Madrasah Nizamiyah adalah lembaga pendidikan yang didirikan pada 1065–1067 oleh Nizam al-Mulk (wazir Seljuk). Pada mulanya madrasah ini hanya ada di Baghdad. Madrasah Nizamiyah diakui negara dan menjadi tempat pendidikan termasyhur ketika itu. Di antara pengajarnya ada nama besar, seperti al-Ghazali.
Nizam al-Mulk mengembangkan Madrasah Nizamiyah dengan membuka dan mendirikan madrasah serupa di berbagai kota, baik di wilayah barat maupun timur dari daerah kekuasaan Islam.
Madrasah ini antara lain didirikan di kota Balkh, Nisabur, Isfahan, Mosul, Basrah, dan Tibristan. Kota-kota tersebut kemudian menjadi pusat studi keilmuan yang terkenal dalam dunia Islam pada masa itu. Para pelajar berdatangan dari berbagai daerah untuk mencari ilmu di Madrasah Nizamiyah tersebut.
Kesungguhan Nizam al-Mulk dalam membina madrasah yang didirikannya itu tercermin pada kesediaannya menyisihkan waktunya untuk melakukan kunjungan ke Madrasah Nizamiyah di berbagai kota tersebut.
Disebutkan, bahwadalam kesempatan kunjungannya tersebut, ia dengan penuh perhatian ikut menyimak dan mendengarkan kuliah yang diberikan, sebagaimana ia juga terkadang ikut mengemukakan pikirannya di depan para pelajar madrasah itu.
Lembaga pendidikan Islam yang pertama menerapkan sistem yang mendekati sistem pendidikan yang dikenal sekarang adalah Madrasah Nizamiyah tersebut. Kurikulumnya berpusat pada Al-Qur’an (membaca, menghafal, dan menulis), sastra Arab, sejarah Nabi SAW, dan berhitung, dengan menitikberatkan pada mazhab Syafi‘i dan sistem teologi Asy‘ariyah.
Seorang tenaga pengajar di Nizamiyah selalu dibantu oleh dua orang pelajar (mahasiswa) yang bertugas membaca dan menerangkan kembali kuliah yang telah diberikan kepada mahasiswa yang ketinggalan (asistensi).
Sistem belajar di Madrasah Nizamiyah adalah: tenaga pengajar berdiri di depan ruang kelas menyajikan materi kuliah, sementara para pelajar duduk dan mendengarkan di atas meja kecil (rendah) yang disediakan.
Kemudian dilanjutkan dengan dialog (soal-jawab) antara dosen dan para mahasiswa mengenai materi yang disajikan dalam suasana semangat keilmuan yang tinggi.Status dosen di madrasah tersebut ditetapkan berdasarkan pengangkatan dari khalifah dan bertugas dengan masa tertentu.
Untuk menunjukkan betapa madrasah ini mencoba mengembangkan diri menjadi suatu lembaga pendidikan yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman, sesudah Nizam al-Mulk membuka Madrasah Nizamiyah di banyak kota, ia menetapkan untuk memberi gaji setiap bulan bagi setiap tenaga pengajar di madrasah tersebut.
Namun kebijaksanaan Nizam al-Mulk tentang gaji tersebut belum bisa diterima oleh para tenaga pengajar di Madrasah Nizamiyah. Mereka lebih suka tanpa digaji tetapi kesejahteraan hidupnya terjamin. Bagi para dosen, gagasan untuk menggaji guru pada masa itu dipandang sebagai suatu gagasan yang terlalu maju.
Di antara kekuatan Madrasah Nizamiyah adalah pengakuan negara. Madrasah ini telah mencatat nama besar dan orang yang mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar. Di antara mereka adalah Syekh Abu Ishaq asy-Syirazi, fakih Baghdad;
Syekh Abu Nasr as-Sabbagh, Abu Abdullah at-Tabari, Abu Muhammad asy-Syirazi, Abu Qasim al-Alawi, at-Tibrizi, al-Qazwini, al-Fairuz Abadi, Imam al-Haramain Abdul Ma’ali al-Juwaini, dan Imam al-Ghazali.
Madrasah yang sistem pendidikan dan organisasinya ditiru di Eropa ini sempat berjaya sampai akhir abad ke-14, ketika Timur Lenk menghancurkan Baghdad.