Saleh Darat Semarang, Muhammad

(Kedung Cemlung, Jepara, 1820 – Semarang, 18 Desember 1903)

Muhammad Saleh Darat Semarang adalah seorang ulama besar Jawa Tengah, pelopor penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa Jawa. Ia menekankan perlunya kerja keras, setelah itu penyerahan kepada Allah SWT. Ia mencela orang yang menyerah kepada takdir. Melalui buku dan pesantrennya, pemikirannya tetap hidup di kalangan umat Islam Jawa Tengah.

Saleh adalah anak KH Umar, seorang ulama yang pernah bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro dalam perlawanan melawan penjajah Belanda. Sebagaimana umumnya anak kiai, ia melewati masa kanak-kanak dan remajanya dengan belajar Al-Qur’an dan berbagai macam ilmu agama.

Mula-mula ia belajar pada KH Syahid (ulama besar di Waturoyo, Pati, Jawa Tengah). Setelah itu ia dibawa ayahnya ke Semarang untuk belajar pada beberapa kiai, antara lain KH Muhammad Saleh Asnawi Kudus, KH Ishaq Damaran, KH Abu Abdillah Muhammad Hadi Banguni (mufti Semarang), KH Ahmad Bafaqih Ba’lawi, dan KH Abdul Gani Bima.

Setelah menamatkan pendidikannya di Semarang, Saleh diajak ayahnya ke Singapura. Beberapa tahun kemudian, bersama ayahnya, ia berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Ayahnya wafat di Mekah. Kemudian Saleh bermukim di Mekah selama beberapa tahun untuk menuntut ilmu kepada beberapa orang guru.

Guru Saleh selama belajar di Mekah antara lain adalah Syekh Muhammad al-Murqi, Syekh Muhammad Sulaeman Hasbullah, Syekh Sayid Muhammad Zein Dahlan, Syekh Ahmad Nahrowi, Syekh Muhammad Saleh Zawawi, Syekh Zahid, Syekh Umar asy-Syani, Syekh Yusuf al-Misri, dan Syekh Jamal Mufti Hanafi.

Adapun kawannya semasa belajar di kota itu antara lain adalah KH Muhammad Nawawi Banten (Syekh Nawawi al-Jawi) dan KH Cholil Bangkalan. Setelah belajar beberapa tahun, ia kemudian mendapat pengakuan dari para gurunya untuk mengajar di Mekah. Salah seorang muridnya dari Indonesia adalah KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama.

Ketika pulang ke Semarang, ia segera membuka pesantren di daerah Darat, yang terletak di pesisir pantai kota Semarang. Sejak itu, ia akrab dengan panggilan “Kiai Saleh Darat Semarang”.

Banyak muridnya menjadi ulama terkenal, antara lain KH Hasyim Asy’ari, KH Mahfuz (pendiri Pondok Pesantren Termas, Pacitan), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH Idris (pendiri Pondok Pesantren Jamsaren, Solo), KH Sya’ban (ulama ahli falak di Semarang), Penghulu Tafsir Anom (penghulu Keraton Surakarta), dan KH Dalhar (pendiri Pesantren Watucongol, Muntilan, Magelang).

Salah seorang murid wanitanya adalah R.A. Kartini, pelopor kebangkitan kaum wanita Indonesia.

Kontribusi Saleh Darat dalam dunia pendidikan Islam terbukti dari karya tulisnya, antara lain Kitab Majmu‘ah asy-Syari‘ah al-Kafiyah li al-‘Awwam, (Buku Kumpulan Syariat yang Pantas bagi Orang Awam), Kitab Munjiyat (Buku tentang Penyelamat) yang merupakan saduran dari buku Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Kitab al-hikam (Buku tentang Hikmah), Kitab Latha’if ath-thaharah (Buku tentang Rahasia Bersuci),

Kitab Manasik al-hajj (Buku tentang Manasik Haji), Kitab Fasalatan (Buku tentang Salat), Tarjamah Sabil al-‘abid ‘ala Jauharah at-Tauhid (Terjemahan Mutiara Tauhid), Mursyid al-Wajiz (Pembimbing Singkat), Minhaj al-Atqiya’ (Jalan Orang Bertakwa), Kitab hadits al-Mi‘raj (Buku tentang Peristiwa Mikraj), Kitab Faid ar-Rahman (tentang tafsir Al-Qur’an), dan Kitab Asrar as-salah (Buku tentang Rahasia Salat).

Sebagian besar bukunya sampai sekarang terus diterbitkan ulang oleh Penerbit Toha Putera, Semarang. Buku ini khususnya digunakan di kalangan pesantren dan jemaah majelis taklim di berbagai pelosok Jawa Tengah.

Buku Faid ar-Rahman merupakan kitab tafsir pertama di Nusantara yang ditulis dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Satu eksemplar buku tersebut dihadiahkan kepada R.A. Kartini ketika menikah dengan R.M. Joyodiningrat (bupati Rembang).

Hampir semua karya tulis Saleh Darat ditulis dalam bahasa Jawa dengan huruf Arab (pegon); hanya sebagian kecil yang ditulis dalam bahasa Arab. Hal ini sengaja dilakukan agar tulisannya dapat dipahami dan dicerna masyarakat banyak. Dialah ulama pertama di Jawa Tengah yang mempelopori penulisan buku agama dalam bahasa Jawa sehingga tulisannya sangat digemari masyarakat awam.

Mengenai hal ini, R.A. Kartini, pada waktu mengikuti sebuah pengajian Saleh Darat di pendopo Kesultanan Demak, mengemukakan, “Saya merasa perlu menyampaikan terima kasih yang sedalam­dalamnya kepada Romo Kiai dan kesyukuran yang sebesar­besarnya kepada Allah atas keberanian Romo Kiai menerjemahkan surah al-Fatihah ke dalam bahasa Jawa sehingga mudah dipahami dan dihayati oleh masyarakat awam, seperti saya.

Kiai lain tidak berani berbuat seperti itu, sebab kata mereka Al-Qur’an tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa lain.”

Lebih lanjut Kartini menjelaskan, “Selama ini surah al-Fatihah gelap bagi saya, saya tidak mengerti sedikit pun akan maknanya, tetapi sejak hari ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna yang tersirat sekali pun, karena Romo Kiai menjelaskannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami.”

Saleh Darat selalu menekankan kepada muridnya agar giat menimba ilmu, karena intisari ajaran Al-Qur’an menurutnya adalah dorongan kepada umat manusia agar mempergunakan akalnya untuk memenuhi tuntutan hidupnya di dunia dan di akhirat nanti.

Ia juga terkenal sebagai pemikir dalam bidang ilmu kalam. Menurut Nurcholish Madjid, seorang cendekiawan muslim Indonesia, Saleh Darat sangat kuat mendukung paham teologi Asy‘ariyah dan Maturidiyah. Pembelaannya terhadap paham ini jelas kelihatan dalam bukunya Tarjamah Sabil al-‘abid ‘ala Jauharah at-Tauhid.

Di sini ia mengemukakan penafsirannya terhadap sabda Nabi SAW bahwa akan terjadi perpecahan umat Islam menjadi 73 golongan dan hanya satu golongan yang akan selamat.

Menurutnya, yang dimaksudkan Nabi SAW dengan golongan yang selamat adalah mereka yang berkelakuan seperti yang dilakukan Rasulullah SAW, yaitu melaksanakan akaid, pokok kepercayaan Ahlusunah Waljamaah, Asy‘ariyah, dan Maturidiyah.

Selanjutnya, dalam teori ilmu kalam yang berkaitan dengan perbuatan manusia, ia menjelaskan bahwa paham Jabariyah dan Kadariyah tentang perbuatan manusia adalah sesat; yang benar adalah paham Ahlusunah yang berada di tengah antara Jabariyah dan Kadariyah.

Sebagai ulama yang berpikiran maju, ia senantiasa menekankan perlunya ikhtiar dan kerja keras, setelah itu baru menyerahkan diri secara pasrah kepada Yang Maha Menentukan. Ia sangat mencela orang yang tidak mau bekerja keras karena memandang segala nasibnya telah ditakdirkan Allah SWT.

Sebaliknya, ia juga tidak setuju dengan teori kebebasan manusia yang menempatkan manusia sebagai pencipta hakiki atas segala perbuatannya.

Melalui bukunya dan pesantren yang pernah dibinanya, sampai sekarang pun pikiran dan pendapat Saleh Darat tetap hidup di tengah-tengah masyarakat, khususnya di kalangan umat Islam Jawa Tengah.

DAFTAR PUSTAKA
Madjid, Nurcholish. Islam, Doktrin, dan Perada­ban. Jakarta: Yayasan Paramadina, 1992.
Mulia, Musdah. “Biografi Ulama: K.H. Muhammad Saleh Darat Semarang,” Laporan Penelitian dan Penulisan Puslitbang Lektur Agama, Jakarta, 1993.
____________. “Naskah-Naskah Kuno Yang Bernafaskan Islam di Jawa Tengah.” Laporan Penelitian Puslitbang Lektur Agama, Jakarta, 1994.
Musdah Mulia