Kota di Afrika utara ini dibangun pertama kali pada 670 oleh Uqbah bin Nafi (w. 685), gubernur Umayah di Afrika utara. Dari abad ke-7 sampai ke-9, kota ini menjadi ibukota Magribi (Afrika utara) yang mencakup lima negara: Tripolitania, Tunisia, Aljazair, Magribi al-Aqsa (Maroko), dan Andalusia (Spanyol).
Arti penting Qairawan dalam sejarah Islam tercatat dalam tiga hal, yaitu: (1) sebagai kota benteng dan kota perjuangan umat Islam, (2) sebagai pusat futuhat (ekspansi) Islam dan islamisasi Afrika, bahkan titik tolak futuhat Islam ke Spanyol, (3) sebagai salah satu pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Kota Benteng dan Perjuangan. Ketika pasukan umat Islam di bawah pimpinan Uqbah bin Nafi berhasil menguasai Afrika utara pada 666, Uqbah memutuskan untuk menjadikan Qairawan sebagai tempat pemusatan kekuatan pasukan muslim Arab. Selanjutnya kota ini menjadi ibukota pemerintahan Islam di Afrika utara dan menjadi kota internasional, sebab di situ berdiam bangsa-bangsa Arab, Barbar, Persia, Romawi, Qibt, dan lain-lain.
Pada mulanya kota ini dibangun atas dasar pertimbangan keamanan kaum muslimin, baik tentara penakluk maupun orang Barbar yang telah memeluk Islam. Kota itu dimaksudkan untuk menghindarkan gangguan dari armada Romawi.
Qairawan menjadi kota perjuangan setelah menjadi pusat kaum muslimin Afrika. Pada 683 kota tersebut direbut Kuseille, seorang penguasa Bizantium, tetapi pada 688 kembali direbut umat Islam di bawah pimpinan Zuhair bin Qais.
Seterusnya kota ini tetap berada di bawah kekuasaan Islam: tahun 800 muncul Dinasti Aghlabiyah sebagai penguasa di sana; 909 dikuasai Bani Fatimiyah; 1120–1231 berada di bawah kekuasaan Dinasti al-Muwahhidun, dan 1214–1465 berada di bawah kekuasaan Daulah al-Marina.
Pusat Futuhat dan Islamisasi. Dalam pengembangan Islam, Qairawan mempunyai sumbangan yang amat penting sebagai pusat dan titik tolak islamisasi Afrika. Dari kota inilah dilancarkan usaha-usaha untuk menyebarkan Islam di kalangan orang Barbar.
Jalannya futuhat umat Islam itu antara lain dapat dilihat ketika Abdul Muhajir, yang pernah menggantikan Uqbah bin Nafi, merebut Pulau Elba dari tangan Bizantium. Ketika Uqbah berkuasa untuk kedua kalinya, ia telah merebut daerah Grid di tenggara Tunis, selanjutnya Maroko Tengah, kota Idzna dan Tanjah (keduanya kini masuk Maroko), Sousjauh (barat laut Aljazair), daerah pantai Laut Massa (Aljazair), tempat pemukiman suku Asafa.
Bahkan umat Islam di bawah pimpinan Musa bin Nusair berhasil membawa Islam ke Andalusia (Spanyol) pada tahun 707.
Menyusul futuhat tersebut, khususnya di Afrika pada 718, khalifah menempatkan suatu misi di sana, yang terkenal dengan nama “Misi Sepuluh Ulama”. Misi itu berhasil baik mengajak orang Barbar untuk menerima Islam. Bahkan orang Barbar kemudian turut berperan dalam membawa Islam ke daerah Andalusia.
Pusat Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan. Kota Qairawan dibangun dengan gaya arsitektur Islam, dilengkapi dengan berbagai gedung, masjid, taman rekreasi, pusat perdagangan, industri, militer, dan sebagainya. Sebagai contoh dapat disebut Masjid Qairawan dan Perguruan Tinggi Qairawan.
Masjid Qairawan amat megah. Masjid ini dibangun pada 675. Pada masa berikutnya, karena bangunan lama sudah sempit, masjid tersebut diperluas dengan membeli tanah di sekitarnya.
Pada 718 masjid itu diperbaiki dan diperluas lagi Masjid Qairawan di Tunisia didirikan pada abad ke-7 oleh gubernur Afrika Utara, Yazid bin Haitam. Setelah mengalami perbaikan beberapa kali, akhirnya masjid itu menjadi kebanggaan muslim Afrika utara, terutama dengan kubahnya yang terkenal dengan nama “Qubatul Bahwi”.
Perguruan Tinggi Qairawan di kota Fez (Maroko) dikenal dalam literatur Barat dengan ejaan Karaouine. Perguruan tinggi ini dibangun pada 245 H/859 M oleh putri seorang saudagar kaya di kota Fez, yang berasal dari Qairawan, pada waktu Daulah Idrisiyah (789–924) masih menguasai wilayah Afrika Barat sampai ke Senegal dan Guinea.
Pada 305 H/918 M perguruan tinggi ini diserahkan kepada pemerintah, dan sejak itu menjadi perguruan tinggi negeri, hingga perluasan dan perkembangannya berada di bawah pengawasan dan pembiayaan negara.
Menurut sebuah sumber, zaman emas Perguruan Tinggi Qairawan itu ialah abad ke-12 hingga abad ke-15, pada waktu Afrika utara berada di bawah kekuasaan Daulah al-Muwahhidun (1120–1231) dan Daulah al-Marina (1214–1465).
Kedua dinasti itu pelindung ilmu pengetahuan dan pembangunan monumen-monumen arsitektur yang amat indah di Fez. Pada masa itu, Perguruan Tinggi Qairawan bukan hanya menarik mahasiswa dari Afrika serta dunia Islam lain, tetapi juga dari Eropa.
Menurut sumber tersebut, di antara mahaguru dan mahasiswanya tercatat Ibnu Khaldun, Ibnu Khatib, al-Bitruji, Ibnu Hazmi, Ibnu Bajjah, dan mungkin juga Ibnu Arabi. Konon pada Perguruan Tinggi Qairawan itulah Gerbert of Auvergne (930–1003), yang belakangan menjadi Paus Silvester II (999–1003), menemukan angka Arab dan penggunaan angka nol, kemudian memperkenalkannya ke Eropa untuk menggantikan angka Romawi.
Konon Ibnu Muymun (Maimonides, ahli pikir Yahudi terkenal) juga belajar di Perguruan Tinggi Qairawan di bawah asuhan Abdul Arabi bin Muwashab. Juga pelawat terbesar dan pencatat sejarah Afrika, Hassan bin al-Wazzah, yang dikenal (di Eropa) dengan sebutan Leo Africanus (1494–1552), adalah sarjana lulusan perguruan itu.
Di antara sekian banyak alumni Perguruan Tinggi Qairawan, ada pejuang muslim terkenal, Allal al-Fasi dan Mahdi Ben Barka, yang berhasil memperjuangkan kemerdekaan Maroko dari penjajahan Perancis sehabis Perang Dunia II, lalu menjabat perdana menteri Maroko di bawah Sultan Muhammad V.
Adapun ilmuwan termasyhur yang pernah menjadi mahaguru di sana antara lain Ibnu Tufail (1100–1185) dan Ibnu Rusyd (1126–1198) pada masa Daulah al-Muwahhidun. Berkat banyaknya mahasiswa yang berdatangan dari Eropa, nama Avembacer (Abu Bakar bin Tufail), Averroes (Ibnu Rusyd), Avempace (Ibnu Bajjah), Alhazen (Ibnu Hazmi) dan lain-lainnya amat populer dan harum di Eropa.
Sampai kini, Perguruan Tinggi Qairawan masih hidup dan merupakan salah satu perguruan tinggi tertua dan terkemuka di dunia sepanjang sejarah, lebih tua dari Universitas Oxford (1163), Cambridge (1209), dan Edinburgh (1582) di Inggris, Universitas Sorbonne (1253) di Perancis, dan Universitas Tubingen (1477) di Jerman.
DAFTAR PUSTAKA
Esposito, John L. The Oxford Encyclopaedia of the Modern Islamic World. New York: Oxford University Press, 1995.
Frishman, Martin and Hasanuddin Khan, ed. The Mosque: History, Architectural Development and Regional Diversity. London: Thames and Hudson, 1994.
Ibnu Kasir, al-Hafidz Imaduddin Abu al-Fida’ Isma’il. al-Bidayah wa an-Nihayah. Beirut: Dar al-Fikr, 1978.
Lapidus, M. Ira. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2000.
Stoddard, Philip H., et.al. Change and the Muslim World. Syracuse, New York: University Press, 1981.
Syalabi, Ahmad. Mausu‘ah at-Tarikh al-Islami wa al-hadarat al-Islamiyyah. Cairo: an-Nahdah al-Misriyah, 1990.
Syahrin Harahap