Yerusalem adalah sebuah kota di Palestina yang menjadi kota suci bagi penganut agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Kota ini pertama kali dibangun oleh Nabi Daud AS dan penuh dengan peninggalan sejarah.
Nama Yerusalem dengan segala ejaan dan sebutannya (Yerusalem, Yerusalam, Salam, Salim, Ursalem, dan Solom) berasal dari bahasa Kananit yang berarti suci dan damai. Nama kota ini selalu berubah-ubah sesuai dengan pergantian kekuatan yang berhasil menguasainya.
Perubahan nama tersebut secara kronologis adalah: Yerusalem, Ursalem, Yepus, Kota Daud, Yudes, Ary’il, Aelia Capitolina, Baitulmukadis atau al-Quds asy-Syarif, dan sekarang pemerintah Israel menyebutnya Ursalem al-Quds.
Yerusalem terletak di garis Bulan Sabit, sebuah tempat yang paling subur di kawasan Timur Tengah. Walaupun tidak sesubur daerah lain pada garis itu, Yerusalem merupakan tujuan utama bagi berbagai kekuatan yang akan menguasai Kanaan (Palestina).
Sepanjang sejarahnya seluruh kekuatan yang menguasai Yerusalem lebih dahulu menguasai daerah sekitarnya seperti Galilea dan Damascus di utara, pesisir Laut Tengah di barat, Mesir di selatan, dan Suriah di timur.
Berbeda dengan daerah lain yang berada di garis Bulan Sabit, kota Yerusalem terletak di atas dataran tinggi yang permukaannya berbatu, yang menandakan ketidaksuburan tanahnya.
Pada sebuah bukit di sebelah timur terdapat bagian yang disebut Kota Tua, berbentuk hampir persegi empat yang masing-masing sisinya memiliki panjang sekitar 1.000 m. Kota Tua inilah yang pertama kali, sebelum adanya perkembangan dan pertumbuhan penduduk, dibangun oleh Nabi Daud AS dan dijadikan sebagai pusat pemerintahannya dengan nama Kota Daud atau Yerusalem.
Sepeninggal Nabi Daud AS, Sulaiman AS naik takhta menggantikannya. Ia membangun sebuah Haykal atau Haram Syarif (Tempat yang Mulia) lengkap dengan singgasananya yang terkenal.
Bangunan ini terletak di Kota Tua bagian timur dan merupakan tempat peribadatan umat Yahudi pertama yang sangat megah. Tempat ini terletak pada sebuah lokasi yang dibatasi dinding yang tinggi dan kokoh; salah satunya adalah dinding sebelah timur Kota Tua.
Lokasi ini juga berbentuk empat persegi panjang dengan lebar sekitar 300 m dan panjang sekitar 400 m. Sisa reruntuhan Haykal inilah setelah dihancurkan kaisar Romawi, Titus Flavius Vespasianus, pada 70 SM yang menjadi tempat Isra (Isramikraj) Nabi Muhammad SAW dan kemudian dikenal dengan Masjidilaksa.
Kontak awal Yerusalem dengan Islam terjadi ketika Nabi Muhammad SAW berjalan di waktu malam (isra) dari Mekah menuju Baitulmakdis. Hal ini tercantum dalam surah al-Isra’ (17) ayat 1, “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidilharam ke Masjidilaksa….”
Peristiwa isra mikraj Nabi SAW telah meletakkan Yerusalem dalam lembaran sejarah Islam yang panjang karena peristiwa ini merupakan sebuah perjalanan istimewa yang dilakukan Nabi SAW untuk menerima perintah Allah SWT, yaitu salat. Dalam perjalanan ini, Nabi SAW dibawa untuk melihat kebesaran Allah SWT. Selanjutnya ia diberitahu bahwa di tempat inilah para rasul terdahulu menerima wahyu.
Di tengah Haykal yang dibuat Nabi Sulaiman AS terdapat sebuah batu besar berwarna hitam yang disebut Sakhrah Muqaddasah. Dengan menghadap kepada batu inilah Nabi SAW mengerjakan salat dua rakaat. Kemudian, dengan berlandaskan pada batu ini, ia dinaikkan Allah SWT untuk menjalani mikraj.
Masjidilaksa sebagai Haykal Sulaiman yang disebut di dalam Al-Qur’an ini bukanlah Masjidilaksa seperti yang ada sekarang di Yerusalem karena bangunan yang disebut terakhir ini didirikan Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Dinasti Umayah pada 705.
Kesucian kota ini dicatat di dalam hadis qudsi (hadis yang maknanya berasal dari Allah SWT dan lafalnya dari Nabi SAW), “Barang siapa berziarah ke rumah-Ku (Masjidilharam) atau ke masjid Rasulullah (Masjid Nabawi) atau Baitulmakdis, kemudian ia mati di sana, maka matinya adalah mati syahid” (HR. Dailami).
Dan hadis lain yang diriwayatkan Khamsah, “Jangan membebani perjalanan berat kecuali ke tiga masjid: Masjidilharam, masjidku ini, dan Masjidilaksa.”
Di samping alasan di atas, Yerusalem mempunyai tempat yang khusus di dalam Islam karena merupakan kiblat pertama umat Islam di dalam salat sejak periode Mekah dan selama satu tahun di Madinah.
Pengambilan Yerusalem sebagai kiblat Nabi SAW, selain merupakan perintah Allah SWT, mengisyaratkan petunjuk Nabi SAW terhadap penganiayaan masyarakat Mekah terhadap kaum muslimin dan larangan melakukan ibadah di Masjidilharam pada tahun-tahun pertama perkembangan Islam.
Setelah satu tahun di Madinah, datang perintah untuk mengarahkan arah kiblat ke Masjidilharam. Hal ini pun disebabkan adanya anggapan masyarakat Yahudi Madinah bahwa agama yang dibawa Muhammad SAW sama dengan agama yang mereka anut dan karenanya mereka enggan mengikuti agama baru itu.
Pada masa awal perkembangan Islam, kontak selanjutnya dengan Yerusalem terjadi antara masyarakat Yahudi Madinah dan Yahudi setempat. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, Islam dapat menguasai Yerusalem sebagai salah satu bagian dari wilayahnya.
Masa Umar merupakan masa perluasan daerah Islam pertama ke luar kawasan Nejd (bagian tengah Arab Saudi). Selain Yerusalem, daerah sekitarnya seperti Mesir, Suriah, dan bahkan Maroko juga dapat dikuasai.
Pengepungan yang dilakukan Khalid bin Walid terhadap Yerusalem menjadi detik-detik terakhir yang sangat menentukan bagi daerah ini. Untuk penyerbuan ke dalam, Umar memerintahkan Abu Ubaidah bin Jarrah untuk menggantikan Khalid, dan akhirnya Yerusalem jatuh pada 636 (waktu itu nama yang biasa digunakan untuk menyebut Yerusalem adalah Ilya’).
Kepala rahib setempat sangat berterima kasih atas kedatangan Islam karena hal itu dipandangnya membebaskan mereka dari penindasan Kerajaan Bizantium. Oleh sebab itu, penyerahan kunci kota tersebut dilakukan langsung olehnya kepada Umar yang sengaja datang ke sana untuk menerimanya.
Setelah mengadakan pembersihan tempat yang pernah dikunjungi Nabi SAW, Umar kemudian menetapkan peraturan yang harus diberlakukan di sana. Di antara peraturan bagi mereka yang ingin tetap tinggal di sana adalah kebebasan untuk menjalankan peribadatan menurut agama mereka masing-masing.
Peraturan Umar ini telah menarik banyak penduduk setempat atau pun pendatang untuk memeluk agama Islam. Semenjak itulah Yerusalem menjadi salah satu daerah kekuasaan Islam yang termasuk dalam provinsi Mesir.
Khalifah Umar bin Khattab membangun sebuah kubah di atas batu hitam yang menjadi landasan mikraj Nabi SAW. Kubah Sakhrah ini kemudian dikenal dengan sebutan Kubah Umar. Pada masa Dinasti Umayah, Khalifah Abdul Malik memperbaiki kubah itu pada 705 dan membangun Masjidilaksa di sebelah barat Kubah Umar.
Dengan berjalannya peraturan yang dibuat Umar, Yerusalem aman berada di bawah naungan Islam. Baru kemudian di masa Khalifah al-Musta‘li (487–495 H/1094–1101 M) dari Dinasti Fatimiyah pada tahun 1099 umat Kristen berhasil merebut kota tersebut dalam sebuah pertempuran dari serangkaian Perang Salib.
Banyak sebab yang menimbulkan pertentangan antara Islam dan Bizantium-Kristen. Akan tetapi, yang menjadi penyebab pertempuran itu adalah penghancuran sebuah gereja yang terdapat di Yerusalem, yaitu Holy Sepulcher (Gereja Makam Suci) yang sering disebut Kanisah al-Qiyamah, oleh Khalifah al-Hakim (Dinasti Fatimiyah) sekitar 1010.
Mulailah terjadi pembantaian terhadap umat Islam di sekitar dan di dalam kota Yerusalem. Selanjutnya berdirilah kerajaan pertama Kristen dengan Godfrey sebagai raja yang pertama.
Sejak 1099 sampai 1187 Yerusalem berada dalam kekuasaan Kristen. Lalu muncul seorang pahlawan Islam, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi, yang dapat merebut kembali Yerusalem. Jatuhnya kota ini ke tangan Islam sangat menggemparkan Eropa dan sekaligus membangkitkan kembali semangat umat Kristen untuk mengirim pasukan yang lebih kuat.
Pengiriman itu merupakan ekspedisi yang kesekian kalinya untuk melanjutkan Perang Salib yang berlangsung selama 2 abad ini. Namun, peperangan tersebut dapat dipatahkan tentara Islam.
Dalam periode yang lama, sejak Salahuddin Yusuf al-Ayyubi merebutnya, Yerusalem berada dalam kekuasaan Islam sampai akhir Perang Dunia I di awal abad ke-20. Pada saat itu Turki, penguasa Yerusalem, harus merelakan daerah kekuasaannya untuk dibagi-bagikan kepada para pemenang perang dari Eropa.
Yerusalem sendiri berada dalam mandat Inggris, yang kemudian menyerahkannya kepada kaum Zionis, sebuah organisasi Yahudi untuk mengembalikan umat Yahudi ke Yerusalem.
Bagi Islam, selain merupakan tanah suci ketiga selain Mekah dan Madinah, Yerusalem merupakan wilayah yang senantiasa berusaha dipertahankan dalam persaingannya dengan Bizantium-Kristen.
Di samping itu, Yerusalem yang letaknya dekat dengan laut ini merupakan kota dagang. Dengan dapat menguasainya maka berbagai keuntungan akan tercapai. Oleh sebab itu, sampai sekarang Yerusalem selalu menjadi penyebab pertikaian.
Pada November 1947 Yerusalem dan daerah di sekitarnya Yerusalem abad ke-15 dibentuk menjadi sebuah kota internasional yang dikendalikan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Tetapi hal tersebut tidak terlaksana karena pecahnya perang antara Israel dan negara-negara Arab (1948).
Perang tersebut berakhir dengan suatu perjanjian, yang membagi Yerusalem menjadi dua wilayah, yaitu kota lama (di bawah Yordania dengan penghuni Arab) dan kota baru (di bawah Israel dengan penghuni kaum Zionis).
Kota baru penuh dengan bangunan modern yang dibangun sejak Israel menerima Palestina dari Inggris pada abad ke-20. Adapun bangunan kota lama sebagian besar berasal dari abad ke-16, bahkan sebagian lagi jauh sebelumnya. Luas kota lama kira-kira hanya 1 km2. Seluruh kota lama dikelilingi tembok setinggi 12 m sepanjang 4 km.
Kota tersebut masih tetap terbagi hingga Perang Enam Hari pada Juni 1967, yaitu konflik antara Arab dan Israel. Konflik tersebut berakhir dengan pendudukan kota lama oleh Israel. Walaupun PBB menentang penggabungan tersebut, pemerintah Israel menyatakan bahwa seluruh kota lama dipersatukan dengan kota baru. Akan tetapi penghuni kota lama (Arab) menentang penyatuan Yerusalem ke dalam Israel.
Pada Desember 2017, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Hal ini membuat marah dunia Arab dan beberapa sekutu Barat. Maret berikutnya, Trump mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan, yang direbut Israel dari Suriah dalam perang 1967 dan kemudian dicaplok. Komunitas internasional tidak mengakui kedaulatan Israel.
Israel berupaya merekayasa perubahan demografis dan mengendalikan kompleks masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Pada akhir Perang Enam Hari 1967, ketika Israel mengambil alih Yerusalem Timur, mereka setuju untuk mempertahankan status quo di kompleks Al-Aqsa. Manajemennya diizinkan untuk tetap berada di tangan Wakif Yordania.
Orang-orang Yahudi diizinkan untuk memiliki akses ke Tembok Al-Buraq di sisi barat Al-Aqsa untuk menjaga ketenangan. Tapi selama bertahun-tahun, Israel, di bawah rencana, tidak hanya mengusir Muslim dari kota tetapi membuat akses mereka ke Al-Aqsa semakin sulit.
Populasi pemukim Israel di Yerusalem tumbuh pada tingkat yang lebih cepat daripada populasi Israel. Menurut Biro Pusat Statistik Israel, total populasi Yerusalem tercatat 882.700 pada 2016, terdiri dari 536.600 Yahudi, 319.800 Muslim, 15.800 Kristen, dan 10.300 tidak terklasifikasi.
Sampai awal abad ke-20, umat Islam adalah mayoritas di Yerusalem. Sesuai register perpajakan Ottoman, yang dicatat oleh penulis Amnon Cohen dan Bernard Lewis dalam buku mereka Population and Revenue in the Towns of Palestine in the Sixteenth Century, populasi Yahudi pada tahun 1553 adalah 1.958, Muslim 12.154 dan Kristen 1.956 dengan total populasi 16.068.
Pada tahun 1832, penulis Michal Oren-Nordheim dan Ruth Kark, dalam buku mereka Jerusalem and Its Environs: Quarters, Neighborhoods, Villages, mencatat bahwa kota itu memiliki 4.000 orang Yahudi, 13.000 Muslim, dan 3.560 orang Kristen. Menurut penelitian dan statistik Arab Yordania, jumlah orang Yahudi mencapai 10.000 pada tahun 1918 sementara Muslim sekitar 30.000.
Sebuah sensus yang dilakukan oleh Inggris lima tahun setelah Deklarasi Balfour tahun 1917 mengungkapkan cerita yang berbeda. Jumlah orang Yahudi telah membengkak menjadi 33.971 pada tahun 1922, sementara Muslim tetap pada 13.413. Jumlah orang Kristen adalah 14.669. Jumlah penduduk kota ini tercatat sebanyak 62.578 jiwa.
Pada tahun 1944, peneliti Manashe Harrel dan Ori Stendel mencatat populasi Yahudi 97.000, Muslim 30.600, dan Kristen 29.400. Segera setelah perang tahun 1967, para penulis ini menempatkan jumlah populasi Yahudi di 195.700, Muslim 54.963, dan Kristen 12.646. Total populasi kota pada saat Perang Enam Hari adalah 263.307.
Daftar Pustaka
Alhadar, M. Tragedi Palestina. Jakarta: Yulia Karya, 1983.
Bek, Muhammad Khudari. Muhadarah Tarikh al-Umam al-Islamiyyah. Cairo: al-Istiqamah, 1370 H.
Caird, G.B. Jesus and the Jews Nation. Chicago: Chicago University Press, 1974.
Ebban, Abba. Sejarah Ringkas Umat Yahudi. Flores: Nusa Indah, 1978.
Hodgson, Marshal G.S. The Venture of Islam. Chicago: Chicago University Press, 1979.
Sausa, Ahmad. Arabs and Jews in History. Baghdad: al-Jumhuriyah Press, 1972.
https://www.bbc.com/news/world-middle-east-29123668, diakses pada 27 April 2022.
https://www.aa.com.tr/en/analysis/analysis-disturbing-demographic-profile-of-jerusalem-has-security-costs/2252165, diakses pada 27 April 2022.
Hery Noer Aly
Data telah diperbarui oleh Tim Redaksi Ensiklopediaislam.id (April 2022)