Al-Jamiatul Washliyah

(Ar.: al-Jam‘iyyah al-Wasliyyah)

Al-Jamiatul Washliyah adalah sebuah organisasi dakwah dan pendidikan Islam yang didirikan di Medan pada 30 November 1930 atas inisiatif sekelompok pemuda di bawah pimpinan Abdurrahman Syihab. Mereka belajar di Maktab Islamiyah Tapanuli­ dan sering bergabung dalam diskusi. Mereka tertarik pada­ persatuan umat dan kegiatan dakwah.

Pihak Kesultanan Deli dan pemerintah­ Hindia Belanda­ mengesahkan organisasi al-Jamiatul Washliyah dengan susunan kepeng­urus­an­ sebagai berikut, ketua: Ismail Banda dan Abdurrahman Syihab; sekretaris: M. Arsyad Thalib Lubis dan Adnan Nur; serta bendahara: M. Ya’cub, H Syamsuddin, H A. Malik, dan A. Aziz. Sebagai penasihat diangkat Syekh Muhammad Yunus, kepala Maktab Islami­yah Tapanuli pada waktu itu.

Di dalam anggaran dasar organisasi ini dinya­takan­ bahwa al-Jamiatul Washliyah menganut Mazhab­ Syafi‘i dan akidah Ahlusunah walja­ma­ah. Dengan landasan ini al-Jamiatul Washliyah segera­ mendapat dukungan dari masyarakat luas yang mengharapkan lahirnya satu organisasi­ yang dapat menjadi wadah perkumpulan penganut Mazhab Syafi‘i.

Apalagi pada waktu itu di Medan telah mulai berkembang organisasi Muhamma­diyah yang dikenal dengan nama “Kaum Muda” yang tidak­ terikat pada salah satu mazhab serta menolak taklid. Dengan kondisi ini, masyarakat­ yang pada waktu itu umumnya menyatakan­ diri sebagai peng­ ikut Mazhab Syafi‘i secara spontan mendukung al-Jamiatul Washliyah.

Dua tahun setelah berdirinya al-Jamiatul Washliyah, mulai dilakukan perluasan organisasi dengan meresmikan cabang di daerah Langkat, kemudian Deli Serdang dan Kabupaten Asahan. Semula, al-Jamiatul Washliyah hanya memiliki satu kepengurusan­ di Medan, tetapi setelah berdiri cabang pada 1934, berhasil dibentuk pengurus­ besar yang juga berdomisili di Medan.

Semenjak itu al-Jamiatul Washliyah berkembang­ semakin pesat. Tokoh yang banyak berperan pada masa itu antara lain adalah Abdurrahman Syihab, Arsyad Thalib Lubis, dan Udin Syamsuddin. Program kerja dan majelis pelaksananya sudah mulai dapat dijalan­kan­ pada 1934. Majelis yang paling berhasil ialah Majelis Dakwah dan Tarbiyah (pendidikan).

Dalam pelaksanaan­ pendidikan al-Jamiatul Washliyah menetapkan sistem yang dianut­ Muhammadiyah­. Penyelenggaraan dakwah dilakukan selain di masjid atau langgar (surau) juga di tempat umum lain, seperti bioskop dan lapangan terbuka. Dalam melaksanakan dakwah, organisasi ini bekerjasama dengan organisasi Islam lain.

Sejalan dengan perkembangan waktu, di sam­ping secara berkesinambung­an­ melaksanakan dakwah di sekitar Medan, al-Jamiatul Washliyah juga mengirim juru dakwahnya­ ke daerah lain di luar Medan. Al-Jamiatul Washliyah juga melaksanakan amal sosial Islam lainnya,­ seperti mendirikan panti asuhan anak yatim piatu dan lembaga pendidikan­ dari tingkat dasar sampai perguruan ting­gi yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.

Al-Jamiatul Washliyah menyatakan diri sebagai­ organisasi­ independen, walaupun sejak tampilnya Masyumi di tanah air, tokohnya telah banyak aktif mengambil bagian di bidang politik. Ketika Indonesia mempertahankan kemerde­ka­an,­ selain ikut membentuk laskar bersama dengan orga­nisasi Islam lainnya, para ulama al-Jamiatul Washliyah juga berfatwa bahwa­ gugur dalam mempertahankan­ kemerdekaan adalah mati syahid.

Walaupun­ tidak resmi mewakili­ al-Jamiatul Washliyah, sejak pemilu pertama di Indonesia, tokohnya senantiasa mendapatkan kursi di parlemen,­ baik pada tingkat­ pusat maupun daerah.

Al-Jamiatul Washliyah memiliki beberapa anak orga­nisasi:

(1) Muslimat al-Washliyah untuk kaum ibu;

(2) Angkatan Puteri untuk remaja putri;

(3) Gerakan Pemuda al-Washliyah untuk pemuda;

(4) Ikatan Pelajar al-Washliyah untuk pelajar;

(5) Ikatan Guru al-Washliyah untuk guru; dan

(6) Ikatan Sarjana al-Washliyah untuk sarjana.

Al-Jamiatul WashliyahMasing-ma­sing anak organisasi ini memiliki pimpinan­ di semua­ tingkatan baik di tingkat pusat maupun ranting. Untuk memperlancar kegiatan pelaksanaan­ program kerja, al-Jamiatul Washliyah melengkapi kepengurusannya dengan majelis,­ yaitu­ Majelis Penyiaran dan Dakwah Islam, Majelis Pendidikan dan Pengajaran, serta Majelis Penyantun al-Washliyah. Khusus pada tingkat pusat ada­pula Dewan Fatwa Penasihat­ dan Pertimbangan­.

Sejak berdirinya sampai dengan 1986 pengurus­ besar organisasi ini berkedudukan di Medan­. Berdasarkan ketetapan­ Muktamar al-Jamiatul­ Washliyah ke-16 di Jakarta dan untuk lebih memperlancar kegiatan organisasi sekali­gus mengembangkan sayapnya ke seluruh tanah­ air, sejak 1986 kedudukan pengurus besar dipindahkan dari Medan ke Jakarta. Dengan pindahnya Pengurus Besar al-Jamiatul Washliyah ke Jakarta, organisasi ini semakin berkembang dan sudah memiliki cabang di beberapa propinsi.

Daftar pustaka

Gani, Ruslan Abdul. Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Antar Kota, 1983.
Hasanuddin, Khalijah. al-Jam’iyatul Washliyah Api dalam Sekam. Bandung: Pustaka, 1988.
IAIN Sumatera Utara. Sejarah Ulama-Ulama Terkemuka di Sumatera Utara, Medan: AIN Sumatera Utara, 1975.
Pelly, Usman. Ulama di Tiga Kesultanan Melayu Pesisir. Jakarta: Leknas LIPI, 1977.
Sulaiman, Nukman. Seputar Perjuangan al-Washliyah. Medan: t.p., 1985.

Abd. Rahman Dahlan