di kalangan Muhajirin di Madinah­. Ayahnya bernama Zubair bin Awwam dan ibunya, Asma binti Abu Bakar as-Siddiq. Ia adalah sepupu­ dan kemenakan­ Nabi SAW dari istrinya, Aisyah binti Abu Bakar.

Abdullah bin Zubair termasuk salah se­orang dari “empat ‘Ibadillah” (orang yang bernama Abdullah) dari 30 orang lebih sahabat Nabi SAW yang meng­hafal seluruh ayat Al-Qur’an. Tiga orang ‘Ibadillah lain adalah­ Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar bin Khattab, dan Abdullah bin Amr bin As.

Ibnu Zubair telah mengenal perang sejak ber­usia 12 tahun, yaitu ketika bersama ayahnya turut dalam Perang Yarmuk (Agustus 636 M), dan 4 tahun kemudian kembali menyertai ayahnya yang menjadi anggota pasukan Amr bin As di Mesir. Ibnu Zubair juga mengambil bagian dalam ekspedisi­ Abdullah bin Sa‘ad bin Abi Sarh melawan orang Byzantium di Afrika.

Semua peristiwa tersebut mengundang kekaguman penduduk Madinah­ kepadanya. Di masa Khalifah Usman bin Affan, ia duduk sebagai anggota panitia yang bertugas menyusun Al-Qur’an. Di masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, ia bersama Aisyah mengatur langkah untuk menantang Khalifah tersebut untuk menuntut penyele­saian­ kasus pembunuhan Khalifah Usman.

Gerak­an­ ini didukung oleh beberapa tokoh, seperti Ja‘la bin Umayah dari Yaman, Abdullah bin Amr Basrah,­ Sa‘ad bin As, Wahid bin Uqbah (pemuka kalangan Umayah di Hijaz), dan beberapa­ sahabat­ senior (Talhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam). Perselisihan antara kelompoknya dan kelompok Ali yang se­dang berkuasa diselesaikan dalam Perang Unta (Waqi‘ah al-Ja­mal).

Dalam perang inilah ia me­nyaksikan ayahnya gugur. Perang tersebut disebut Perang Unta karena Aisyah mengen­­darai unta pada saat memimpin pasukan itu.

Ibnu Zubair terus melawan Dinasti Bani Umayah. Meskipun di masa Mu‘awiyah bin Abi Sufyan bentuk perlawanannya­ belum bersifat terbuka, sesudahnya ia tampil menantang pemerintah­an Bani Umayah secara terang-terangan. Ia memprotes­ Yazid, putra Mu‘awiyah, yang naik menjadi­ khalifah atas penunjukan ayahnya se­telah­ ayahnya wafat.

Yazid memerintahkan walinya di Madinah untuk memaksa Ibnu Zubair bersama Husein bin Ali (cucu Nabi SAW) dan Abdullah bin Umar agar menyatakan kese­tiaan kepadanya. Ibnu Zubair dan Husein tetap membangkang­. Demi­ keamanan, keduanya pindah ke Mekah. Ia tetap menjadi penantang khalifah sekalipun Husein,­ tak lama sesudah itu, tewas dengan menyedihkan dalam pertempuran tak seimbang di Karbala (10 Oktober­ 680 M).

Pernyataannya secara terbuka bahwa kekuasa­an­ Yazid tidak sah membawa pengaruh luas di kalangan Ansar di Madinah yang akhirnya mela­hirkan­ pemberontakan. Setelah menunggu kesem­patan­ yang baik, Yazid mengerahkan tentara Suriah­ di bawah pimpinan Muslim bin Uqbah dan memadamkan pemberontakan orang Madi­nah­ tersebut dalam Perang Harran (Agustus 683).

Kematian Muslim bin Uqbah tak meng­halangi tentara tersebut untuk bergerak menuju Mekah denga­n sasaran mematahkan perlawanan Ibnu Zubair. Tentara tersebut mengepung dan menghujani­ kota Mekah dengan batu dan panah api yang me­nyebabkan­ Ka’bah terbakar.

Berita meninggalnya Khalifah Yazid menyebab­kan­ komandan pasukan, Husain bin Numair, mencoba membujuk­ Ibnu Zubair agar bersedia bergabung dengan mereka untuk kembali ke Suriah­. Ibnu Zubair menolak bujukan tersebut de­ngan­ mengatakan­ bahwa ia akan tetap di Mekah.

Selanjutnya, ia memproklamasikan dirinya sebagai­ amirulmukminin­. Sekalipun proklamasi itu tidak lebih dari sekadar nama, lawan-lawan dinasti Bani­ Umayah di Suriah, Mesir, Arab Selatan, dan Kufah sempat menghargainya­ sebagai khalifah.

Setelah Mu‘awiyah II putra dan pengganti Yazid meninggal dunia, Ibnu Zubair muncul sebagai­ kandidat khalifah atas dukungan Bani Qais. Selain itu ada kandidat lainnya, yaitu Marwan bin Hakam (dukungan Bani Qalb) dan dua orang lainnya yang diajukan oleh dua kabilah Arab yang berdomisili di Suriah. Akan tetapi, Ibnu Zubair terpojok tatkala peta kekuatan politik­ mengalami perubahan­ karena pemberontak­an di Kufah (685) dan pembelotan­ di antara pengikut­nya­ setelah Yazid wafat.

Penge­pungan yang membawa kematiannya terjadi ketika Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi ditugaskan oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan, putra *Marwan bin Hakam, untuk menyelesaikan­ perlawanan “Sang Penantang Enam Khalifah” dari Ali, Mu‘awiyah,­ Yazid, Mu‘awiyah II, Marwan bin Hakam, sampai Abdul Malik. Selama 7 bulan (Maret–Oktober 692 M pasukan al-Hajjaj berupaya melumpuhkan perlawanan­ Ibnu Zubair. Ia masih bertahan tatkala putranya menyerahkan diri kepada al-Hajjaj.

Keperkasa­annya bangkit kembali setelah berjumpa sebentar dengan ibunya yang sudah buta, yang mendorong­nya­ dengan memberikan semangat juang. Padahal­ sebelumnya, ia sempat menyatakan kepada ibunya tentang rasa khawatirnya bahwa mayatnya akan diperlakukan­ secara sadis oleh para pembu­nuhnya kelak.

Ibunya mengata­ kan bahwa kambing yang sudah disembelih tak sedikit pun akan merasakan­ sayatan pada dagingnya. Jawaban itu mendorongnya keluar dari rumah tempat ia bertahan, maju ke tengah-tengah lawannya yang kemudian­ menyergap dan menghabisinya­. Mayatnya ditempatkan pada tiang gantungan yang sama ketika saudaranya, Amr, pernah mengalami hal serupa. Atas perintah Abdul Malik, mayatnya kemudian­ diserahkan kepada ibunya­.

Daftar Pustaka

Ali, K. Sejarah Islam: Tarikh Pramodern. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Gibb, Hamilton A.R., et al. The Encyclopaedia of Islam. Leiden: E.J. Brill, 1960.
Hasan, Hasan Ibrahim. Tarikh al-Islam. Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1977.
Hitti, Philip K. Capital Cities of Arab Islam. Minneapolis: University of Minnesota Press, 1973.
Hodgson, Marshall G.S. The Venture of Islam. Chicago dan London: Chicago University Press, 1977.
Husein, Thaha. al-Fitnah al-Kubra. Cairo: Dar al-Ma‘arif, 1966.
Madjid, Nurcholish. Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Saunders, J.J. A History of Medieval Islam. London: Routledge and Kegan Paul, 1972.
ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1954.
asy-Syalabi, Ahmad. Mausu’ah at-Tarikh al-Islami wa al-Hadarah al-Islamiyyah. Cairo: al-Maktabah an-Nahdah al-Misriyah,­ 1977.
Moch. Qasim Mathar