‘Ilm at-tarikh adalah ilmu sejarah, yakni ilmu yang berusaha menggali peristiwa masa lalu agar tidak dilupakan. Ilmu tarikh sepadan dengan pengertian sejarah yang menunjukkan ilmu yang membahas peristiwa masa lalu.
Tarikh pada mulanya berarti penetapan bulan, kemudian meluas menjadi kalender dalam pengertian umum. Dalam perkembangan selanjutnya, tarikh berarti pencatatan peristiwa. Pengertian tarikh menjadi beragam dan berkembang sesuai dengan perkembangan pencatatan sejarah itu.
Pengertian itu meliputi antara lain (1) tarikh umum, seperti Tarikh ath-thabari dan Tarikh Ibn al-Atsir; (2) biografi, seperti Mu‘jam Ibn Khallikan; (3) pembukuan peristiwa tahun demi tahun (hauliyyat); (4) pembukuan berita secara kronologis (khabar); dan (5) silsilah.
Faktor yang mendorong perkembangan ilmu tarikh adalah sebagai berikut.
(1) Adanya perintah Al-Qur’an kepada umatnya untuk memperhatikan tarikh (QS.30:9 dan QS.59:18). Al-Qur’an juga banyak menyajikan kisah yang bertujuan agar dapat dijadikan contoh bagi umat manusia (QS.11: 120).
(2) Adanya kebutuhan untuk menghimpun hadis karena ajaran Islam yang terkandung di dalam Al-Qur’an yang berkenaan dengan ibadah dan muamalah bersifat umum dan hanya dalam garis besarnya. Penulisan hadis merupakan perintis jalan menuju perkembangan ilmu tarikh. Bahkan setelah ada ilmu hadis, muncul pula ilmu kritik hadis dalam rangka menyeleksi hadis yang benar dan salah. Ilmu ini juga dijadikan metode kritik penulisan tarikh yang paling awal.
(3) Diterbitkannya buku berjudul as-Sirah (biografi Nabi SAW) oleh ulama hadis agar keteladanan Nabi SAW diikuti umat Islam. Sejak penulisan hadis dan as-Sirah itu, penulisan tarikh dalam Islam berkembang dengan pesat.
Kedudukan Ilmu Tarikh. Walaupun umat Islam sangat memperhatikan penulisan tarikh, para cendekiawan muslim ketika itu tidak menempatkan tarikh sebagai ilmu dalam jajaran ilmu lainnya. Selama periode pengambilalihan pengetahuan Yunani (170 H/786 M–194 H/809 M), sarjana Islam untuk pertama kalinya mengenal klasifikasi bermacammacam cabang ilmu pengetahuan.
Klasifikasi ini tidak menentukan tempat khusus bagi tarikh, seperti klasifikasi ilmu pengetahuan yang disusun oleh al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali, dan Ibnu Khaldun.
Akan tetapi, ada juga beberapa cendekiawan muslim yang menempatkan ilmu tarikh di dalam kerangka ilmu pengetahuan, walaupun mereka tidak sepakat tentang posisinya. Ibnu Nadim dalam kitabnya al-Fihris (Indeks) menempatkan ilmu tarikh di antara bab mengenai bahasa Arab dan puisi. al-Khawarizmi (w. 997 M) dalam kitabnya Mafatih al-‘Ulum (Kunci Ilmu) menempatkan ilmu tarikh sebagai bagian dari enam ilmu pengetahuan agama, yaitu fikih, teologi, gramatika bahasa Arab, menulis (al-kitabah), sastra, dan khabar.
Dalam buku Rasa’il Ikhwani as-safa (Dokumen Ikhwan as-Safa), ilmu biografi dan tarikh dipandang sebagai bagian dari ilmu dasar, sederajat dengan membaca, menulis, tata bahasa Arab, dan puisi. Ilmu yang lebih tinggi dari ilmu dasar itu adalah ilmu pengetahuan agama, kemudian filsafat.
Pada pertengahan abad ke-10, Ibnu Farigan (sejarawan) juga memasukkan ilmu tarikh ke dalam ilmu filsafat. Kemudian pada abad ke-11 Ibnu Hazm dalam bukunya Maratib al-‘Ulum wa Kaifiyyah thalabuha (Tingkatan Ilmu dan Cara Menuntutnya) meletakkan ilmu tarikh di dalam kurikulum persiapan dari ilmu fisika, matematika, dan linguistik. Ia juga menempatkan ilmu tarikh sejajar dengan filologi Arab sebagai ilmu bantu dalam kajian hukum Islam.
Fakhruddin ar-Razi menempatkan ilmu tarikh sebagai ilmu bantu untuk kepentingan teologi, sedangkan Ibnu Abi ar-Rabi, sejarawan dan pemikir politik abad ke-9, menempatkan ilmu tarikh sejajar dengan ilmu teologi dan hukum Islam. Pada 1340 Muhammad bin Mahmudi al-Amuli, sejarawan, di dalam kitabnya Nafa’is al-Funun ‘Ara’is al-‘Uyun (buku tentang tokoh), menempatkan ilmu tarikh dalam ilmu kesusastraan dan ilmu pengetahuan agama Islam.
Pada masa klasik (650–1250) dan pertengahan (1250– 1800) ilmu tarikh tidak terdapat di perguruan tinggi, melainkan masuk dalam bagian pendidikan dasar dan menengah Islam. Hal itu tidak berarti ilmu tarikh menjadi ilmu yang tidak penting, karena ternyata karya tarikh terus bermunculan dan tetap dibaca oleh para sarjana yang mempunyai minat besar terhadap ilmu tarikh.
Pada masa tersebut ilmu tarikh memiliki beberapa keistimewaan jika dibandingkan dengan penulisan tarikh di negeri lain, sebagai berikut.
(1) Para sejarawan, yang juga menjadi ulama fikih dan hadis, bukan pegawai pemerintah. Mereka menulis tarikh atas kehendak sendiri. Oleh karena itu, mereka bebas mengeluarkan pendapat.
(2) Kebenaran informasi tarikh dapat dipercaya, karena sumber informasi diambil dari orang yang dapat dipercaya (al-‘udul, ats-tsiqah), dan menggunakan penanggalan yang sempurna berupa hari, bulan, dan tahun.
(3) Sejarah Islam dengan segala bentuknya menggambarkan peristiwa secara jelas, dengan bahasa Arab yang sederhana dan mudah dipahami.
Sejarah Perkembangan. Perkembangan ilmu tarikh dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari perkembangan budaya Islam secara umum yang berlangsung sangat cepat. Puncak perkembangan budaya dan peradaban Islam terjadi pada abad ke-9 dan ke-10 (masa Dinasti Abbasiyah).
Pada masa sebelum Islam dan pada awal kebangkitan Islam, orang Arab tidak atau belum menulis tarikh. Semua peristiwa sejarah dan hadis Nabi SAW disimpan dalam ingatan dan disebutkan berulang-ulang karena mereka kebanyakan buta aksara dan beranggapan bahwa kemampuan mengingat lebih terhormat.
Hal ini terbukti dengan tidak terdapatnya karya tarikh pada masa sebelum Islam di negeri yang dianggap sudah beradab, seperti Yaman, Hirah (Irak), dan Ghassan (Suriah). Pada masa itu dikenal bentuk tarikh lisan (al-ayyam) dan silsilah (al-ansab).
Hadis Nabi SAW, biografi, dan keadaan tertentu untuk tujuan agama baru ditulis pada akhir abad ke-1 H dan awal abad ke-2 H setelah wilayah kekuasaan Islam meluas. Masa itu disebut sebagai awal penulisan tarikh Islam.
Menurut Sayid Husein Nasr, sejarawan kontemporer, terdapat tiga aliran dalam perkembangan ilmu tarikh sampai abad ke-3 H.
(1) Aliran Yaman, berkembang pada pertengahan abad ke-1 H. Aliran yang diwakili Ibnu Syariyah dan Wahab bin Munabbih (keduanya pakar sejarah dari Yaman) ini berusaha mengangkat sejarah Arab sebelum Islam, yaitu dengan menulis berita ahli kitab dan sejarah Yaman dengan corak sejarah sebelum Islam. Penulisnya disebut tukang hikayat (narator) dan kitabnya disebut riwayat tarikh.
(2) Aliran Madinah, yaitu aliran tarikh ilmiah yang banyak memperhatikan perang Nabi SAW (al-magazi) dan biografi Nabi SAW. Aliran yang diwakili para ahli hadis ini didasarkan pada ilmu hadis karena penulisan hadis sangat memperhatikan sanad (urutan periwayatan). Para ahli hadis mengutip dari para perawi hadis atau para penghafal hadis Nabi SAW.
Para ahli hadis, yang juga merupakan sejarawan pertama dalam Islam, meluaskan materi periwayatannya dari hadis Nabi SAW yang berhubungan dengan kepentingan agama sehingga mencakup perang Nabi SAW dan para sahabat yang berpartisipasi di dalamnya. Penulisan al-magazi ini membuka jalan bagi penulisan as-Sirah (biografi Nabi SAW).
Penulis tarikh pertama adalah putra sahabat Nabi SAW, antara lain Aban bin Usman bin Affan (w. 105 H/723 M) yang disebut simbol peralihan dari penulisan hadis kepada pengkajian al-magazi. Aban bin Usman bin Affan adalah orang pertama yang menyusun kumpulan khusus tentang al-magazi.
Sezaman dengannya adalah al-Asadi al-Madani Urwah bin Zubair (w. 92 H/710 M), ahli hadis dan fikih yang lebih dikenal dengan nama Urwah bin Zubair. Sementara penulis Kitab al-Magazi yang terkenal adalah Muhammad bin Syihab az-Zuhri (w. 124 H/741 M) dari Kabilah Quraisy Bani Zuhrah.
(3) Aliran Irak, yaitu aliran yang memperhatikan arus sejarah sebelum Islam dan masa Islam, serta sejarah para khalifah. Ekspansi kekuasaan Islam dan tersebar luasnya orang Arab di berbagai daerah melahirkan satu corak penulisan tarikh yang membangga-banggakan kabilah dan kota yang mereka tempati.
Bentuk penulisan yang pertama muncul di Irak umumnya lebih terperinci dan panjang, sedangkan yang berkenaan dengan kota lain hanya sepintas. Sejarawan aliran ini antara lain Abu Muhnif (w. 157 H/774 M) dan Awanah bin Hakam (w. 147 H/764 M).
Ketiga aliran di atas dipertemukan oleh Muhammad bin Ishaq bin Yassar atau Ibnu Ishaq (w. 151 H/768 M), ahli hadis dan sejarawan Islam terkenal, dalam karyanya yang berjudul al-Mab‘ats, berisi sejarah Nabi Muhammad SAW di Mekah sebelum dan setelah Islam; dan Kitab al-Magazi, berisi sejarah Nabi Muhammad SAW di Madinah.
Selain itu, Ibnu Nadim dalam kitabnya al-Fihris menyebutkan bahwa Ibnu Ishaq juga menulis Kitab al-Khulafa’ yang tidak ditemukan lagi, tetapi disebut-sebut oleh at-Tabari dalam kitabnya Tarikh at-thabari.
Sejarawan lain yang juga terkenal dalam penulisan al-magazi adalah Abu Abdullah Muhammad bin Umar al-Waqidi (w. 207 H/823 M). Ia juga menulis at-Tarikh al-Kabir (Sejarah Besar), ath-thabaqat (Biografi Para Tokoh), as-Sirah, ats-tsaqifah wa Bai‘ah Abi Bakr (Pembaiatan Abu Bakar di Madinah), Kitab al-Magazi, dan beberapa makalah tentang Mekah, biografi Abu Bakar as-Siddiq, Perang Riddah, Perang Jamal, Perang Siffin, penaklukan Suriah dan Irak, serta artikel tentang pencetakan uang dinar dan dirham.
Murid al-Waqidi yang terkenal dalam penulisan al-magazi adalah Abu Abdullah Muhammad bin Sa‘d bin Mani‘ al-Basri al-Hasyimi atau Muhammad Ibnu Sa‘d (w. 230 H/845 M) yang juga menulis Kitab ath-thabaqat al-Kabir (Buku Besar tentang Peringkat Para Tokoh), berisi riwayat hidup Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan tabiin.
Penulisan kitab ini pada mulanya dimaksudkan untuk kepentingan hadis karena dapat membantu ilmu hadis dalam menilai cacat atau tidaknya suatu hadis (al-jarh wa at-ta‘dil), namun kemudian membawa perkembangan dalam penulisan tarikh Islam, khususnya penulisan biografi.
Di awal abad ke-3 H, penulisan tarikh di dunia Islam berkembang pesat karena penggunaan kertas yang diproduksi di Baghdad pada 795. Pada masa itu sejarawan muslim mulai menulis tarikh dalam pengertian luas, yaitu tarikh umum. Hal ini dipengaruhi oleh kitab tarikh Persia seperti yang diterjemahkan Ibnu al-Muqaffa, yaitu Siyar Muluk al-‘Ajam (Kehidupan Raja Non-Arab).
Kitab tarikh umum yang tertua adalah karya Ibnu Qatadah ad-Dainuri (w. 276 H/889 M), ahli sejarah, yang berjudul Kitab al-Ma‘arif (Buku Pengetahuan), al-Imamah wa as-Siyasah (Kepemimpinan dan Politik), dan ‘Uyun al-Akhbar (Sumber Sejarah). Penulis yang sezaman dengannya adalah al-Ya‘qubi Ahmad bin Abi Ya‘qub bin Ja‘far bin Wahab bin Wazih al-Katib al-Abbasi, lebih dikenal dengan nama Ibnu Wazih al-Ya‘qubi (w. 897 M).
Ia mengarang Kitab al-Buldan dan Tarikh al-Ya‘qubi yang berisi tarikh umum dan tarikh Islam sampai 239 H/854 M. Penulis tarikh umum setelah itu adalah Abu Hanifah ad-Dainuri (w. 282 H/895 M) dengan karyanya Kitab al-Akhbar ath-thiwal (Sejarah Panjang). Kitab ini berisi sejarah mulai dari Nabi Adam AS sampai wafatnya Raja Yazdajird III (w. 651), sejarah raja Qahtan (Yaman), Romawi, dan Turki, serta sejarah zaman Khalifah al-Mu’tasim dari Dinasti Abbasiyah.
Ciri penulisan tarikh umum ini adalah penulisan dimulai dari masa penciptaan dan ringkasan tarikh umum yang dijadikan semacam pendahuluan tarikh Islam. Penulis tarikh umum yang paling terkenal adalah Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir at-Tabari dengan karyanya Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk dan Tarikh ar-Rijal serta al-Mas‘udi dengan karyanya Muruj adz-dzahab wa Ma‘adin al-Jawahir dan at-Tanbih wa al-Israf.
Sejarah lokal berkembang dengan pesat sejak awal abad ke-3 H, seperti sejarah Mesir, Andalusia, Baghdad, Yaman, Bukhara, Magribi (wilayah Islam di Afrika Utara), dan Damascus. Perkembangan sejarah lokal ini semakin pesat pada masa desintegrasi dunia Islam (1000–1250) dengan munculnya dinasti kecil yang saling bersaing.
Memasuki abad ke-4 H, perhatian sejarawan lebih diarahkan kepada tarikh politik daripada tarikh agama seperti sebelumnya. Tarikh politik mulai menjadi alat propaganda politik dan objektivitasnya berkurang karena penulis tarikh kebanyakan berasal dari kalangan istana. Namun objektivitas tarikh masih terdapat dalam karya biografi, yang juga mengalami perkembangan pesat pada masa ini.
Karya biografi itu seperti Tarikh al-‘Ulama’ wa ar-Ruwah li al-‘Ilm fi Andalus (Sejarah Para Ulama dan Penyebar Ilmu di Andalusia) oleh Ibnu al-Fardi, thabaqat an-Nahwiyyin wa al-Lugawiyyin (Biograf Para Ahli Gramatika dan Bahasa) oleh az-Zubaidi, thabaqat asy-Syu‘ara’ (Biografi Para Penyair) oleh Ibnu al-Mu’tazz, Mu‘jam asy-Syu‘ara’ (Kamus Para Penyair) oleh al-Marzabani, Kitab al-Agani (buku tentang syair dan nyanyian Arab klasik) oleh Abu Faraj al-Isfahani, dan thabaqat al-Athibba’ wa al-hukama’ (Biografi Para Dokter dan Orang Bijak) oleh Ibnu Jaljal.
Menurut Franz Rosenthal, sejarawan kontemporer, dalam bukunya A History of Moslem Historiography, penulisan tarikh Islam sudah berkembang dari bentuk khabar ke bentuk penulisan attarikh ‘ala as-sinin (sejarah sepanjang tahun). Khabar sering disamakan dengan hadis, dzikr, dan amr yang berarti informasi, keterangan, atau berita.
Khabar tidak hanya memberikan informasi tentang peristiwa dan fakta saja, tetapi juga melukiskan peristiwa itu dengan suasana yang menarik perhatian pembaca. Oleh karena itu, khabar termasuk dalam karya seni sastra. Ciri-ciri khabar adalah:
(1) setiap khabar merupakan satuan yang berdiri sendiri dari sumber tertulis atau lisan,
(2) tidak terdapat hubungan sebab akibat antara masing-masing khabar,
(3) dalam khabar disisipkan syair yang tidak berhubungan dengan peristiwa itu sendiri.
Sementara at-tarikh ‘ala as-sinin memuat beberapa peristiwa yang disusun berurutan berdasarkan tahun dan juga tidak terdapat hubungan sebab akibat antara masing-masing peristiwa, seperti dalam karya at-Tabari di atas dan karya Ibnu Asir (w. 630 H/1233 M) yang berjudul al-Kamil fi at-Tarikh (Sejarah Lengkap).
Karena tidak ada kaitan antara satu peristiwa dengan peristiwa lain, dapat dikatakan bahwa penulisan at-tarikh ‘ala as-sinin didasarkan pada bentuk khabar. Analisis mendalam terhadap suatu peristiwa dan gagasan kausalitas dalam penulisan tarikh dalam Islam dikembangkan untuk pertama kali oleh Ibnu Khaldun dalam karyanya Kitab al-‘Ibar yang merupakan puncak pencapaian perkembangan ilmu tarikh dalam Islam pada masa klasik dan pertengahan.
Namun tidak ada tanda bahwa sejarawan sesudahnya mempelajari dan mengikuti metodenya, meskipun sebenarnya di Mesir masih banyak lahir sejarawan besar, seperti al-Maqrizi, Taghri Bardi (w. 874 H/1469 M), as-Sakhawi, as-Suyuti, dan Ibnu Iyas (w. 930 H/1524 M).
Pada akhir abad ke-18 muncul beberapa penulis Mesir di bidang ilmu tarikh, antara lain Abdurrahman al-Jabarti (w. 1237 H/1822 M) yang memelopori gerakan kebangkitan kembali Arab-Islam di Mesir pada abad ke-19. Gerakan itu terputus beberapa tahun ketika terjadi pendudukan Napoleon Bonaparte dari Perancis di Mesir (1798–1802). Namun pendudukan itu sendiri juga berpengaruh bagi kebangkitan Mesir pada masa selanjutnya, termasuk dalam penulisan tarikh.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kebangkitan penulisan tarikh di Mesir pada abad ke-19 adalah sebagai berikut.
(1) Adanya gerakan pembaruan menjelang akhir kekuasaan Isma‘il bin Ibrahim Pasya (1830–1895).
(2) Dilakukannya penelitian arkeologi di Mesir pada awal abad ke-19 oleh ahli Eropa, sehingga ahli Mesir menggunakan bahan hasil penelitian tersebut dalam penulisan tarikh.
(3) Berhasilnya Rifa’ah at-Tahtawi, sejarawan dan tokoh pembaruan Mesir, menempatkan tarikh sebagai ilmu yang berdiri sendiri dengan memasukkan metode ilmiah baru dalam ilmu tarikh di Mesir dalam arti yang sebenarnya. Ilmu tarikh akhirnya diajarkan di sekolah sampai tingkat menengah dan para lulusannya dikirim ke Eropa untuk melanjutkan studi dalam ilmu tarikh.
(4) Berdirinya percetakan di Bulaq pada masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya (1822). Percetakan ini mencetak buku bacaan dan buku tarikh, baik terjemahan maupun karya asli orang Mesir sendiri.
(5) Munculnya penerbitan harian dan berkala yang memuat artikel tarikh.
(6) Rifa’ah at-Tahtawi dan Ali Mubarak, sejarawan kontemporer, melakukan editing naskah untuk diterbitkan. Usaha ini sangat membantu rakyat Mesir untuk memperoleh pengetahuan warisan tarikh mereka di masa silam.
(7) Berdirinya beberapa himpunan ilmu pengetahuan yang melakukan penelitian dan penerbitan di bidang tarikh.
Himpunan yang pertama adalah Institut Mesir, didirikan Napoleon 1798. Himpunan ini berakhir ketika Perancis meninggalkan Mesir. Pada 1859 di Iskandariyah didirikan pula Institut Mesir yang kemudian dipindahkan ke Cairo.
Himpunan ini beranggotakan ahli Eropa dan Mesir. Setelah itu muncul beberapa himpunan ilmu pengetahuan lain, seperti La Societe Egyptienne (Masyarakat Mesir) dan Jam‘iyyah al-Ma‘arif (Perhimpunan Pengetahuan).
Berbeda dengan penulisan tarikh pada masa Islam klasik dan pertengahan yang sedikit sekali melakukan kritik, analisis, dan perbandingan, penulisan tarikh di Mesir pada abad ke-19 dipengaruhi oleh penulisan metode ilmu pengetahuan baru dengan mengikuti buku tarikh Eropa.
Mereka mencoba mengkritik, menganalisis, membandingkan, dan memberi pandangan mereka tentang apa yang mereka tulis. Mereka juga sudah menggunakan ilmu bantu tarikh seperti dokumen, numismatika, arkeologi, inskripsi, eksplorasi, dan geografi. Selain itu penulisan tarikh tidak hanya terbatas pada tarikh politik, tetapi juga menguraikan masalah kebudayaan, sosial, dan ekonomi.
Jenis kitab tarikh yang terbit adalah tarikh umum, tarikh negara tetangga, tarikh Mesir dari masa ke masa tertentu, topografi, tarikh kota, biografi, memoar pribadi, novel tarikh, dan penulisan tarikh dalam bahasa asing, seperti bahasa Perancis.
Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik, dan Abdurrachman Surjomihardjo, ed. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif. Jakarta: PT Gramedia, 1985.
Duri, Abdul Aziz. Bahts fi Nasy’ah ‘Ilm at-Tarikh ‘ind al-‘Arab. Beirut: Dar al-Masyriq, 1993.
Ibnu Khaldun. Muqaddimah Ibnu Khaldun, terj. Ahmadie Thaha. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.
Kasyif, Sayidah Ismail. Masadir at-Tarikh al-Islami wa Manahij al-Bahts fih. Cairo: Maktabah al-Khanji, 1976.
Majid, Abdul Mun‘im. Muqaddimah li Dirasah at-Tarikh al-Islami: Ta‘rif bi Masadir at-Tarikh al-Islami wa Manahijih al-haditsah. Cairo: Anglo al-Misriyyah, 1971.
Qaththan, Manna’. Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an. Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1976.
at-Tabari, Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir. Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Beirut: Dar al-Fikr, 1987.
Umar, H.A. Muin. Historiografi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 1988.
Wafi, Ali Abdul Wahid. Ibnu Khaldun: Riwayat dan Karya. Jakarta: Grafiti Pers, 1985.
Badri Yatim