Sultan adalah gelar bagi seseorang yang memiliki kekuasaan tinggi dalam sebuah negara (pemerintahan) Islam. Gelar ini pertama kali dipakai dalam Islam pada zaman pemerintahan Abbasiyah (750–1258).
Pada mulanya kekuasaan sultan terbatas dan berada di bawah khalifah, tetapi dalam perkembangan selanjutnya, kekuasaan sultan semakin besar, bahkan melebihi kekuasaan khalifah.
Di zaman Dinasti Abbasiyah, khalifah masih diakui dan dihormati oleh sultan, meskipun kekuasaan politik dan militer berada di tangan sultan. Khalifah hanya sekadar simbol, sementara jalannya pemerintahan ditentukan oleh sultan.
Dalam perkembangan berikutnya, sultan betul-betul berkuasa penuh atas daerah dan wilayahnya dan tidak berada di bawah khalifah mana pun. Dalam kedudukan seperti ini sultan adalah raja sehingga istilah “sultan” digunakan sebagai gelar bagi seorang raja yang muslim.
Gelar sultan pertama kali diberikan oleh Khalifah al-Mu‘tasim dari Dinasti Abbasiyah (218 H/833 M–228 H/842 M) kepada seorang panglima Turki bernama Asynas at-Turki. Sebagai sultan, Asynas at-Turki mempunyai kekuasaan yang besar, tetapi tetap berada di bawah dan tunduk kepada Khalifah al-Mu‘tasim.
Setelah al-Mutawakkil (memerintah 232 H/847 M–247 H/861 M) wafat, khalifah berikutnya tidak mampu lagi melawan kehendak tentarapengawal dan sultan. Bahkan turun-naiknya khalifah banyak ditentukan oleh tentara pengawal dan sultan.
Karena kelemahan penguasa Dinasti Abbasiyah, banyak gubernur atau panglima yang menguasai suatu daerah untuk membentuk dinasti tersendiri dan mengangkat dirinya sebagai sultan.
Sultan ini berkuasa penuh atas wilayahnya, baik di bidang politik maupun militer, namun sebagian dari mereka masih tetap mengakui dan menghormati khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Di Indonesia, gelar sultan pertama kali dipakai oleh Malikush Saleh (w. 699 H/1297 M), raja pertama dan pendiri Kerajaan Samudera Pasai. Gelar tersebut diberikan oleh Syekh Ismail, seorang pengajar agama Islam yang diutus Syarif Mekah. Setelah itu, raja di Kerajaan Islam Indonesia pada umumnya memakai gelar sultan.
Misalnya, Raden Fatah (memerintah ± 1500–1518) bergelar Sultan Syah Alam Akbar al-Fatah, dan Pangeran Samudera, raja Banjar I (Kesultanan Banjar), bergelar Sultan Suriansyah (memerintah 1540–1565), demikian pula di kerajaan Islam Indonesia lain, seperti Mataram, Luwu, Goa, dan Ternate.
Dalam Al-Qur’an kata “sultan” disebut sebanyak 34 kali dengan pengertian yang bermacam-macam, antara lain: kekuasaan, berkuasa, bukti, hujah (tanda, bukti, alasan), mukjizat, keterangan, alasan, ilmu pengetahuan, dan kekuatan.
Daftar Pustaka
de Graaf, H.J. dan Th.G. Pigeud. Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, terj. Jakarta: Grafiti Press, 1982.
Hasan, Hasan Ibrahim. Tarikh al-Islam: as-Siyasi wa ad-Dini wa ats-Saqafi wa al-Ijtima‘i . Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1976.
Hilmi, Ahmad Kamaluddin. as-Salajiqah fi at-Tarikh wa al-Hadharah. Kuwait: Dar al-Buhus al-‘Ilmiyah, 1975.
Hitti, Philip K. History of the Arabs. London: Macmillan, 1974.
Mahammadunnasir, Syed. Islam, Its Concepts & History. New Delhi: Kitab Bhavan, 1981.
Muir, Sir William. The Caliphate: Its Rise, Decline and Fall. New York: AMS Press, 1975.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Bulan Bintang, 1985.
Poesponegoro, Marwati Djoened, dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Ras, J.J. Hikajat Bandjar, a Study in Malay Historiography. The Hague: Martinus Nijhoff, 1968.
Salam, Solichin. Sekitar Wali Sanga. Kudus: Menara, 1960.
as-Suyuti, Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar. Tarikh al-Khulafa’. Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1974.
Watt, W. Montgomery. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.
A Hafizh Anshari A.Z