Rukun Islam

Sendi-sendi yang menjadi landasan berdirinya ajaran Islam disebut rukun Islam. Kelima rukun Islam adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, puasa di bulan Ramadan, dan menunaikan haji.

Rukun Islam dan rukun iman diungkapkan pada satu hadis Nabi Muhammad SAW yang sama, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar bin Khattab. Setelah Malaikat Jibril menanyakan tentang iman kepada Nabi Muhammad SAW, Jibril melanjutkan pertanyaan, “Apa Islam itu.” Nabi SAW menjawab,

“Islam adalah engkau menyembah Allah SWT dan tidak berbuat syirik kepada-Nya, mendirikan salat, membayar zakat yang diwajibkan, puasa pada bulan Ramadan, dan berhaji ke Baitullah.”

Lima perkara dalam hadis ini kemudian dikenal dengan rukun Islam, yang wajib dilakukan setiap muslim mukalaf. Dari dua rukun tersebut, terlihat bahwa rukun iman me­ nekankan aspek keyakinan, sedangkan rukun Islam aspek amalan.

Artinya, iman adalah aspek batiniah, sedangkan Islam adalah aspek lahiriah. Namun, bagaimanapun juga kedua rukun itu saling terkait satu sama lain karena amal tanpa didasari keyakinan menjadi sia-sia, begitu juga iman tanpa amal tidak fungsional.

Rukun Islam pertama adalah syahadat, yaitu ucapan yang diiringi dengan keyakinan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT (la ilaha illallah Muhammadan rasulullah). Setiap muslim diwajibkan­ mempertegas­ syahadat­ ini karena berdasarkan syahadatlah seseorang melakukan kewajiban dalam ajaran­ Islam. Kalimat syahadat merupakan deklarasi yang sangat tegas untuk mem­bedakan­ jati diri se­orang muslim dari non-muslim. Dan yang lebih penting adalah pemahaman le­bih

mendalam dan koprehensif ten-tang makna­ syahadat tersebut. Pemahaman seperti ini perlu agar ucapan syahadat­ tidak menjadi formalitas­ belaka, tetapi memiliki dampak yang sangat luas dalam segala aspek kehidupan dan perilaku keagamaan dan sosial.

Rukun Islam kedua adalah mendirikan sa­lat, yang secara harfiah berarti “hubungan”, yakni hubungan hamba dengan Tuhan. Salat secara istilah adalah ibadah yang dilakukan dalam bentuk ucapan tertentu, yang dimulai dengan takbir (Allahu Akbar) dan diakhiri dengan bacaan salam (assalamu ‘alaikum wa rahmatullah).

Salat mempunyai kedu­dukan­ yang amat penting dalam Islam dan merupakan­ fondasi yang kokoh bagi tegaknya agama Islam. Hal ini digambarkan Rasulullah SAW dalam hadis yang berarti: “Salat itu tiang agama, barangsiapa yang menegakkan salat maka ia telah menegakkan agama dan barangsiapa yang mening­galkan­ salat berarti ia telah mer-untuhkan fondasi agama” (HR. al-Baihaki).

Mendirikan salat sebagaimana sering diulang-ulang dalam Al-Qur’an dengan kata perintah aqimu, menurut Quraish Shihab, tidak saja sekadar berdiri tegak, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya melaksanakan salat itu dengan sem­purna, lengkap syarat dan rukunnya, disertai dengan suasana batin yang mengiringi setiap ucapan dan gerakan yang dilakukan selama salat.

Salat adalah ibadah yang mulai dilakukan Nabi Muhammad SAW sesuai dengan perintah yang diterimanya dari Allah SWT ketika melakukan Isra Mikraj, dan diikuti para sahabat, para tabiin, dan berlanjut sampai sekarang. Salat adalah ibadah amaliah yang sangat konsisten karena dilakukan dari satu generasi ke generasi tanpa perubahan yang berarti.

Rukun Islam ketiga adalah zakat, yang secara harfiah berarti “tumbuh”, “subur” dan “suci”. Seseorang yang berzakat­ berharap harta yang dizakatkan dapat menjadi suci dari hal yang kotor sehingga bisa selanjutnya bertambah subur. Adapun secara terminologi, zakat adalah pemberian sesuatu yang wajib diberikan dari sekumpulan harta tertentu kepada golongan tertentu yang berhak me­nerimanya.

Golongan yang berhak menerima zakat disebut asnaf. Dalam Al-Qur’an disebutkan delapan asnaf, yaitu fakir, miskin, amil (peng-umpul dan pembagi zakat), mualaf (orang yang baru masuk Islam), budak, orang yang berutang, orang yang berjuang di jalan Allah SWT, dan orang yang sedang dalam perjalanan dengan tujuan kebaikan (jihad fi Sabilillah).

Adapun macam harta yang wajib dizakatkan adalah barang logam (seperti emas dan perak), barang hasil tanaman (seperti kurma dan gandum), dan hasil peternakan (seperti sapi dan unta). Para ulama kontemporer menetapkan uang yang diperoleh dari jasa dan kerja, seperti gaji pegawai negeri dan swasta juga wajib dizakatkan; nisab dan cara pembayarannya dikiaskan (disamakan) dengan emas.

Rukun Islam keempat adalah puasa, yang berasal dari bahasa Arab, œaum, yang berarti “menahan” dan “kosong”. Orang yang berpuasa menahan diri dari dorongan hawa nafsu dan juga mengosongkan perut dari makan dan minum. Definisi puasa secara syariat adalah “menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seksual dari terbit fajar sampai tenggelam matahari”. Puasa diwajibkan selama bulan Ramadan.

Di luar bulan itu, puasa dianggap sunah kecuali mengkada puasa bulan Ramadan. Puasa memiliki nilai khusus di sisi Allah SWT, karena di samping melatih diri untuk berbuat jujur, orang yang berpuasa secara khusus akan dibalas langsung oleh Allah SWT, sebagaimana disebutkan dalam suatu hadis qudsi, “Puasa untuk-Ku dan Aku yang memberi ganjarannya.”

Rukun Islam kelima atau yang terakhir adalah menunaikan ibadah haji ke Baitullah, Mekah. Menunaikan ibadah haji adalah mengunjungi Baitullah, Masjidilharam di Mekah, untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu pula.

Haji diwajibkan bagi kaum muslim yang mampu satu kali seumur hidup. Ibadah haji secara historis sudah dimulai sejak zaman Nabi Ibrahim AS, yang mendapat perintah dari Allah SWT agar ia dan anaknya (Ismail AS) membangun Ka’bah sekaligus menyucikan dan mengajak manusia untuk melaksanakan haji ke sana.

Istilah dalam pelaksanaan ibadah haji berbeda dengan ibadah terdahulu, terutama dalam istilah rukun dan wajib haji. Dalam salat dan puasa, arti rukun dan wajib adalah sama, tetapi dalam haji berbeda. Jika rukun haji ditinggalkan, maka hajinya batal, sedangkan jika wajib haji ditinggalkan, hajinya tidak batal tetapi harus dikenai denda (damm).

Daftar Pustaka

Maududi, Sayid Abul A‘la. Let Us Be Muslims. London: The Islamic Foundation, 1995.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1998.
Tim Ahli Tauhid. Kitab Tauhid. Jakarta: Darul Haq, 2000.

Amsal Bakhtiar