Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

STAIN

Lembaga pendidikan Islam STAIN merupakan pengembangan sekaligus pemandirian fakultas cabang di lingkungan IAIN yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia sejak 1970-an.

Keterbatasan jangkauan IAIN di satu sisi dan tuntutan masyarakat akan lembaga pendidikan tinggi semacam IAIN di beberapa kabupaten di sisi lain telah memunculkan kebijakan untuk memandirikan fakultas cabang IAIN menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).

Sebelum fakultas cabang di lingkungan IAIN dimandirikan, organisasi kelembagaan IAIN induk menjadi sarat beban sehingga lamban dalam mengembangkan diri. Di samping itu, kenyataan di atas bertentangan dengan kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia, yakni suatu lembaga pendidikan tinggi tidak diperbolehkan membuka dua atau lebih fakultas yang sama.

Berdasarkan latar belakang tersebut, menteri Agama mengeluarkan Kepmenag No. 11/1997 tentang pemisahan dan pemandirian fakultas cabang di lingkungan IAIN, yang sebagian besar berlokasi di wilayah tingkat II, menjadi STAIN. Perubahan ini terjadi ketika Tarmizi Taher menjadi menteri Agama dan A. Malik Fajar menjadi Dirjen Binbaga (Pembinaan Kelembagaan Agama) Islam.

Gagasan pemisahan dan pemandirian fakultas cabang IAIN menjadi STAIN dimaksudkan untuk memacu perkembangan STAIN pada masa depan. Selama ini fakultas cabang IAIN hampir dalam setiap aspek (misalnya akademik, keuangan, dan kebijakan) tergantung pada IAIN induk, sehingga perkembangan di fakultas cabang IAIN menjadi lamban.

Dalam aspek akademik misalnya, lembaga ini hanya menyelenggarakan satu fakultas karena berstatus sebagai fakultas cabang IAIN. Lebih dari itu, fakultas cabang IAIN hanya boleh menyelenggarakan pendidikan tinggi tingkat sarjana (S-1) dan tidak diizinkan membuka pendidikan strata lebih tinggi, misalnya S-2 dan S-3.

Kesulitan yang sama terjadi di bidang administrasi. Karena STAIN berstatus sebagai fakultas cabang IAIN, maka masalah administrasi yang berhubungan dengan Departemen Agama pusat harus melalui IAIN induk, sehingga tidak efisien.

Perubahan status fakultas cabang IAIN menjadi STAIN memacu kemandirian lembaga tersebut. Di bidang akademik misalnya, STAIN boleh mengembangkan diri dengan membuka jurusan dan fakultas baru, bahkan menyelenggarakan pendidikan tingkat pascasarjana.

Di bidang pengembangan kelembagaan, STAIN juga dituntut untuk mengembangkan pusat penelitian, perpustakaan, dan lembaga di bawahnya. Secara administratif, perubahan status ini telah memangkas jalur birokrasi. Dengan semangat pengembangan diri ini, STAIN dapat berkembang menjadi centre of excellence bagi masyarakat pada level kabupaten.

Akan tetapi, tidak semua fakultas cabang di lingkungan IAIN memenuhi syarat untuk dijadikan STAIN. Data 2002 menyebutkan bahwa STAIN di Indonesia berjumlah 33 buah. Namun, sejak 2004 STAIN Malang melalui Kepres RI Nomor 50 Tahun 2004 tertanggal 21 Juni 2004 berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.

Jumlah ini merupakan hasil reorganisasi dan relokasi dari 37 fakultas cabang IAIN di seluruh Indonesia. 12 STAIN di antaranya tersebar di Jawa, dan selebihnya di luar Jawa. Dari data yang ada diperoleh keterangan bahwa: 2 STAIN (Curup dan Parepare) membuka 1 jurusan, 14 STAIN membuka 2 jurusan, 12 STAIN membuka 3 jurusan, 3 STAIN membuka 4 jurusan, dan 2 STAIN membuka 5 jurusan.

Nama jurusan pada STAIN serupa dengan nama fakultas di IAIN, yakni Adab, Tarbiyah, Syariah, Ushuluddin, dan Dakwah. Di antara jurusan ini, Jurusan Tarbiyah dan Syariah dibuka pada hampir semua STAIN. Jurusan yang ada pada setiap STAIN kemudian dipecah lagi menjadi program studi.

Daftar Pustaka

Ditperta. Islamic Higher Education in Indonesia. Jakarta: Ditperta Depag, 2001.
–––––––. PERTA, Vol. I, No. 1, September 1997.
–––––––. PERTA, Vol. II, No. 1, September 1998.

Din Wahid