Tarajim (bentuk jamak dari tarjamah) berarti “biografi”. Secara terminologis, Tarajim adalah salah satu corak penulisan tarikh (historiografi) Islam yang sangat populer dan dominan. Corak ini berkembang sejak awal penulisan sejarah Islam dan bertahan sampai sekarang.
Faktor utama yang menyebabkan berkembangnya penulisan biografi dalam historiografi Islam adalah perhatian besar ulama Islam kepada ilmu hadis (terutama tentang biografi Nabi Muhammad SAW) dan ilmu kritik hadis yang menentukan kesahihan suatu hadis melalui penilaian terhadap perawi hadis itu.
Corak penulisan tarikh Islam lainnya antara lain adalah magazi (perang Nabi Muhammad SAW), at-tarikh al-‘alami (sejarah umum), at-tarikh al-mahalli (sejarah lokal), at-tarikh al-mu‘asir wa al-mudzakkirat (sejarah tentang peristiwa yang semasa dengan sejarawan), rihlah (riwayat penjelajahan), muqtathafat min at-tarikh (makalah kutipan tentang sejarah), dan sejarah dinasti.
Di samping Tarajim, karya biografi dikenal juga dengan nama lain yang biasanya berkaitan erat dengan tekanan tertentu pada penulisan biografi itu. Nama lain itu meliputi antara lain: al-ansab (secara etimologis: silsilah), berisi biografi aristokrat Arab berdasarkan silsilah; al-wafayat (secara etimologis: orang yang meninggal dunia), berisi biografi tokoh berdasarkan tahun wafatnya; al-ma‘ajim (secara etimologis: kamus), dan ath-thabaqat (secara etimologis: lapisan/ strata).
Ath-thabaqat merupakan yang paling terkenal dalam historiografi Islam. Penulisan ath-thabaqat biasanya menghimpun sejumlah tokoh dalam bidang ilmu tertentu, seperti ahli fikih, kadi (hakim agama), ahli syair (sastrawan), dan dokter. “Lapisan” di sini kecuali dalam kasus para sahabat dan tabiin lebih menunjukkan lapisan generasi, dan bukan tingkat ketokohan.
Penulisan ath-thabaqat (biografi) betul-betul orisinal Islam, tidak ada contoh dalam penulisan sejarah pada masa sebelumnya, tidak juga dalam tradisi sejarah Yunani. Pembahasan ath-thabaqat dalam pengertian generasi ini bermula dari klasifikasi orang yang berada di sekitar Nabi Muhammad SAW yang disebut sahabat, tabiin, tabi‘ at-tabi‘in (generasi sesudah tabiin), dan seterusnya. Penulisan ini pada mulanya dikaitkan dengan kritik isnad (keterangan mengenai sanad hadis) dalam periwayatan hadis, yang berkembang pada permulaan abad ke-2 H.
Nama lainnya adalah as-sirah (secara etimologis: riwayat hidup). Berbeda dengan karya biografi lainnya seperti tersebut di atas yang biasanya merupakan kumpulan biografi, as-sirah berisi riwayat hidup seorang tokoh saja. Biasanya apabila disebutkan as-sirah saja, karya bersangkutan berisi riwayat hidup Nabi Muhammad SAW. Namun, apabila digunakan kata jamak, yaitu as-siyar, karya biografi ini merupakan kumpulan biografi, yang identik dengan pengertian at-tarajim, tetapi jarang digunakan.
Sejarah Perkembangan Penulisan Biografi. Perkembangan penulisan biografi dalam sejarah (historiografi) Islam dimulai dengan penulisan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang lebih dikenal dengan sirah an-Nabi wa magazih (riwayat hidup Nabi SAW dan perangnya) atau di singkat dengan as-sirah wa al-magazi saja. Menyusul setelah itu, biografi para sahabat, tabiin, dan tabi‘ at-tabi‘in, terutama perawi hadis.
Penulisan biografi Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan perawi hadis tersebut dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk penulisan sejarah Islam yang pertama. Karena subjek karya biografi itu adalah Nabi SAW, sahabat, dan perawi hadis, terlihat dengan jelas bahwa penulisan biografi itu sangat berhubungan dengan kepentingan ilmu hadis.
Salah satu tolok ukur terpenting yang berkaitan dengan sahih tidaknya sebuah hadis adalah kekuatan hafalan, kejujuran, dan ketakwaan perawinya. Tolok ukur itulah yang memotivasi para sejarawan pertama menyusun biografi para perawi hadis.
Dalam perkembangan selanjutnya, muncul dan berkembang pula penulisan biografi para tokoh pemerintahan (politik) dan para ilmuwan. Akan tetapi penulisan biografi terakhir ini berkembang dengan caranya sendiri.
Dalam tahap pertama, biografi para tokoh atau ulama hanya diselipkan dalam karya sejarah yang berbentuk sejarah dinasti atau sejarah umum yang ditulis secara kronologis (hauliyyat, berdasarkan urutan tahun). Ketika itu penulis sejarah mencantumkan tokoh yang meninggal dunia pada akhir setiap tahun yang bersangkutan.
Oleh para pengamat historiografi Islam, corak sisipan ini belum dipandang sebagai sebuah karya biografi, tetapi dapat dikatakan sebagai embrionya. Baru dalam perkembangan selanjutnya, muncul karya biografi khusus, yang telah memisahkan diri dari penulisan sejarah dinasti atau sejarah umum itu.
Penulisan Biografi Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana disebutkan, perkembangan penulisan biografi dalam penulisan sejarah (historiografi) Islam dimulai dengan penulisan as-sirah wa al-magazi (riwayat hidup dan perang Nabi SAW). Penulisan as-sirah yang bermula di kota Mekah dan Madinah ini sampai sekarang masih mendapat perhatian serius dari kalangan sejarawan muslim.
As-sirah menyajikan secara terperinci biografi Nabi SAW. Kaum muslimin generasi pertama memang sangat berminat mengumpulkan secara terperinci segala perbuatan, perkataan, dan bahkan ketetapan Nabi SAW. Catatan itu berguna sebagai pedoman dan teladan bagi mereka dalam menjalankan ajaran agama Islam. Mengikuti tradisi atau sunah Nabi SAW adalah kewajiban bagi umat Islam.
Faktor utama yang menyebabkan perkembangan corak penulisan biografi Nabi SAW ini dalam historiografi Islam adalah karena segala perbuatan, perkataan, dan penetapan Nabi SAW (hadis Nabi SAW) merupakan sumber kedua ajaran Islam, setelah Al-Qur’an. Disamping itu biografi Nabi SAW merupakan sumber utama bagi pembangunan masyarakat Islam, karena Nabi Muhammad SAW bagi masyarakat Islam merupakan teladan dalam menjalankan ajaran agama.
Seperti dalam ilmu hadis, ketika menulis riwayat hidup Nabi Muhammad SAW para sejarawan pertama Islam juga bersandar kepada informasi lisan. Setiap generasi menerima as-Sirah an-Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam, salah satu bentuk as-sirah informasi itu dari generasi sebelumnya.
Transmisi informasi itu dikenal dalam ilmu hadis sebagai sanad. Melalui penilaian terhadap sanad inilah suatu informasi sejarah dapat dinilai autentisitasnya. Oleh karena itu dapat dikatakan ilmu sejarah berutang budi kepada ilmu hadis.
Para sejarawan generasi pertama yang menulis as-sirah (riwayat hidup Nabi SAW) dan magazi (perang Nabi SAW) di Mekah dan Madinah dapat dibagi menjadi tiga peringkat (generasi).
(1) Peringkat pertama merupakan generasi peralihan dari ilmu hadis ke penulisan sejarah (biografi). Mereka adalah Aban bin Usman bin Affan (w. 105 H/724 M), Urwah bin Zubair (w. 92 H/711 M), dan Syurahbil Ibnu Sa‘ad (w. 123 H/741 M).
(2) Peringkat kedua adalah generasi ketika penulisan biografi mulai berdiri sendiri sebagai ilmu, terdiri dari Abdullah bin Abu Bakar (w. 135 H/753 M), Asim bin Umar bin Qatadah (w. 120 H/738 M), dan Muhammad bin Syihab az-Zuhri (w. 124 H/742 M).
(3) Peringkat ketiga adalah generasi ketika ilmu ini mulai mengalami perkembangan. Para tokohnya adalah Musa bin Uqbah (w. 141 H/759 M), Muhammad bin Ishaq bin Yassar atau Ibnu Ishaq (w. 151 H/768 M), dan al-Waqidi (w. 207 H/823 M). Kecuali Muhammad bin Syihab az-Zuhri yang berasal dari Mekah, semuanya berasal dari Madinah, kota pusat penyebaran hadis.
Penulisan Biografi Para Sahabat. Pada masa berikutnya, kepentingan penulisan biografi para sahabat, terutama yang menonjol dan berhasil dalam menjalankan kepemimpinan, juga mendapat perhatian. Penulisan ini diperlukan sebagai petunjuk dalam menjalankan organisasi sosial Islam.
Dalam ilmu kritik hadis, biografi para sahabat tidak menjadi topik pembahasan karena dalam pandangan para ahli kritik hadis seluruh sahabat jujur dan mempunyai otoritas dalam meriwayatkan hadis.
Namun, pengetahuan terhadap biografinya tetap penting karena mereka adalah generasi pertama yang menerima hadis langsung dari Rasulullah SAW. Berdasarkan pengetahuan terhadap biografi mereka dapat diketahui apakah sebuah hadis memiliki silsilah sanad yang bersambung kepada Nabi SAW atau tidak.
Untuk kepentingan itulah pengetahuan terhadap biografi para sahabat menjadi sangat penting bagi para perawi dan terutama bagi para ahli kritik hadis. Kepentingan itu merupakan faktor utama dan pertama yang menyebabkan berkembangnya penulisan biografi para sahabat.
Faktor lain yang mendorong perkembangan penulisan biografi para sahabat adalah karena para sahabat sangat berjasa dalam perjuangan menegakkan Islam, sehingga mereka juga menjadi rujukan moral dan agama dalam menjalankan ajaran agama Islam bagi generasi setelahnya. Riwayat hidup mereka dibutuhkan masyarakat Islam sebagai teladan.
Para sejarawan generasi pertama yang menulis kumpulan biografi sahabat adalah Abu Abdullah Muhammad bin Sa‘d bin Mani‘ al-Basri al-Hasyimi atau Muhammad Ibnu Sa‘d (w. 230 H/844 M) di dalam kitabnya Kitab ath-thabaqat al-Kabir, Ali al-Madini (161 H/778 M–234 H/849 M) dalam kitabnya Ma‘rifah Man Nazala as-sahabah min Sa’ir al-Buldan, Khalifah bin Khayyat al-Asfuri (w. 240 H/855 M) dalam kitabnya ath-thabaqat, Abu Abdullah Muhammad bin Isma‘il al-Bukhari (Imam Bukhari [w. 256 H/870 M]) di dalam kitabnya Tarikh ash-sahabah, Ya‘qub bin Sufyan al-Fasawi (w. 277 H/891 M) di dalam kitabnya al-Ma‘rifah wa at-Tarikh, Abu Isa Muhammad at-Tirmizi (209 H/825 M–279 H/893 M) di dalam kitabnya Tasmiyah Ashab Rasul Allah, dan Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir at-Tabari (225 H/840 M–310 H/923 M) dalam kitabnya Thail al-Mudzayyal min Tarikh as-sahabah wa at-Tabi‘in.
Pada generasi selanjutnya, yang paling terkenal dalam penulisan ini adalah Ibnu Asir (w. 630 H/1233 M) yang menulis Usud al-Gabah fi Ma‘rifah as-sahabah (6 jilid).
Orang Arab menyebut sejarah dengan kata tarikh (tarikh). Penulis pertama yang menggunakan istilah tarikh untuk penulisan sejarah adalah Ibnu Jarir at-Tabari, sejarawan dari Baghdad. Bahkan ia menamai di antara bukunya Tarikh al-Umam wa al-Muluk (sejarah bangsa dan raja).
Karya at-Tabari ini merupakan buku sejarah pertama yang ditulis secara komprehensif. Penulis sejarah yang datang belakangan berutang budi kepada at-Tabari bukan hanya karena mengambil materi dari buku ini, tapi juga memakai metode historiografi at-Tabari.
Penulisan Biografi Tokoh setelah Generasi Sahabat. Penulisan biografi tokoh setelah generasi sahabat pertama-tama ada hubungannya dengan kepentingan ilmu kritik hadis (al-jarh wa at-ta‘dil). Oleh karena itu, biografi tokoh semacam ini adalah biografi para perawi hadis.
Inilah faktor utama dan pertama berkembangnya penulisan biografi tokoh setelah generasi sahabat, karena kesahihan hadis sangat tergantung kepada data kehidupan perawi hadis. Dalam ilmu kritik hadis, para ahli melakukan seleksi autentisitas sebuah hadis melalui penilaian terhadap kejujuran dan kemampuan para perawi hadis itu. Penilaian tersebut dilakukan melalui biografi para perawi hadis itu.
Dalam menulis kumpulan biografi para perawi hadis, para sejarawan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda, antara lain sebagai berikut.
(1) Ada yang mengumpulkan biografi para perawi hadis yang dipandang jujur dan mempunyai otoritas dalam meriwayatkan hadis, seperti Ibnu Hibban al-Busti (w. 354 H/965 M) dalam karyanya as-Sigat (Orang Tepercaya).
(2) Ada yang mengumpulkan biografi para perawi hadis yang dipandang cacat sehingga nilai hadis yang diriwayatkannya dinilai lemah. Para sejarawan seperti itu adalah Yahya Ibnu Ma‘in dalam karyanya Ma‘rifah ar-Rijal (Mengenal Para Tokoh Periwayat Hadis) dan Kitab at-Tarikh (Buku Sejarah), Ali al-Madini dalam karyanya Ma‘rifah Man Nazala ash-sahabah min Sa’ir al-Buldan (Mengenal Orang yang Mengunjungi Para Sahabat dari Berbagai Negeri), Imam Bukhari di dalam kitabnya Kitab ad-du‘afa’ al-Kabir dan Kitab ad-du‘afa’ as-sagir, dan an-Nasa’i dalam karyanya Kitab ad-du‘afa’.
(3) Ada yang menggabungkan biografi para perawi hadis yang jujur dan yang cacat dalam satu karya kumpulan biografinya. Mereka yang menggabungkan dua kriteria perawi itu antara lain Muhammad Ibnu Sa‘d di dalam kitabnya Kitab ath-thabaqat al-Kabir (Buku Besar tentang Peringkat Para Tokoh), Yahya Ibnu Ma‘in di dalam Kitab at-Tarikh (Buku Sejarah), Abu Bakar bin Abi Syaibah (w. 235 H/850 M) dalam Kitab at-Tarikh (Buku Sejarah), Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali) dalam Kitab at-Tarikh (Buku Sejarah), Abu Zur‘ah ad-Dimasyqi (w. 281 H/894 M) dalam Tarikh Abi Zur‘ah (Sejarah Abu Zur‘ah), Ibnu Majah dalam Kitab at-Tarikh (Buku Sejarah), Ibnu Khuzaimah (311 H/924 M) dalam at-Tarikh al-Kabir (Buku Besar tentang Sejarah), dan Imam Bukhari dalam tiga karyanya yang berjudul at-Tarikh al-Kabir (Buku Besar tentang Sejarah), at-Tarikh al-Ausath (Buku Sedang tentang Sejarah), dan at-Tarikh as-sagir (Buku Kecil tentang Sejarah).
(4) Ada yang menulis untuk mengetahui gelar atau julukan para perawi hadis. Para ahli hadis memang banyak yang lebih dikenal melalui gelar atau julukannya daripada namanya sendiri. Karena banyaknya jumlah perawi hadis, terdapat banyak sekali persamaan nama, gelar, dan julukan itu, sehingga banyak orang yang tidak mampu membedakan nama dan julukan itu.
Untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan nama dan julukan itu, ada sebagian sejarawan yang khusus menulis untuk menjelaskan hal tersebut. Di antara sejarawan yang pertama-tama menulis biografi dalam bentuk ini adalah Ali al-Madini dalam Kitab al-Kunya (Buku tentang Julukan), Imam Hanbali dalam al-Asma’ wa al-Kunya (Kitab tentang Nama dan Julukan), an-Nasa’i dalam Kitab as-du‘afa’ (Buku tentang Orang yang Lemah [hadisnya]).
(5) Ada yang hanya menulis biografi para perawi yang meriwayatkan hadis dari seorang syekh tertentu, sebagaimana yang dilakukan Muslim bin Hajjaj yang menulis buku Rijal ‘Urwah (Para Perawi yang Digunakan ‘Urwah).
Pada abad ke-4 H bermunculan beberapa karya yang menghimpun biografi para perawi hadis al-Kutub as-Sittah (Kitab Hadis Yang Enam, karya Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah), terutama para perawi hadis yang terdapat di dalam dua kitab sahih: sahih al-Bukhari dan sahih Muslim, serta para perawi hadis al-Muwaththa’ karya Imam Malik.
(6) Ada sejarawan sekaligus ahli hadis yang menulis kumpulan biografi syekh-syekhnya, seperti Ya‘qub bin Sufyan al-Fasawi dalam al-Ma‘rifah wa at-Tarikh dan an-Nasa‘i dalam Kitab ad-du‘afa’.
(7) Ada yang menulis kumpulan biografi ilmuwan dan perawi hadis yang berasal dari kota tertentu, seperti Muhammad bin Ali bin Hamzah al-Farahinani (w. 237 H/852 M) yang menulis Kitab at-Tarikh fi Rijal al-Muhadditsin bi Murw (Buku Sejarah tentang Para Ahli Hadis di Mari, Turkmenistan), Ibnu Majah dalam Tarikh Qazwin (Sejarah Qazwin [kota di pinggir Laut Kaspia]), dan Aslam bin Sahal al-Wasiti (w. 288 H/901 M) dalam Tarikh Wasith (Sejarah Wasit [kota/negeri di Irak]).
Biografi Para Penguasa dan Pejabat Pemerintah. Dalam perkembangan berikutnya, penulisan sejarah semakin lama semakin berpusat pada orang yang memegang kekuasaan. Oleh karena itu biografi para khalifah dan para pejabat tinggi serta orang yang berpengaruh lainnya juga ikut berkembang.
Apalagi pada masa awal perkembangan Islam, masyarakat tampaknya sangat tergantung kepada kepemimpinan seorang tokoh. Maju mundurnya masyarakat dipandang sebagai hasil karya kepemimpinan individual.
Kumpulan biografi para penguasa dan pejabat pemerintah ini antara lain ditulis oleh Jalaluddin as-Suyuti (1445– 1505) dalam karya sejarah Tarikh al-Khulafa’ (Sejarah Para Khalifah), Ali bin Munjib as-Sair (w. 542 H/1147 M) dalam buku Wuzara’ al-Khulafa’ al-Fatimiyyin (Para Menteri Khalifah Dinasti Fatimiyah), Ibrahim as-Sabi (w. 384 H/994 M) dalam at-Taj (Mahkota) yang berisi biografi para penguasa Dinasti Buwaihi, dan Hilal as-Sabi (w. 448 H/1056 M) dalam Kitab al-Wuzara’ (Buku tentang Para Menteri).
Biografi Para Ilmuwan dan Pemikir Islam. Pada awal masa disintegrasi, biografi para penguasa lokal semakin populer ditulis. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, karena para penguasa semakin lama semakin mementingkan persoalan politik, para sejarawan yang masih sangat terikat kepada nilai suci ajaran Islam mulai mengalihkan penulisan biografinya.
Mereka menulis biografi para ilmuwan yang lebih dipercaya keikhlasan dan keteladanannya dibandingkan dengan para penguasa. Oleh karena itulah, penulisan biografi para ilmuwan sebenarnya sudah dimulai di penghujung abad ke-3 H semakin berkembang.
Corak penulisan biografi para ilmuwan ini meliputi hampir di setiap bidang ilmu, terutama dalam bidang ilmu keagamaan dan para pemikir aliran teologi serta mazhab fikih. Kumpulan biografi para ilmuwan ini ada yang berupa biografi para ahli fikih pada umumnya (thabaqat al-fuqaha’), ada juga yang berupa kumpulan biografi ahli fikih dari mazhab tertentu saja.
Di samping itu ada pula kumpulan biografi para ahli qiraah (thabaqat al-qurra’), para hafiz (thabaqat al-huffaz), para ahli nahu (thabaqat an-nuhah), para ahli bahasa (thabaqat al-lugawiyyin), para penyair (thabaqat asy-syu‘ara’), para sufi, para kadi atau hakim (Tarajim al-qudah), para dokter (thabaqat al-athibba‘), dan kumpulan biografi tokoh aliran teologi Syiah, Khawarij, dan Muktazilah, dan lain sebagainya. Bahkan di abad ke-5 dan ke-6 H juga terdapat kumpulan biografi orang yang tercela.
Contoh para penulis dan karya mereka dalam bidang biografi ini adalah: Abu al-Walid Abdullah bin Muhammad bin al-Fardi (w. 493 H/1100 M) yang menulis Tarikh ‘Ulama’ al-Andalus (Sejarah Ilmuwan Andalusia) sebanyak dua jilid, Muhammad bin Haris al-Khasyni (w. 361 H/972 M) yang menulis Tarikh Qudah Qurtubah (Sejarah Para Kadi Cordoba), Abu al-Qasim Khalaf bin Ahmad bin Bisykawal (w. 578 H/1182 M) yang menulis Kitab as-silah fi Tarikh A’immah al-Andalus wa ‘Ulama’ihim wa Muhadditsihim wa Fiqaha’ihim wa Udaba’ihim (Buku Hubungan tentang Sejarah Para Pemimpin Andalusia, Para Ilmuwan, Para Ahli Hadis, Para Ahli Fikih, dan Para Sastrawan Mereka).
Berikutnya Abu Abdurrahman Muhammad bin Husain as-Sulami (w. 412 H/1021 M) yang menulis thabaqat as-sufiyyah, Tajuddin as-Subki (w. 771 H/1370 M) yang menulis thabaqat asy-Syafi‘iyyah al-Kubra (Kumpulan Besar Biografi Imam-Imam Mazhab Syafi‘i),Jamaluddin Ali bin Yusuf al-Qifti (w. 646 H/1248 M) yang menulis Ikhbar al-‘Ulama’ bi Akhbar al-hukama’ (Tulisan Para Ilmuwan tentang Sejarah Para Penguasa), Abu al-Abbas Ahmad al-Qasim bin Abi Usaibi‘ah atau Ibnu Abi Usaibi‘ah (w. 667 H/1270 M) yang menulis ‘Uyun al-Anba’ fi thabaqat al-Athibba’ (Sumber Informasi tentang Biografi Para Dokter) dalam dua jilid.
Ada juga Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H/1448 M) yang menulis ad-Durar al-Kaminah fi A‘yan al-Mi’ah ats-tsaminah (Permata Tersembunyi tentang Tokoh Abad ke-8 H) sebanyak empat jilid, dan Abu al-Khair Muhammad as-Sakhawi (w. 1497) yang menulis ad-dau’ al-Lami‘ fi A‘yan al-Qarn at-Tasi‘ (Cahaya Benderang tentang Tokoh Abad ke-9 H).
Kandungan/Isi Biografi. Banyak munculnya karya biografi dalam sejarah Islam dalam perkembangannya melahirkan banyak variasi bentuk, isi, cara penguraian, dan sudut pandang para penulis biografi itu.
Pada masa permulaan penulisan biografi, tanggal kematian subjek biografi dapat diketahui secara pasti, tetapi tanggal kelahiran mereka jarang diketahui, kecuali dalam kasus tertentu yang biasanya memang disebutkan sendiri oleh tokoh bersangkutan. Bentuk penulisan seperti itu terjadi karena tanggal kelahiran tokoh belum banyak diketahui dan penulisan biografi pada masa itu lebih didasarkan kepada tanggal kematian.
Namun dalam perkembangan lebih lanjut, yaitu pada abad ke-6 H/12 M, tanggal lahir juga mendapat perhatian serius, sehingga riwayat hidup seorang tokoh dapat diketahui secara lebih tepat dan terperinci.
Contohnya adalah karya Imam az-Zahabi yang berjudul Tarikh al-Islam wa thabaqat Masyahir al-A‘lam (Sejarah Islam dan Strata Tokoh Termasyhur), sebanyak 12 jilid dan disusun secara kronologis, sejak permulaan Islam sampai 700 H. Di dalam kitab ini, sebagaimana dalam penulisan biografi, penulisan dimulai dengan tanggal kelahiran dan diakhiri dengan tanggal kematian.
Berbeda dengan itu, dalam buku Tarikh Baghdad (Sejarah Baghdad) karya al-Khatib al-Baghdadi (sejarawan dari Baghdad yang hidup pada abad ke-4 H), penulisan biografi dimulai dengan tanggal lahir dan tanggal kematian, baru setelah itu dipaparkan sifat khusus pribadi tokoh bersangkutan.
Dalam menulis biografi seorang tokoh, seorang sejarawan biasanya sangat memperhatikan beberapa unsur yang menjadi isi atau kandungan dari biografi itu. Unsur yang biasanya terdapat di dalam penulisan biografi adalah sebagai berikut.
(1) Tanggal kelahiran.
(2) Tanggal kematian.
(3) Di dalam kasus tertentu, garis keturunan seorang tokoh biasanya dicantumkan dengan panjang lebar, terutama dalam kasus para penguasa atau dalam kasus seorang tokoh yang dalam garis keturunannya itu terdapat seorang tokoh terkenal.
(4) Dalam kasus penguasa, isi biografi selanjutnya biasanya berkenaan dengan tindakan-tindakan politiknya.
(5) Dalam kasus ulama, biasanya dipaparkan riwayat pendidikannya, gurunya, tempat yang pernah dikunjunginya, hadis yang pernah diriwayatkannya, dan orang yang pernah berguru dan meriwayatkan hadis darinya.
Akhlak dan kualitas intelektual seorang tokoh ulama tidak pernah terabaikan, baik dengan mengutip perkataan tokoh bersangkutan maupun dengan mengutip pendapat ulama yang sezaman atau yang hidup sesudahnya. Biasanya di akhir biografi ulama, sebelum menjelaskan tanggal kematiannya, disebutkan karya tulis yang pernah dikarangnya.
(6) Dalam kasus penyair, biasanya diketengahkan prestasi yang dicapai, syair yang pernah digubahnya, dan karya sastra yang pernah diciptakannya.
Karena penulis biografi biasanya menghimpun banyak tokoh dalam satu karyanya, terlihatlah perbedaan panjang-pendeknya penulisan tokoh biografi itu. Perbedaan itu sangat berkaitan dengan tingkat kemasyhuran tokoh yang bersangkutan dan ditentukan juga dari banyak sedikitnya informasi yang berhasil dikumpulkan oleh penulisnya.
Ada biografi tokoh yang ditulis hanya dalam beberapa baris saja, tetapi ada pula biografi tokoh yang menghabiskan beberapa halaman buku, dan bahkan ada yang ditulis lebih dari seratus halaman.
Ada juga penulisan biografi yang tidak berupa kumpulan tokoh, tetapi berupa biografi seorang tokoh yang berdiri sendiri. Bentuk penulisan biografi seperti ini dimulai dengan biografi Nabi SAW, dan dalam perkembangan selanjutnya diikuti pula oleh tokoh keturunan Ali bin Abi Thalib, seperti Husein bin Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Ali Zainal Abidin.
Lebih lanjut, banyak pula penguasa yang memerintahkan para sekretarisnya untuk menulis biografinya untuk tujuan pewarisan nilai. Misalnya, biografi Khalifah al-Mu‘tadid (khalifah Abbasiyah, memerintah 279 H/892 M–290 H/902 M) yang ditulis Tabit bin Qurrah (836–901) dan anaknya Sinan bin Tabit.
Demikian juga biografi Salahuddin Yusuf al-Ayyubi yang berjudul an-Nawadir asSulthaniyyah wa al-Mahasin al-Yusufiyyah (Hal-Hal yang Langka dan Baik Berkenaan dengan Sultan) yang ditulis Ibnu Saddad, dan biografi penguasa Mesir Mahmud al-Muayyad (dari Dinasti Mamluk) yang berjudul as-Saif al-Muhannad fi Tarikh al-Malik al-Mu’ayyad (Pedang Tajam tentang Sejarah Sultan al-Muayyad) yang ditulis al-Aini.
Di samping itu ada juga biografi seorang ulama yang ditulis secara tersendiri, seperti karya Imam as-Sakhawi tentang gurunya, Ibnu Hajar al-Asqalani, yang berjudul al-Jawahir wa ad-Durar fi Tarjamah Ibn hajar (Permata dan Mutiara tentang Riwayat Hidup Ibnu Hajar). Biografi seorang tokoh, baik tokoh politik maupun ilmuwan, yang berdiri sendiri terus berkembang dengan jumlah yang makin meningkat sampai sekarang.
Nilai Karya Biografi dalam Historiografi Islam. Nilai karya biografi sangat besar bagi para sejarawan, karena karya seperti itu menghimpun banyak informasi penting sejarah yang terkadang langka atau sulit didapat dalam karya tulis lainnya.
Melalui karya biografi ini, kehidupan intelektual suatu daerah atau wilayah pada suatu masa tertentu dapat terungkap. Dengan demikian, karya semacam itu pada masa sekarang ini merupakan sumber utama dalam penulisan sejarah intelektual, karena dari sana dapat terungkap motivasi intelektual, teologi, ideologi, orientasi berpikir, faktor pendukung, dan tujuan seorang ulama.
Di samping itu, karya biografi juga merupakan bahan penting untuk mengungkap perkembangan historiografi itu sendiri, karena biografi itu sendiri merupakan bagian penting dari historiografi.
Daftar Pustaka
Ahmad, Ahmad Ramadhan. ar-Rihlah wa ar-Rahhalah al-Muslimun. Jiddah: Dar al-Bayan al-‘Arabi, t.t.
Duri, Abdul Aziz. The Rise of Historical Writing among the Arabs. Princeton: Princeton University Press, 1983.
Kasyif, Sayidah Ismail. Masadir at-Tarikh al-Islami wa Manahij al-Bahts fih. Cairo: Maktabah al-Khanji, 1976.
Margoliouth, D.S. Lectures on Arabic Historians. New Delhi: Idarah-i Adabiyat-i Delli, 1977.
Rosenthal, Franz. A History of Muslim Historiography. Leiden: E.J. Brill, 1968.
Salim, as-Sayid Abdul Aziz. at-Tarikh wa al-Mu’arrikhun al-‘Arab. Beirut: Dar an-Nahdhah al-‘Arabiyyah, 1986.
as-Silmi, Muhammad Shamil al-‘Alyani. Manhaj Kitabah at-Tarikh al-Islami. Riyadh: Dar Thibah li an-Nasyr wa at-Tauzi‘, 1986.
Umar, H.A. Muin. Historiografi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 1988.
Usman, Muhammad Fathi. al-Madkhal ila at-Tarikh al-Islami. Beirut: Dar an-Nafa’is, 1988.
Badri Yatim