Masjid

Masjid adalah bangunan­ atau lingkungan yang didirikan secara khusus sebagai tempat ibadah kepada Allah SWT, khususnya salat. Istilah al-masjid secara kebahasaan berarti “tempat sujud”, dari kata kerja sajada atau yasjudu yang berarti “bersujud”. Orang yang masuk masjid disunahkan mengerjakan­ salat tahyatul masjid dua rakaat. Nabi SAW bersabda, “Jika salah seorang­ kamu memasuki masjid jangan dulu duduk sebelum mengerjakan salat dua rakaat” (HR. Abu Dawud).

Kata al-masjid (bentuk mufrad atau tunggal) dan al-masajid (bentuk jamak) banyak terdapat dalam Al-Qur’an, antara lain dalam ayat-ayat berikut, yang berarti:

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)­ masjid…” (QS.7:31); “Dan siapa­kah yang lebih aniaya dari­pada orang yang menghalang­-halangi menyebut nama Allah di dalam masjid-masjid-Nya dan berusaha untuk meroboh­ kannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah).

Mereka di dunia mendapat kehi­naan dan di akhirat mendapat siksa yang berat” (QS.2:114);

“Hanyalah yang memakmur­kan­ masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,­ serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat, dan ti­dak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS.9:18);

serta “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan­ Allah. Maka janganlah kamu menyembah­ seseorang­ pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah” (QS.72:18).

Bangunan masjid pertama­ didirikan Rasulullah SAW di Madinah­ pada tahun 622 (bulan Rabiulawal tahun perta­ma Hijriah) pada masa permulaan Nabi Muhammad SAW menetap­ di kota itu. Masjid­ itu dikenal dengan nama Masjid Madinah atau Masjid Na­bawi, masjid utama ketiga setelah Masjidilharam dan Masjidilaksa.

Sejarah perkembang­an bangunan masjid­ ber­kaitan erat de­ngan perl­ uasan wilayah Islam dan pem­bangunan kota baru. Sejarah mencatat bahwa pada masa permulaan­ perkembangan Islam ke berbagai negeri, umat Islam ketika menetap­ di suatu daerah baru mem­ bangun mas­jid sebagai salah satu sarana untuk kepentingan umum .

Masjid merupakan salah satu karya budaya umat Islam di bidang teknolo­ gi konstruksi yang telah dirintis sejak masa permulaannya dan menjadi ciri khas dari suatu negeri atau kota Islam. Masjid juga merupakan salah satu corak dan perwujudan kebudayaan Islam terpenting.

Perwujud­an bangunan masjid juga merupa­kan lambang dan cermin kecintaan umat Islam kepada Tuhannya, dan menjadi bukti tingkat perkembangan­ kebudayaan­ Islam.

Keindahan bangunan masjid yang menakjubkan di bumi Spanyol, India, Suriah, Mesir (Cairo), Irak (Baghdad), dan sejumlah tempat di Afrika menjadi bukti peninggalan monumental umat Islam yang pernah mengalami kejayaan di bidang teknologi konstruksi, seni, dan ekonomi.

Keindahan seni bangunan (arsitektur) yang tampak dalam banyak masjid di berbagai belahan du­nia tidak terwujud begitu saja, tetapi melalui proses perkembangan tahap demi tahap, mulai dari bentuk bangunan sederhana sampai bangunan sempurna.

Seni bangunan masjid tidak dapat lepas dari pengaruh seni bangunan Arab, Persia, Bizantium, India, Mesir, Gothik, dan sebagainya. Jenis bangunan ini diberi corak Islam, sehingga pada bangunan masjid di berbagai negeri telah tercipta corak baru, seperti gaya Syro-Egypto (Suriah-Me­sir), gaya His­pano-Moresque (Spanyol-Moor), gaya Persia, gaya Ottoman (Usmani), gaya India, dan gaya Arab.

Perkembangan bentuk dan corak seni bangunan masjid dapat dibagi dalam tiga periode besar:

(1) periode permulaan,­ yang terdiri dari zaman Nabi SAW, al-Khulafa’ ar-Rasyidun (em­pat kha­lifah besar), Dinasti Umayah, dan Dinasti Abbasiyah;

(2) periode pertengahan, yang terdiri dari masa Fatimiyah, Bani Seljuk, Mongol Persia, Mamluk, dan Moor; dan

(3) periode modern, yang terdiri dari masa Safawi di Persia, Mughal India, dan Usmani Turki (Ottoman).

Bentuk, wujud, dan corak seni ba­ngunan masjid sejak zaman para khalifah sampai dewasa ini berbeda antara satu dan lainnya. Persamaan lain terletak pada kompo­nen ter­ penting, seperti terdapat pada Masjid Nabawi­ yang didirikan oleh Nabi SAW, yaitu

(1) lapangan luas terbuka yang disebut sahn;

(2) musala atau al-haram, sebagian­ dari sahn yang diperuntukkan sebagai tempat salat;

(3) kiblat, petunjuk arah salat;

(4) mihrab, tempat imam dalam memimpin salat berjemaah; dan

(5) mimbar, tempat khatib menyampaikan khotbah yang terletak di sebelah kanan mihrab.

Unsur yang diletakkan oleh Nabi SAW ini penting dan harus dimiliki­ oleh sebuah masjid. Karena itu, masjid Nabi SAW itu menjadi cikal bakal tata ruang masjid di seluruh­ dunia.

Bentuk bangunan masjid ada tiga macam:

(1) Bentuk terbuka, yang merupakan bentuk awal, terdiri dari lapangan empat persegi panjang, dan tertutup hanya pada bagian mihrab dan sisi­nya.

Contohnya adalah Masjid Madinah, Masjidilharam, masjid di sekitar Laut Tengah, Masjid Jami Damascus, Masjid Jami Qairawan (sebelum ada pengaruh dari luar), Masjid Samarra yang dibangun­ Dinasti Abbasiyah, Mas­ jid al-Hakim di Mesir yang dibangun oleh Dinasti Fatimiyah, dan Masjid Cordoba di Spanyol yang dibangun oleh Dinasti Umayah.

(2) Bentuk beratap datar, yakni suatu bangunan inti beratap datar tanpa dinding dengan lapangan terbuka. Pada dua sisinya atau di tengah dibuat kubah. Contohnya adalah bangunan Masjid Jami Isfahan yang dibangun Bani Seljuk pada abad ke-11.

(3) Bentuk beratap kubah, yaitu suatu bangunan­ yang tertutup oleh sebuah kubah besar atau be­ berapa kubah­ pada bagian ruangan salat.

Contohnya adalah Masjid Thalkhatan Baba dekat Merv (kota tua di Asia Tengah, yang sekarang terletak di Republik Turkmenistan, yakni pusat peng­ajaran Islam pada masa pemerintahan Bani Seljuk), yang dibangun pada akhir abad ke-11, dan Masjid Aladin Kaykabad di Nedge, yang dibangun oleh Bani Seljuk pada tahun 1223.

Bentuk Bangunan Masjid di Indonesia. Menyimpang dari tiga bentuk tersebut, pengatapan bangunan­ masjid di Indo­nesia pada umumnya berbentuk limas dan bertingkat.

Ada yang tidak memakai kubah (misalnya masjid tua di Jawa)­ dan ada pula yang memakai kubah (misalnya masjid di Sumatera). Ada pula yang beratap datar dengan kubah di bagian ruangan salat, seperti Masjid Istiqlal di Jakarta.

Corak, bentuk, dan komponen bangunan­ masjid di Indonesia ada yang dipengaruhi oleh seni bangunan Indo­nesia-Hindu dan Jawa serta­ ada pula yang dipengaruhi gaya bangunan Timur Tengah, Persia, India, dan Eropa.

Pengaruh seni bangunan Indonesia-Hindu dan Jawa amat tampak pada bentuk dan konstruksi masjid tua, se­perti Masjid Menara Kudus, Masjid Agung Demak,­ Masjid Agung Banten, Masjid Agung Surabaya,­ Masjid Agung Cirebon, dan Masjid Agung Yogyakarta.

Bangunan masjid yang dipengaruhi­ oleh gaya bangunan Timur Tengah, Persia, India, dan Eropa tampak pada masjid yang didirikan kemudian atau masjid tua yang direhabilitasi dengan mengganti atau menambah unsur bangunan tertentu.

Bangunan masjid tua di Indonesia memiliki­ ruangan bujur sangkar atau persegi panjang menyerupai bangunan joglo. Bangunan luar tampak tertutup dengan atap berbentuk­ li­mas tunggal atau bersusun yang biasanya ber­jumlah ganjil.

Pada bangunan masjid seperti ini terdapat barisan tiang yang mengelilingi empat tiang induk di tengah yang disebut “saka guru”, yang menopang atap limas yang disebut brunjung. Barisan tiang sekeli­ling saka guru menopang atap tumpang yang menutup­ ruangan selasar (serambi).

Bangunan masjid tua yang dibuat sejak zaman para wali dan kesultanan terbuat dari konstruksi kayu. Material­ bangunan yang demikian sudah lama dikenal sejak zaman Hindu.

Lantai dasar terbuat dari batu bata atau adukan semen sebagai tempat meletakkan tiang yang berdiri di atas landasan yang disebut umpak. Ukuran dan hiasannya beragam.

Hubung­an antara saka guru dan balok atas serta kerangka atap membentuk semacam jalinan konstruksi denga­n sistem peletakan yang sudah lama dikenal dalam arsitektur kayu di Jawa.

Sejalan dengan perkembangan zaman, corak dan bentuk bangunan masjid di Indonesia juga mengalami perkem­ bangan dan perubahan, baik terhadap masjid tua maupun masjid yang baru didirikan.

Namun masjid yang didirikan oleh Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila umumnya menyerupai bangunan joglo yang berarsitektur Jawa.

Perkembangan tersebut tampak pada masjid tua yang direhabilitasi dengan menambah bangunan baru atau dengan mengganti material bangunan lama (misalnya mengganti tiang kayu dengan tiang batu atau beton, lantai batu dengan ubin, dan dinding sekat kayu dengan tembok batu).

Beberapa masjid yang men­ dapat penambahan bangunan mencakup antara lain Masjid Agung Banten (bangunan menara dan madra­sah), Masjid Menara Kudus (bangunan di bagian depan berupa pintu gerbang dan kubah dengan gaya arsitektur Mesir dan India, yang dipadukan­ dengan bangunan lama bagian belakang dengan gaya arsitektur­ kayu Indonesia), Masjid Agung Su­ rakarta (pintu gerbang dan tembok keliling yang memiliki tiga lubang pintu dengan lengkung runcing­ dan menara tempel yang bermahkotakan­ kubah, yang merupakan­ hasil modifikasi dari pintu gerbang masjid di India), Masjid Sumenep Madura (pintu gerbang yang mengikuti ga­ya arsitektur Eropa), dan Masjid Jami Padangpanjang­ dan Tanah Datar serta Masjid Sarik dekat Bukittinggi di Sumatera Barat (penggantian puncak tumbang dengan mahkota kubah).

Di samping penambahan atau penggantian unsur bangunan pada masjid lama, ada pula masjid di Indo­nesia yang menampilkan corak yang baru sama sekali, misalnya Masjid Raya­ Medan dan Masjid Baiturrahman Banda Aceh, yang mengikuti gaya bangunan masjid di India.

Setelah kemerdekaan muncul pula masjid model baru, seperti Masjid Raya Makassar (Ujungpandang), Masjid Syuhada Yogyakarta,­ Masjid Agung al-Azhar Jakarta, Masjid Istiqlal Jakarta, dan Masjid Salman di lingkungan kampus Institut Teknologi Bandung (ITB)

yang menggunakan konsep arsitektur baru berdasarkan pemikiran ilmiah sebagai dasar pertimbangan untuk­ me­nentukan rancangan desain. Namun demikian,­ di Indonesia belum dikenal adanya gaya Indonesia.

Komponen Masjid. Masjid memiliki sejumlah komponen,­ yaitu kubah, menara, mihrab, dan mimbar. Komponen masjid yang khas terdapat di Indonesia adalah beduk.

Kubah. Salah satu bagian konstruksi bangunan masjid ini muncul kemudian, berbentuk bulat atau setengah bu­latan, dan berfungsi untuk menu­tup bangunan dasar yang berbentuk bundar atau bersegi banyak. Kubah berasal dari bangunan Bizantium­ dan Persia.

Bentuk kubah ini berkem­ bang pada masa Islam sehingga banyak terdapat da­lam seni bangunan Islam, baik pada masjid, makam,­ maupun istana.

Bentuk ini juga terdapat di Barat, seperti pada Pantheon (kuil untuk penyembahan dewa; didiri­kan 27 SM di Roma) dan kubah Gereja Santo Petrus di Roma serta gedung balai kota di Amerika Serikat.

Kubah pada masjid ada yang besar dan ada pula yang ke­cil. Ada masjid yang hanya memiliki satu kubah dan ada pula yang memiliki beberapa kubah (antara lain sebuah kubah besar dengan dikelilingi oleh kubah kecil).

Bentuknya ada yang bundar dan ada pula yang oval. Namun bentuk ini masih bervariasi menurut daerah masing-masing. Kubah masjid di Maroko, Fez, dan Tunisia umumnya tidak tinggi, dan paling banyak ditemui di kota Qairawan.

Kubah masjid di Mesir mempunyai banyak bentuk yang amat bervariasi, antara lain berbentuk setengah­ oval (al-ihliji) dan bentuk kerucut (makhrut). Kubah masjid di Persia berbentuk bawang, lancip ke atas; di India berbentuk agak bulat, di bawah lengkungan­ nya terdapat­ bidang dinding yang disebut trommel kubah; dan di Turki berbentuk setengah bulat, besar, dan tinggi.

Masjid di Indonesia ada yang tidak memakai­ kubah, mis­ alnya bangunan masjid yang menyerupai­ joglo. Lain halnya masjid lama di Minangkabau, sekalipun atapnya berbentuk limas dan bertingkat seperti di Jawa, tetap ditutup dengan­ kubah.

Demikian pula masjid di daerah lain. Bentuk kubah­ nya melengkung seperti corak masjid di negeri Islam lain, misalnya Masjid Raya Medan dan Masjid Raya Banda Aceh.

Menara. Bangunan ini mendampingi bangunan suatu masjid. Penambahan menara bukan hanya sekadar me­nambah keanggunan dan keindahan bangunan masjid, tetapi berfungsi sebagai tempat mengumandangkan azan yang dilakukan oleh muazin.

Pada masa Nabi SAW dan al-Khulafa’ ar-Rasyidun, Masjid Madinah belum memiliki menara seh­ ingga seorang muazin yang mengumandangkan azan hanya berdiri di atas tembok masjid.

Bangunan menara pada masjid diambil dari mo­del yang telah digunakan pada bangunan­ lama di Suriah dan Per­sia. Jumlah menara pada setiap masjid berbeda, ada yang hanya satu buah, ada yang dua, empat, atau lima buah.

Bentuknya ada yang bundar, ada yang bersegi empat atau lebih, dan ada pula yang bertingkat. Bentuk ujung mena­ ra pun bervariasi,­ ada yang empat persegi (murabba‘ah), kerucut (makhrut), ceret (dauraq), lembing (maslahatun hirbah), belimbing (minsyar), dan lain-lain. Ada menara yang terletak menya­tu­ dengan bangunan induk dan ada pula yang terpisah.

Menara masjid di Arab berbentuk ceret,­ lembing, dan belimbing; di Turki dan Yugoslavia berbentuk jirus (merun­cing) semampai, tinggi menjulang ke angkasa, dan berbentuk­ kerucut; di Persia juga berbentuk kerucut; dan di Andalusia serta Maroko berbentuk empat persegi.

Di Mesir terdapat berbagai bentuk menara yang tidak mempunyai tipe tert­entu; ada yang terdiri dari dua tingkat atau lebih, dan ada pula yang empat persegi, enam persegi, dan lain-lain. Selain itu, puncaknya pun bermacam-macam dan penuh dengan ukiran, mulai dari bawah sampai ke puncak.

Masjid di Indonesia juga memiliki macam-ma­cam ben­tuk menara. Ada yang berbentuk mercusuar,­ seperti menara Masjid Agung Banten yang bertingkat dengan bangunan bawah berbentuk prisma segi delapan, semakin ke atas se­makin kecil.

Bagian atasnya bertingkat dua, masing-masing berbentuk setengah bola yang dibatasi oleh pelipit dan pa­gar. Ada yang puncaknya berbentuk mahkota stupa, seperti menara Masjid Agung Demak.

Ada pula menara yang terdiri dari kaki, dan tubuh ba­ngunannya berjenjang beserta pelipit mendatar sebagai pembatas,­ bagian atasnya berbentuk atap tumpang dengan konstruksi kayu, misalnya menara Masjid Menara Kudus yang mirip dengan bangunan candi zaman Majapahit. Ada pula yang berbentuk kerucut atau runcing, seperti menara Masjid Istiqlal.

Mihrab. Mihrab adalah sebuah ruangan atau relung di dalam masjid yang terletak di depan sekali, berfungsi se­bagai tempat imam dalam memimpin salat berjemaah dan sebagai petunjuk arah kiblat ke Masjidilharam di Mekah.

Ada yang berukuran kecil dan ada pula yang besar. Bentuknya­ di bagian depan­ juga bermacam-macam dan biasanya penuh dengan hiasan. Masjid di Indonesia pada umumnya memiliki ruang mihrab dengan dinding di sebelah barat­ laut sebagai dinding kiblat menghadap ke arah Ka’bah di Mekah.

Pada dinding bagian muka dibuat­ ceruk yang berbingkai melengkung. Pada kiri kanan relung terdapat bingkai tegak; bagian atasnya berbentuk lengkungan setengah lingkaran atau lengkungan runcing, dan ada pula lengkungan­ bersusun.

Mimbar. Semula mimbar berarti tempat duduk yang agak ditinggikan dan diperuntukkan bagi Nabi SAW di Masjid Mad­inah jika Nabi SAW berkhotbah menghadap kaum muslim yang duduk bersaf-saf.

Kemudian atas usul Tamim ad-Dari, salah seorang sahabat dan periwayat hadis yang melihat orang memakai mimbar di Damascus, dibuat­kan mimbar untuk Nabi SAW.

Mimbar itu diberi dua buah anak tangga oleh seorang tukang yang bernama Kilab, hamba sahaya Abbas bin Abdul Muthalib. Mimbar kemu­dian berarti tempat khatib berkhotbah yang terbuat dari kayu dan pualam serta ditempatkan di sisi kanan mihrab.

Mimbar tertua dalam bentuk sempurna terdapat­ di Mas­jid Sidi Uqbah di Qairawan dari abad ke-9. Jumlah tangga mimbar antara satu masjid dan lainnya tidak sama, ada yang dua, lima, sampai tujuh atau lebih yang dihiasi dengan ber­macam-macam ukiran pula. Namun ada juga masjid yang tidak memakai mimbar dalam bentuk tangga, melainkan menggunakan podium.

Bentuk mimbar di Indonesia ada yang menyerupai­ sing­ gasana dengan sandaran tangan, misalnya mimbar Masjid Agung Cirebon dan Demak. Mimbar Masjid Agung Cirebon terbuat dari kayu jati dengan ukiran padat, bagian mahkota­­nya membentuk hiasan seperti kala makara yang disamarkan­ agar tidak mencolok.

Pada Masjid Agung Banten mimbarnya­ diberi hiasan ukiran yang diperkaya­ dengan warna cat merah dan kuning emas, serta bagian puncaknya yang berbentuk lengkung dihiasi dengan motif kaligrafi Arab.

Beduk. Sejenis gendang besar dan panjang ini terbuat dari pohon kayu pilihan dengan ukuran panjang 2 m atau lebih yang berbentuk silinder atau cembung simetris.

Mulutnya ada yang ditutupi selembar­ membran pada satu sisi atau kedua sisinya dengan lembaran kulit. Sistem peregangan mem­ brannya ada yang memakai kayu pasak dan ada pula dengan paku berkepala besar.

Beduk­ yang memakai sistem peregan­gan dengan pasak­ kayu terdapat pada Masjid Hasanuddin Banten dan Masjid Sunan Gunung Jati Cirebon. Ada pula jenis beduk yang memakai dua lembar membran dengan sistem peregangan pasak kayu.

Saat ini beduk terbesar terdapat di Masjid Istiqlal Jakarta. Beduk yang berdiameter 1,89 m ini terbuat dari potongan kayu jati gelondong dari Jawa Tengah.

Beduk merupakan ciri khas masjid di Indonesia. Dari segi fungsi, beduk merupakan pa­sangan menara. Jika beduk ditabuh untuk memberi tahu umat Islam tentang masuknya waktu salat, maka selanjutnya akan dikuman­dangkan suara azan yang mengambil tempat di menara.

Sejumlah masjid menggunakan kentungan (Jawa)­ atau kohkol (Sunda) yang terbuat dari kayu yang dilubangi pada bagian bidangnya; fungsinya sama dengan beduk. Beduk dan kentungan biasanya digantungkan­ pada ruang serambi masjid.

Selain untuk menandakan masuknya waktu salat, beduk atau kentungan juga digunakan untuk keperluan­ lain. Di Masjid Ageng dan Masjid Mangku­negaran Solo beduk ditabuh setiap pukul 12 tengah­ malam.

Di Tulung Agung beduk ditabuh tepat pukul 12 siang, pukul 12 malam, dan pukul 11 siang hari Jumat. Di beberapa masjid di Jakarta beduk dibunyikan setiap hari Jumat pukul 8 atau 9 pagi untuk mengingatkan akan dilaksanakannya salat Jumat.

Untuk memberitahukan masuknya bulan Ramadan,­ beduk ditabuh sesudah salat zuhur, salat asar, dan salat isya sehari sebelum Ramadan. Pada wak­tu tertentu di malam hari sepanjang bulan Ramadan, beduk juga di­bunyikan untuk mengingatkan waktu sahur.

Pada siang hari di akhir bulan Ramadan, beduk dipukul untuk mengingatkan umat Islam membayar zakat fitrah. Pada malam hari menjelang Idul Fitri dan Idul Adha, beduk ditabuh beberapa kali secara bergantian. Bahkan di beberapa­ daerah beduk juga dibawa berkeliling dengan kendaraan pada malam takbiran.

Beduk atau kentungan juga berfungsi sosial. Di Jakarta dan Yogyakarta terdapat kebiasaan memukul­ beduk untuk memberitahukan adanya warga yang meninggal dunia.

Hiasan pada Masjid. Pintu dan jendela masjid pada um­umnya berbentuk lengkungan tapal kuda. Tiang masjid juga bermacam-macam. Ada yang berbentuk bulat dan ada pula yang persegi. Ada yang terbuat dari kayu, ada pula dari beton dan besi.

Hiasan bagian dalam dan luar tampak dominan pada kubah, menara, mihrab, mimbar, dinding, tiang, pintu, jendela, lantai, dan berbagai gapura berupa seni ukir.

Seni ukir Islam pada masa permulaan terpusat pada masjid dan istana. Sebagaimana perkembangan­ bangunan masjid, seni ukir baru memasuki interior­ masjid pada masa Dinasti Umayah (661–1031).

Bentuk dan motif ukiran sejak masa itu sampai kini terbatas pada bentuk geometris dengan motif nabati (daun dan bunga). Bentuk dan motif ini konon meru­pakan kreasi asli umat Islam, yang dikenal oleh orang Eropa sebagai arabes (arabesque). Ini kemudian­ disusul­ dengan seni kaligrafi Arab yang sangat mendominasi­ hiasan interior masjid.

Hiasan masjid di Indonesia juga terdiri dari bera­gam ukiran dengan motif geometris­ dan kaligrafi. Bagian bidang tiang dihiasi dengan ukiran dengan motif ilmu ukur dan motif lambang. Bagian luar dinding ruangan­ mihrab tidak dibiarkan polos, ada yang menggunakan motif geometris, kaligrafi Arab, dan sebagainya.

Hiasan pada beberapa masjid di Indonesia adalah­ sebagai­ berikut. Mihrab Masjid Agung Cirebon dihiasi dengan tem­pelan adukan kapur dan diukir dengan motif bunga teratai dan makara. Pada masjid ini juga terdapat hiasan tempelan piring porselen Cina.

Pada Masjid Mantingan Jepara terdapat motif medalion pada hiasan tempelan batu kapur dengan gubahan motif sulur, motif kera yang disamarkan,­ dan motif taman. Pada puncak atap berbagai masjid tua yang bergaya joglo terdapat hiasan struktur dengan sebutan “mustaka”.

Dinding Masjid Sumenep Madura dihiasi kaligrafi bermotif Arab-Jawa. Pada Masjid Raya Medan terdapat jendela kaca berhiaskan motif tanaman dan motif geometris serta tegel berwarna berhiaskan­ motif geometris. Motif kaligrafi Arab menghiasi dinding Masjid al-Azhar Jakarta dan gapura Masjid Agung Surakarta.

Fungsi Masjid. Selain digunakan untuk tempat melakukan­ salat lima waktu, salat Jumat, salat tarawih, dan ibadah lain­nya, masjid juga digunakan untuk kegiatan syiar Islam, pen­didikan agama, pengajian, dan kegiatan lainnya yang bersifat sosial.

Fungsi masjid yang sesungguhnya dapat dirujuk pada sejarah masjid paling awal, yaitu penggunaan masjid pada masa Nabi SAW, al-Khulafa’ ar-Rasyidun, dan seterusnya. Pada masa itu masjid paling tidak mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi keagamaan dan fungsi sosial.

Fungsi masjid bukan hanya tempat salat, tetapi juga lembaga untuk mempererat hubungan dan ikatan jemaah Islam yang baru tumbuh. Nabi SAW mempergunakan­ masjid sebagai tempat menjelaskan wahyu yang diterimanya,­ memberikan jawaban atas per­tanyaan para sahabat tentang berbagai masalah, memberi fatwa, mengajarkan agama Islam, membudayakan musy­awarah, menyelesaikan perkara dan perselisihan, mengatur serta membuat strategi militer, dan menerima perutusan dari Semenanjung Arabia.

Masjid Nabawi memiliki suatu ruangan yang disebut­ suffah, yaitu tempat menyantuni kaum fakir dan tempat tinggal bagi mereka yang ingin mendalami Islam. Keadaan ini berlan­jut hingga pada masa al-Khulafa’ ar-Rasyidin. Mereka terpilih menjadi khalifah dan dibaiat atau dilantik di dalam masjid.

Ru­angan depan Masjid Nabawi mereka jadikan­ sebagai tempat menyelenggarakan adminis­trasi negara. Demikian pula pada masa Dinasti Umayah. Masjid­ dijadikan tempat pertemuan politik. Para khatib masjid­ berperan sebagai ujung tombak dalam­ mendukung politik pemerintah.

Pada zaman Abbasiyah (750–1258), fungsi politik masjid mulai ditinggalkan. Semua urusan negara diselenggarakan­ di istana. Masjid pada masa ini berfungsi sebagai tempat pertemuan ilmiah bagi para sarjana dan ulama.

Masjid memiliki andil dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam yang mencapai puncaknya pada masa dinasti tersebut. Masjidilharam selain sebagai pusat ibadah juga dijadikan sebagai tempat mendalami ilmu agama dalam berbagai mazhab.

Masjid yang memi­liki­ beragam fungsi tersebut terdapat di Mesir, Spanyol, Afrika Utara, Persia, dan sebagainya­ ketika Islam berjaya di tempat tersebut.

Di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, masjid ber­fungsi sebagai tempat untuk melaksanakan­ ibadah salat, belajar membaca Al-Qur’an bagi anak-anak, dan mem­peringati hari besar Islam.

Di daerah perkotaan, selain fungsi­ tersebut, masjid juga digunakan untuk tempat pembinaan generasi muda Islam, ceramah dan diskusi ke­agamaan, dan perpustakaan.

Personalia Masjid. Sejak masa permulaan Islam di Madi­nah, masjid sudah dilengkapi dengan personalia, yaitu imam, khatib, muazin, dan staf pegawai. Pada masa permulaan­ pemerintahan Islam (paling tidak hingga masa al-Khulafa’ ar-Rasyidun), khalifah atau kepala negara di samping sebagai pemimpin perang dan kepala pemerintahan,­ juga menjadi imam dalam salat.

Para gubernur juga bertindak sebagai imam salat di samping kepala urusan pajak. Jabatan khatib sebanding dengan jabatan­ imam masjid. Kepala negara dan gubernur juga bertugas sebagai khatib masjid.

Khatib bu­kan hanya berpidato di atas mim­bar, tetapi juga membuat keputusan dan mengemukakan­ pandangannya tentang masalah politik dan keinginan umum, seperti terdapat pada masa al-Khulafa’ ar-Rasyidin dan Dinasti Umayah. Pada Masa Abbasiyah, khatib dipercayakan­ kepada ulama­ atau orang yang terpelajar di bidang agama.

Azan mulai disyariatkan pada tahun 2 H/624 M. Ketentu­ an ini didasarkan atas musyawarah Nabi SAW dengan para sahabatnya tentang cara untuk memberitahu umat Islam mengenai masuknya waktu salat­ atau memanggil­ mereka untuk salat.

Dalam musyawarah­ itu ada yang mengusulkan agar meniup terompet, ada pula yang me­nyarankan memukul naqus (kentungan), dan yang lain menganjurkan menyalakan api. Masing-masing merupakan tradisi kaum Yahudi, Kristen, dan Majusi.

Dalam masa itu Abdullah bin Zaid, sahabat Nabi SAW, mendapat mimpi agar digunakan­ cara menyeru (nida’). Umar bin Khattab pun mendapatkan mimpi yang sama. Akhirnya yang di­gunakan adalah cara menyeru. Bilal bin Rabah terpilih sebagai muazin pertama karena suaranya bagus dan merdu.

Untuk mengurus segala keperluan masjid di­perlukan staf pegawai yang melayani keperluan jemaah dan mem­ bersihkan serta merawat masjid. Staf pelayanan masjid sudah ada sejak Masjid Ma­dinah didirikan. Hal lain yang penting untuk me­ngelola kegiatan masjid adalah ad­ministrasi dan manajemen masjid secara rapi dan teratur.

Nama dan Profil Beberapa Masjid. Ada masjid yang diju­ luki masjid jami, masjid raya, dan masjid agung. Masjid jami dan masjid raya berarti masjid yang terpenting dalam suatu wilayah.

Masjid agung biasanya memiliki kaitan dengan­ suatu kesultanan atau kerajaan Islam yang di­bangun oleh sultan, dan terletak di kompleks kesultanan atau keraton. Sudah menjadi tradisi dalam sejarah bahwa­ para khalifah atau sultan dan raja Islam membangun masjid di sekitar kompleks kesultanan atau keraton.

Ada pula masjid yang dinamai menurut pendirinya, peristiwa, dan tempat berse­jarah. Berikut disebutkan nama masjid di berbagai negeri dan uraian global­ tentang profil beberapa masjid penting, terutama­ unsur bangunannya yang menonjol.

Hijaz. Di Hijaz berdiri dua masjid uta­ma, yaitu Masjidilhar­ am di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah. Kedua masjid ini semula berbentuk amat sederhana dan dalam masa kurang lebih 14 abad telah berkali-kali diperluas dan diperindah atau diganti dengan bangunan baru sejak masa pe­merintahan Khalifah Umar bin Khattab hingga pemerintahan Kerajaan Arab Saudi sekarang.

Di Mekah dan sekitarnya ada pula masjid lain, antara lain Masjid Jin yang terletak di kampung Ma’ala dan Masjid al-Bai’ah yang mengabadikan peristiwa Baiat Aqabah Pertama dan Baiat Aqabah Kedua. Di Mina terdapat Masjid Nahar dan di Padang Arafah terdapat Masjid Namirah.

Di Madinah terdapat antara lain Masjid Jumu‘ah (tempat Nabi SAW melakukan salat Jumat pertama), Masjid Gamamah (lapangan tempat salat hari raya yang pertama dalam Islam), Masjid Quba, Masjid Bani Quraizah, Masjid Ubay bin Ka‘b, Masjid Salman, dan Masjid Ali.

Yerusalem. Di kota Yerusalem terdapat dua masjid yang bernilai sejarah, yaitu Masjidilaksa (masjid utama kedua) dan Masjid Umar yang terletak di lapangan luas dengan panjang sekitar 500 m. Masjidilaksa disebut juga al-haram asy-Syarif atau al-haram al-Quds.

Masjidilaksa telah beberapa kali mengalami perbaikan­. Bangunannya­ mempunyai dua buah sayap yang mas­ing-masing mempunyai­ mihrab. Yang satu disebut Mihrab Umar sebagai peringatan­ atas Khalifah­ Umar bin Khattab yang pernah salat di tempat itu ketika berkunjung ke kota Yerusalem, dan yang lainnya disebut Mihrab Zakaria.

Mihrab tersebut dihiasi dengan mozaik dan terdapat tulisan bahwa mihrab yang indah itu dibuat oleh Sultan Salahuddin tahun 583 H/1187 M. Jendela kaca yang ada di bagian atas mihrab dibuat pada abad ke-16. Adapun mimbarnya yang penuh ukiran dibuat pada tahun 564 H/1168 M.

Masjid Umar lebih berfungsi­ sebagai monumen per­ingatan atas kun­jungan Umar bin Khattab ke Yeru­salem untuk mene­rima­ penye­rahan kota itu dari umat Kristen setelah jatuh ke tangan umat Islam.

Masjid ini berbentuk segi delapan dan mempunyai empat buah gapura yang menghadap ke setiap penjuru, dan sebuah kubah besar. Pada trommel di bawah kubah terdapat tulisan ayat Al-Qur’an yang berhubung­an­ dengan Nabi Isa AS, yang ditulis dengan huruf Kufi.

Kubah ini pernah­ diperbaiki dan diperbarui­ pada tahun 1882. Baik kubah atau dinding luarnya dihia­si­ dengan kaca dan batu permata yang berwarna­-warni, gemerlapan ketika­ ditimpa si­nar matahari.

Hiasan interiornya­ cukup ramai, penuh dengan­ ukiran yang halus, mozaik, dan lain-lain. Tiangnya terbuat dari batu pualam berbagai­ corak. Seni bangunan Masjid Umar ini merupakan perpaduan antara seni ba­ngunan Bizantium, Arab, dan Persia.

Suriah. Masjid Umayah merupakan­ salah satu bangunan masjid terpenting di Damascus. Bangunan ini berasal dari sebuah rumah pemujaan­ bangsa Yunani yang dibuat kira-kira tahun 1000 SM. Kemudian kaum Nasrani mengubahnya menjadi gereja. Yang pertama kali memfungsikannya sebagai masjid adalah Abu Ubaidah bin Jarrah.

Semula sebagian dari bangunan itu digunakan untuk gereja dan sebagian lagi untuk masjid. Akan tetapi, karena jumlah umat Islam bertambah­ banyak dan sebaliknya kaum Nasrani berkurang, maka Khalifah al-Walid I (86 H/705 M–97 H/715 M) memban­gun keseluruhan bangunan­ gereja itu menjadi masjid dengan mengubah­ bentuknya.

Untuk orang Nasrani dibangun gereja­ baru. Sebagian bangunan kuno gereja, seperti dua dari tiga buah saumaah (balkon), masih dipakai­. Masjid ini dibangun dengan teknologi “modern” dengan memperhatikan aspek estetisnya.

Unsur bangunan masjid secara lengkap telah terdapat dalam masjid ini, seperti mihrab, mimbar, menara selain tiang, dan dinding serta atap yang dihiasai dengan ukiran indah dari bahan mahal. Namun

masjid yang dibangun al-Walid I ini terbakar pada tahun 461 H/1069 M. Masjid ini kemudi­ an diganti dengan bangunan baru yang berbeda dari bentuk pertama dan mengikuti model masjid biasa. Ban­

gunan baru ini memiliki lahan luas, tiga buah menara, tiga buah kubah, empat buah mihrab, tiga buah saumaah, dan empat buah gapura. Kubah sebelah barat yang merupakan kubah­ terbesar disebut Kubah Aisyah, disangga oleh 8 tiang marmer berukir. Kubah sebelah timur disebut­ Kubah Zainal Abidin dan juga disangga oleh 8 tiang marmer.

Kubah ketiga di tengah lahn berbentuk agak kecil, tetapi indah; bentuknya segi delapan­ dan disangga 4 buah tiang marmer, di bawahnya ada pancaran­ air dan tempat berwudu. Saumaah yang terdapat di dalam digunakan untuk tempat iktikaf dan zikir.

Saumaah sebelah timur dan barat merupakan pen­ inggalan bangunan lama buatan orang Romawi. Di bawah saumaah sebelah timur terdapat­ kolam tempat berwudu. Saumaah ketiga dibuat oleh orang Islam, terletak di sebelah utara.

Bidang dindingnya­ dihiasi dengan ukiran dan tulisan Arab. Jendelanya terbuat dari kaca berwarna-warni, lantain­ ya marmer, langit-langitnya terbuat dari kayu sanubar yang dilapisi dengan emas, sementara mihrabnya dihiasi dengan mozaik dan permata.

Enam ratus buah kandil kaca dari berbagai jenis menerangi ruangan masjid yang besar ini. Ada pula masjid lain yang penting dalam sejarah di Suriah, antara lain Masjid Ijabah, Masjid Rajah (terletak dekat pintu masuk ke Madinah dari Suriah, disebut juga Masjid Zubah karena letaknya di Bukit Zubah),­ dan Masjid Senaniyah.

Irak. Pada Masa Abbasiyah terdapat ribuan masjid di kota Baghdad. Masjid Jami al-Mansur merupakan masjid tertua yang didirikan oleh Kha­lifah Abu Ja‘far al-Mansur (137 H/754 M–159 H/775 M), terletak di depan Istana Qasr az-Zahab.

Luas lahan pada saat didirikan 10.000 m2, terbuat dari batu bata, tiangnya dari kayu balok dan besi. Khalifah­ Harun ar-Rasyid (170 H/786 M–194 H/809 M) per­nah memperbaruinya dengan bangunan yang lebih indah. Pada dinding masjid sebelah luar terdapat prasasti yang bertuliskan nama Harun ar-Rasyid dan tahun pem­baruannya (172 H/789 M).

Pada tahun 280 H/893 M masjid ini diperindah dan diperluas lagi oleh Khalifah al-Mu‘tadid (279 H/892 M–290 H/902 M) dengan­ memasukkan Istana Qasr az-Zahab sebagai bagian dari masjid. Bentuk istana ini diubah dan dipadukan dengan bangunan masjid.

Masjid lain yang pernah ada di kota Baghdad antara lain Masjid Raya ar-Risyafah (didirikan­ oleh Khalifah al-Mahdi [159 H/775 M–169 H/785 M), Masjid Jami Qasr al-Khilafah (terletak di kompleks istana, didirikan oleh Khalifah al-Muktafi [290 H/902 M–296 H/908 M] sebagai pengganti bangunan­ penjara yang dibuat oleh Khalifah al-Mu‘tadid), dan Masjid Jami Qatiyah Um Ja‘far.

Di kota Kufah berdiri Masjid Kufah yang merupakan­ sebuah masjid tua, yang didirikan tahun 18 H/639 M ketika kota itu dibangun oleh umat Islam. Pembangunannya di­ mulai sejak tahun 17 H/638 M. Ba­han bangunannya di­ambil dari bahan bangunan Persia lama dari Hirah. Masjid ini sudah memiliki mihrab dan menara.

Di kota Samarra yang terletak di sebelah utara Baghdad pernah dibangun sebuah masjid raya oleh Khalifah al-Muta­wakkil (232 H/847 M–247 H/861 M). Keistimewaan masjid ini terdapat pada menaranya yang berbentuk spiral; jenjangnya menuju ke puncak (tempat muazin) berbelit-belit seperti sebuah sekrup besar­.

Mesir. Masjid tertua di Mesir adalah Masjid Amr bin As, yang disebut juga Masjid al-Atiq. Masjid ini dibangun oleh pahlawan Islam, Amr bin As, yang menaklukkan negeri itu. Pembangunannya disaksikan­ oleh delapan puluh orang sahabat Nabi SAW karena masih dalam masa al-Khulafa’ ar-Rasyidun, yakni ketika Khalifah Umar bin Khattab berkuasa.

Masjid ini terletak di atas tanah wakaf Qaisabah­ bin Kulsum di bagian utara benteng Babilonia. Panjangnya 50 hasta dan lebar 30 hasta; pada waktu pertama kali didirikan, masjid ini berukuran jauh lebih kecil dari yang sekarang­. Atapnya datar mengikuti gaya bangunan Mesir Kuno, terbuat dari kayu yang keras.

Di dalamnya­ terdapat enam deretan pilar marmer, tiap deretan­ mempunyai 21 lengkungan (arcade). Pada deretan pertama dekat mihrab terdapat pilar kembar yang mempunyai­ empat menara setinggi 105 kaki di tiap penjuru serta dua buah pintu di utara dan di barat.

Masjid ini juga dilengkapi de­ngan tempat bermalam bagi para musafir dan kolam­ untuk umum. Masjid ini telah beberapa kali dire­ habilitasi sepanjang perjalanan­ sejarahnya.

Di Cairo terdapat Masjid Ibnu Tulun yang didirikan­ oleh Sultan Ahmad bin Tulun tahun 234 H/876 M. Denahnya mengambil contoh Masjidilharam,­ bentuknya mirip dengan Masjid Amr bin As. Di dindingnya membu­jur sebuah balok yang dihiasi dengan ayat Al-Qur’an. Pilarnya besar dan lebar, pada sudutnya diberi kolonet (tiang bundar me­lekat seperti seni bangunan Gotik).

Pintunya dihiasi­ dengan ukiran dan tulisan Arab. Di bagian atas dinding terdapat ventilasi udara. Menaranya setinggi 135 kaki bertingkat­ tiga; tingkat perta­ma empat persegi, tingkat kedua enam persegi, dan tingkat ketiga delapan per­segi. Pada tahun 1928 Kementerian Wakaf Kerajaan Mesir merehabili­tasi masjid ini dan membuat sebuah taman di dekatnya.

Masjid lain yang penting di Cairo adalah Masjid al-Azhar. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Jenderal Jauhar as-Siqilli tahun 361 H/971 M sebagai­ warisan monumental­ dari Kekhalifahan Fatimiyah­.

Bangunannya yang dihiasi dengan berbagai ragam ukiran lebih indah dan sempurna daripada Masjid Ibnu Tulun. Tentu saja keindahannya dicapai­ setelah melalui masa yang pan­jang, yang dilakukan­ oleh berbagai generasi­.

Khalifah al-Aziz kemudian mengubah fungsi Masjid al-Azhar menjadi pusat pendidikan tinggi Islam, yang sekarang dikenal dengan Universitas al-Azhar. Ruangan tengah­ terdiri dari lahan dan liwan (ruang salat), yang dikelilingi 380 pilar dari marmer dan batu granit.

Di atas tiang dibuat arcade berbentuk lunas sep­erti gaya bangunan Persia, mempunyai enam pintu, kubah, dua menara, dua mihrab, ruang salat dan ceramah, serta ruang perpustakaan.

Masjid lain yang indah adalah Masjid Sultan Qalawun. Mas­jid ini didirikan Sultan Mansur Qalawun dari Dinasti Mamluk (memerintah­ 1279–1290) pada 1284, dan disele­saikan oleh putranya, Sultan Nasir, pada tahun 1293.

Masjid ini dilengkapi­ dengan bangunan sekolah, rumah sakit, dan turbah (ban­ gunan makam berbentuk masjid, lengkap dengan kubah) Sultan Qalawun. Gapuranya­ terbuat dari batu pualam putih dan hitam,­ pintunya berlapis tembaga dan dihiasi dengan ukiran arabes yang indah.

Masjid terindah di Cairo adalah Masjid Sultan Hasan yang didirikan tahun 1356. Masjid ini berbentuk palang Yunani dengan enam buah menara yang tingginya tidak sama, yang tertinggi 86 m dan lainnya 76 m, 64 m, 56 m, 55 m, dan 44 m.

Masjid ini mempunyai sebuah kubah besar setinggi 21 m yang menutupi ruangan salat (liwan). Dindingnya terbuat dari batu dan dihiasi dengan ukiran relief yang dipahat,­ tulisan Arab, dan mozaik. Mimbarnya terbuat dari kayu yang dilapisi dengan emas dan perak.

Masjid Sultan Barquq didirikan tahun 784 H/1384 M oleh Sultan Barquq dari Kesultanan Mamluk. Pembangunannya­ disempurnakan oleh putranya, Sultan Abdul Aziz dan Sultan Faraq­. Menaranya merupakan salah satu yang terindah di Cairo.

Ruangan salat mempunyai tiga deretan­ tiang marm­er. Di sebelah kanan terdapat turbah Sultan Barquq, yakni makamnya dan makam putranya. Di sebelah kiri terdapat pula turbah ke­luarga perempuan sultan.

Dinasti Mamluk mendirikan pula masjid lain, yaitu Masjid al-Muayyad. Masjid ini didirikan oleh Sultan Mahmud al-Muayyad pada tahun 818 H/1415 M. Pintu masuk masjid ini dilapisi dengan tembaga dan dihiasi dengan ukiran.

Dinding bawah mihrab terbuat dari marmer dan pualam yang diukir­ dengan batu permata. Mihrab ini mempunyai beberapa lengkungan yang disangga oleh tiang pualam­.

Pada bagian atasnya terdapat jendela­ kecil dari marmer putih yang dihi­ as dengan ukiran­ arabes dan tulisan Arab serba keemasan. Ruangan liwan sering kali dipakai oleh Perguruan al-Azhar untuk kuliah dan ceramah.

Masjid lain dari masa Dinasti Mamluk adalah Masjid Qait Bey, yang didirikan oleh Sultan Qait Bey tahun 872 H/1468 M. Keistimewaannya terletak pada kubah dan menara azannya yang bertingkat tiga, yang merupakan salah satu menara terindah di kota Cairo.

Keindahannya dapat mewakili seni arsitektur Islam dan telah melahirkan gaya baru yang dikenal dengan gaya Qait Bey. Masjid lain yang memiliki hubungan dengan­ sejarah Mesir pada masa Islam adalah seperti Mas­ jid Rifai, Masjid Muhammad Ali, Masjid al-Hasanain, Masjid al-Hakim, Masjid Aqsunsur atau Masjid Biru, dan Masjid Mar al-’Asa.

Afrika Utara. Di Afrika Utara terdapat juga masjid yang nilai seninya tinggi. Masjid tertua adalah Masjid Qairawan yang dibangun tahun 675 oleh panglima Islam, Uqbah bin Nafi, yang membebaskan Afrika Utara pada masa pemerintahan Bani Umayah.

Pembangunannya sejalan de­ngan pemban­ gunan kota Qairawan. Masjid ini dikenal­ pula sebagai Masjid Sidi Uqbah. Masjid ini berbentuk persegi empat dan amat luas. Tiangnya yang besar terbuat dari batu pualam, kapitel (bagian atas tiang lebih besar dibandingkan bagian bawah, berfungsi sebagai tempat membuat arcade atau lengkungan yang menghubungkan­ satu tiang dengan tiang lain) nya dihiasi­ dengan relief dalam berbagai motif.

Dinding dalam dan langit-langitnya dihiasi dengan ukiran dan tulisan ayat Al-Qur’an. Kubahnya yang besar berbentuk agak rendah. Menara azannya mempunyai­ tiga tingkat.

Di kota Aljir terdapat Masjid Jami Aljir yang dibangun pada abad ke-10. Langit-langitnya disangga­ oleh deretan tiang bersegi empat, antara lain ada yang berlengkungan lunas dan ada pula yang berlengkungan ladam kuda.

Di bagian depan terdapat teras dengan beberapa deretan tiang dari marmer yang berlengkungan ladam kuda. Menaranya yang empat persegi dibuat pada abad ke-14.

Masjid lainnya di Afrika Utara adalah Masjid Tlemcen (di Aljazair bagian utara) yang dibangun tahun 739 H/1388 M. Masjid ini dibangun berdampingan dengan sebuah bangu­nan sekolah yang disebut Madrasah Tlemsen, yang meru­ pakan salah satu bangunan terindah di Afrika Utara hingga se­karang.

Ketiga masjid di Afrika Utara ini telah beberapa kali mengalami perbaikan dan penyempurnaan yang disesuaikan dengan unsur masjid modern.

Spanyol. Bangunan masjid yang in­dah peninggalan umat Islam di bumi Spanyol terdapat di kota Cordoba, Sevilla, Tole­ do, dan Granada. Masjid Jami Cordoba ada­lah masjid terbesar di Spanyol yang dapat menampung sekitar 80.000 orang jemaah.

Masjid ini didirikan oleh Abdurrahman ad-Dakhil (Khalifah Abdurrahman I), seorang­ keturunan Bani Umayah yang lari dari Damascus­ karena dikejar-kejar Bani Abbas dan berhasil mendirikan Dinasti Umayah di Spanyol. Masjid itu mulai dibangun pada tahun 785.

Panjang Masjid Cordoba dari utara ke selatan 175 m dan lebarnya dari timur ke barat 134 m. Tingginya mencapai­ 20 m. Bangunan masjid ini tidak seluruhnya diberi atap, ada bagian tertentu sengaja dibuat terbuka agar cahaya dan udara segar dapat masuk ke dalam masjid.

Bentuk tiangnya menampilkan corak yang beragam; ada yang berbentuk melengkung, suatu bentuk khas dalam seni bangunan Islam di Spanyol.

Dalam ruangan yang beratap dibuat deretan tiang be­sar dan kecil yang mencapai jumlah 1.293 buah. Tiang yang buatannya sangat halus ini menggunakan­ bahan tiang antik zaman Romawi.

Pada tiang dibuat kapitel yang dihiasi­ dengan ornamen bentuk geometris yang bermotif daun-daunan. Di atas kapitel dibuat lengkungan (arcade) yang berbentuk bu­ lan sabit menghadap ke bawah.

Satu tiang dan tiang lainnya dihubungkan dengan kayu pilihan­ yang dicantelkan pada kapitel-nya untuk menyangga­ langit-langitnya yang tinggi. Tiang antik seperti ini terdapat juga pada Masjid Qairawan. Di tengah masjid berdiri tiang utama yang mendukung 1.000 lentera.

Dalam Masjid Cordoba terdapat sebelas ruang­an besar. Tiap ruangan itu dipisahkan oleh lengkungan atap. Masing-masing ruangan­ yang beratap­ lengkung itu mem­ punyai 20 buah tiang.

Di muka mihrab terdapat empat tiang yang bertentangan,­ dua di antaranya terbuat dari batu pualam­ berwarna hijau dan yang dua lagi berwarna biru langit. Dalam ruangan mihrab dibuat tujuh buah arcade yang ditopang oleh tiang yang mempunyai kapitel berhiaskan ornamen timbul yang amat halus buatannya.

Di sebelah kiri mihrab terdapat khazanah, ruangan tempat menyimpan harta kekayaan masjid. Mim­ barnya terbuat dari bahan yang maha, yang pembuatannya memakan waktu 7 tahun.

Di bagian utara ruangan terdapat saumaah, tempat iktikaf dan zikir. Di atas saumaah terdapat ruangan dengan empat buah pintu, tempat muazin yang berjumlah 16 orang.

Di atas sekali terdapat tempat azan berbentuk persegi empat, terdiri dari lima tingkat dengan tinggi 93 m dan lebar 12 m. Ruan­ gan kiblat masjid jami ini berukuran lebar 7 m dan tinggi 16 m dengan mihrab di tengahnya.

Kubahnya yang berukuran besar disangga oleh 300 pilar dari marmer dan dikelilingi 19 kubah berukuran­ kecil serta menara setinggi 20 m. Masjid ini memiliki 20 buah gapura yang berlapis tembaga berukir dan dihiasi dengan tulisan Arab. Gapuranya­ yang bernama Bab al-Manarah (tinggi 10 m dan lebar 8 m) merupakan salah satu gapura masjid terindah di dunia.

Secara keseluruhan, masjid ini mempunyai sembilan buah pintu yang terbuat dari tembaga kuning, kecuali sebuah yang terbuat dari emas murni yang dinamakan pintu Maqsurah. Seluruh bangunan masjid dilingkari oleh tembok tinggi. Sahannya juga dikelilingi dengan jalan beratap lengkung.

Alat penerangan masjid ini berupa kandil gantung yang berjumlah 113 buah. Kandil yang besar­ dilengkapi dengan 1.000 buah lampu (pada tiang uta­ma), yang terkecil dileng­ kapi 12 buah lampu.

Untuk membangun masjid yang indah ini Khalifah­ Abdur­ rahman I (139 H/756 M–172 H/788 M) mendatangkan batu pualam dari Narbonne, Sevilla, dan Constantinopel.

Bagian utamanya diselesaikan oleh putranya, Khalifah Hisyam I (172 H/788 M–180 H/796 M), pada tahun 793, yang kemudian juga menambahkan­ bangunan menaranya. Masjid ini terus dikembangkan oleh hampir setiap khalifah Umayah di Span­yol. Khalifah al-Hakam I (180 H/796 M–207 H/822 M) mem­ bangun dua serambi besar di bagian­ arah kiblat pada tahun 180 H/796 M.

Pada tahun 822 masjid ini ditambah dengan sebuah ruangan besar oleh Khalifah Abdurrahman II (207 H/822 M–238 H/852 M). Khalifah Abdullah (275 H/888 M–300 H/912 M) membangun­ arcade yang langsung­ menghubung­ kan istana dengan masjid, semacam­ jalan beratap lengkung yang menghubungkan istana sampai ke mihrab.

Pada masa Khalifah Abdurrahman III (300 H/912 M–350 H/961 M) menara yang dibangun oleh Khalifah Hisyam I dirobohkan dan diganti dengan menara baru yang lebih tinggi dan mewah. Pem­ buatannya menggunakan tenaga­ al-Mustansir, seorang ahli mozaik dari Constantinopel. Masjid ini mengalami­ perluasan pada masa Khalifah al-Hakam II (350 H/961 M–366 H/976 M).

Masjid yang dibangun selama hampir 2 abad ini hingga kini masih dianggap sebagai karya besar dan mengagum­­ kan. Sampai sekarang Masjid Cordoba masih berdiri dengan megah. Namun setelah­ kota Cordoba jatuh ke tangan kaum Kristen pada tahun 1236, masjid tersebut diubah menjadi gereja, dan dikenal dengan nama La Mezquita.

Masjid Raya Sevilla didirikan tahun 1171 pada masa pemerintahan Sultan Abu Ya’kub Yusuf bin Abdul Mu’min dari Dinasti Muwahhidun. Setelah kota Sevilla direbut oleh Raja Ferdinand III (1200–1252, raja Castille dan Leon) pada tahun 1248, masjid tersebut diubah menjadi gereja dengan nama Santa Maria de la Sede.

Sahan masjid itu masih dapat dilihat, yaitu Lapangan Patio de los Naranyos sekarang. Di tengahnya terdapat sebuah kolam yang terbuat dari marmer, dulu digunakan untuk tempat berwudu.

Pintunya di sebelah barat terbuat dari tembaga yang dihiasi dengan ukiran dan tulisan­ Arab. Bangunan yang masih utuh sampai seka­rang adalah menaranya yang mencapai tinggi 70 m.

Di bagian dalam terdapat tangga yang berbelit-belit menuju ke puncak menara. Menara ini dibangun­ oleh Sultan Abu Yusuf Ya’kub al-Mansur. Sekarang menara ini dinamai La Tour de Giralda atau La Giralda.

Bangunan masjid yang indah (bentuk dan coraknya) di kota Toledo yang sekarang dijadi­kan gereja adalah Gereja Santo Cristo de la Luz, Gereja Santa Maria, Gereja Santa Maria de Torenzito, dan Gereja Santo Tomé yang menaranya masih berupa bangunan Islam. Kota Toledo dire­but oleh Raja Alfon­ so VI (1030–1109, raja Castille dan Leon) pada tahun 1085.

Di kota Granada, di samping bangunan Alhambra pen­inggalan Bani Ahmar yang terkenal itu, juga terdapat sebuah masjid penting, yaitu Masjid al-Mulk atau Masjid Sultan yang terletak di dekat bangunan Alhambra. Masjid ini dibangun oleh Sultan Muhammad II (400 H/1009 M–401 H/1010 M).

Din­ding dan langit-langitnya dihiasi dengan ukiran dan tulisan Arab. Mihrabnya yang indah dihiasi dengan ukiran halus, berlapiskan emas, dan bertatahkan zamrud. Kota Granada direbut oleh Raja Ferdinand­ II (1452–1516, raja Aragon) pada tahun 1492.

Persia. Di Persia juga terdapat banyak masjid yang menak­ jubkan keindahannya dan melambangkan­ ketinggian­ seni bangunan Islam pada masanya. Masjid tertua adalah Masjid Agung Kazwin yang didirikan oleh Muhammad bin Hujaj pada masa Dinasti Umayah.

Masjid yang terbesar dan terindah adalah Masjid Agung Isfahan yang didirikan pada masa pe­merintahan Maliksyah dari Dinasti Seljuk (1072–1092). Masjid lainnya adalah Masjid Mosul (dibangun tahun 1145), Masjid Wa­ramin (1322), dan Masjid Biru di Tabriz (perte­ngahan abad ke-15). Di Persia juga banyak terdapat bangunan masjid makam yang bentuknya indah.

Pada umumnya bentuk bangunan masjid di Persia memili­ ki sebuah œa…n di tengah, yang pada sisinya terdapat­ sayap atau ruangan yang menjorok ke luar yang disebut liwan yang dihubungkan dengan serambi di sekeliling lahan. Kubahnya berbentuk bawang.

Sepasang menaranya berbentuk silinder. Ciri lain seni bangunan Islam di Persia yang melahirkan­ corak sendiri (gaya Persia) adalah bentuk lengkung lunas atau kapal yang terbalik.

India. Bentuk bangunan masjid di India yang dibangun oleh Kerajaan Islam Mughal merupakan hasil perpaduan seni bangunan Hindu-Persia yang menghasilkan corak tersendiri berbentuk lengkung lunas.

Masjid Kuwat al-Islam di Delhi didirikan oleh Sultan Qutbuddin Aybak (memerintah 1206–1210) sebagai bangunan monumen peringatan atas perebutan­ kota Delhi. Masjid ini didampingi sebuah menara yang dibuat tahun 1210 yang terkenal de­ngan nama Qutub Minar, yang merupakan bentuk baru dari menara yang dibuat tahun 1143 oleh Iltutmish.

Qutub Minar bertingkat lima, men­ capai ketinggian­ 73 m, berbentuk­ silinder, terbuat dari batu berwarna kemerah-merahan yang berselang-seling dengan pualam putih, serta dihiasi dengan ukiran dan tulisan Arab dari bawah sampai ke puncak.

Masjid Raya Delhi atau Masjid Akbar Delhi di kota Delhi didirikan tahun 1650. Masjid ini mempunyai tiga buah kubah besar berbentuk bawang, yang terbesar tegak di tengah ban­gunan yang di­dampingi dua buah menara, masing-masing di kiri dan kanan bangunan yang menjulang tinggi.

Di depannya terdapat lapangan dan sebuah kolam. Pintunya berbentuk lengkung lunas serta dihiasi dengan lengkungan kecil, dan mempunyai anak tangga menuju ke ruangan dalam.

Masjid Moti atau Masjid Luk-Luk (mutiara) didirikan­ oleh Sultan Syah Jehan pada tahun 1656 di kota Agra. Letaknya tidak jauh dari bangunan Taj Mahal, yakni mausoleum (mas­jid makam) yang merupakan karya puncak seni arsitektur Islam India dan salah satu seni bangunan Islam terindah di dunia. Bangunan Masjid Moti ini penuh dengan hiasan dari mutiara dan termasuk yang terindah di kota Agra.

Masjid lain yang berbentuk indah di India antara lain Mas­jid Khota Sona, Masjid Bora Sona, Masjid Qadam Rasul (ban­gunan awal abad ke-16 di Gaur, Benggala), Masjid Sarasana, Masjid Adina di Pandua, Benggala,­ dan Masjid Ahmadabad.

Di Kashmir terdapat­ Masjid Jumma dan Masjid Hamadan Shah di Srinagar serta Masjid Sola Kham yang disebut juga Masjid Tujuh Puluh Tiang.

Turki. Bangunan masjid­ di Turki yang berukuran­ besar, indah, dan megah dibangun pada masa sultan Usmani Turki (Ottoman; 1300–1922) yang melambangkan­ kebesaran­ kekhalifahan­ ini pada masa lampau.

Dinasti­ ini telah mela­hirkan corak seni bangunan Islam yang dikenal­ dengan gaya Ottoman (Ottoman style), yang berakar pada seni bangunan Bizantium. Masjid di Turki umumnya menggunakan nama sul­tan yang mendirikannya; ma­kamnya biasanya terletak­ di samping masjid tersebut. Menara­nya berbentuk­ kerucut, tinggi menjulang ke angkasa­. Kubahnya berukuran besar­ dan tinggi, berbentuk­ setengah­ bulatan.

Salah satu masjid peninggalan­ Usmani yang keindah­ annya menga­gumkan adalah Masjid Sulai­maniyah. Masjid ini didirikan Sultan Sulaiman I (1520–1566) dan merupakan masjid terbesar di Turki­.

Keindahannya yang menakjubkan tampak baik pada bagian interior maupun eksteriornya. Masjid ini adalah buah tangan arsitek Turki bernama Sinan yang banyak mendesain masjid Usmani Turki.

Masjid Usmani lainnya adalah Masjid Salimiyah, yang ter­masuk masjid terindah dan terpenting di Turki. Masjid ini dib­ angun pada masa pemerintahan Sultan Salim I (1512–1520) dan selesai­ pada tahun 1520.

Masjid ini mempunyai empat menara yang menjulang tinggi di setiap penjuru, bentuknya membulat bersegi-segi. Selain itu, terdapat pula menara kecil dan dua kubah besar yang dikelilingi kubah­ kecil.

Mas­ jid Usmani lain yang terkenal keindahan­nya adalah Masjid Nuri Usmaniyah, Masjid Muhammad al-Fatih, Masjid Sultan Bayazid, Masjid Shahzadah, Masjid Ahmadiyah, dan Masjid Rustam Pasha.

Di Asia Kecil juga terdapat masjid tua peninggalan Usmani, antara lain Masjid Yesyil Jami atau Masjid Hijau dan Masjid Nilufer. Masjid yang terkenal­ adalah Masjid Aya Sofia di Istan­bul, yang semula adalah Gereja Aya Sofia.

Ketika Muhammad al-Fatih (Sultan Muhammad II) berhasil merebut­ kota Con­stantinopel (Istanbul), Gereja Aya Sofia dijadikan masjid den­ gan mengubah bagian tertentu untuk disesuaikan dengan bangun­an masjid, dan namanya tetap diaba­dikan.

Bangun­an Aya Sofia sebagai karya puncak arsitektur Bizantium­ banyak mengilhami para arsitek Turki dalam­ mendesain bangunan Islam. Setelah 5 abad dijadikan masjid, penguasa baru Turki, Mustafa Kemal Ataturk, menjadikan masjid itu museum­ sejak tahun 1932.

Cina. Di bumi Cina juga terdapat banyak bangunan­ mas­ jid. Pada umumnya bangunan masjid di wilayah ini masih menyerupai bangunan kelenteng, demikian pula ukiran dan hiasannya bercorak Tiongkok­.

Menaranya dipengaruhi oleh bangunan pago­da. Masjid terpenting di Cina antara lain Masjid Huacheh di Propinsi Shensi, Masjid Niu­chih di Beijing (Peking), Masjid Tungkuan di Propinsi­ Tsinghai, serta Masjid Kuangka, Masjid Chilin,­ dan Masjid Kuangta di Canton.

Masjid tertua adalah Masjid Huisheng yang di­dirikan ta­ hun 6 H/627 M (masih pada zaman Nabi SAW) di Canton pada masa pemerintahan Cheng-Kuan dari Dinasti Tang. Namun masjid tua ini telah dibongkar dan kemudian diganti dengan bangunan baru dan nama baru, yaitu Masjid Kuangta.

Bentuk bangunannya seperti kelenteng besar yang dihiasi dengan ukiran bercorak Tiongkok. Dua buah tiang mihrabnya dihiasi dengan tulisan Arab mengikuti gaya tulisan Cina yang berjejer dari atas sampai ke bawah.

Pada bagian atas mihrab terda­ pat tulisan ayat Al-Qur’an, “Inna ad-din ‘inda AllÎh al-Islam” (Sesungguhnya agama yang diridai di sisi Allah hanyalah Islam; dari QS.3:19). Menaranya terpisah dari bangunan induk, berbentuk silinder, dan memiliki puncak yang ditutup dengan kubah lancip dan bersegi.

Demikian pula atap Masjid Raya Feng-Huang di Propinsi Chekiang dan Masjid Huhehoate di Mongolia yang berbentuk seni bangunan lama Cina. Mena­ranya bersegi empat, bertingkat lima, dan berjendela,­ serta puncaknya beratap seperti kelenteng dan berujung runcing.

Bangunan masjid di wilayah Singkiang­ (RRC bagian utara, dekat perbatasan Kazakhstan, Kirghistan, dan Tadzikistan) yang berpenduduk mayoritas muslim mengi­kuti gaya bangunan Islam Persia.

Masjid di sini umumnya­ memakai kubah, pintu, dan jendela melengkung berbentuk lunas, seperti yang terdapat pada Masjid Kuche, Masjid Trufan, dan Masjid Ining. Ketiga masjid ini memiliki menara yang memakai kubah dan puncaknya­ dihiasi dengan bulan bintang.

Jepang. Umat Islam di Jepang sa­ngat sedikit, namun di sini terdapat beberapa bangunan­ masjid. Masjid yang pertama kali didirikan adalah Masjid Kobe di kota Kobe, yang dires­mikan pada 1935.

Ba­ngunannya terdiri dari tiga tingkat. Masjid ini mempunyai sebuah kubah besar yang dihiasi den­ gan bulan sabit dan diapit oleh dua menara azan yang megah dan men­ julang tinggi­.

Dalam ruangan salat ter­ dapat mihrab dan mimbar. Lantainya tertutup perma­dani. Bangunan mas­jid ini didampingi­ oleh bangunan sekolah, tempat belajar agama Islam dan Al-Qur’an bagi anak-anak yang beragama Islam.

Masjid lainnya di Jepang adalah Masjid Tokyo di kota Tokyo, yang diresmikan pada bulan Mei 1938 dan sudah digunakan sejak bulan November 1937.

Bangunannya terdiri dari dua tingkat dengan sebuah­ kubah besar dan menara. Seni bangunan kedua­ masjid ini tidak menampilkan­ seni ban­ gunan khas Jepang, tetapi mengikuti seni bangunan masjid gaya Arab-Mesir. Hal ini tampak pada bentuk kubah, menara, tiang, pintu, mimbar, dan mihrab,­ serta ragam hiasannya.

Amerika dan Eropa. Bangunan mas­jid di Amerika Serikat antara lain terdapat di Detroit (selesai dibangun tahun 1922 oleh kaum muslim Suriah dan Libanon), di Los Angeles (dib­angun oleh seorang berkebangsaan Amerika Serikat yang memeluk Islam), dan di Washington (Masjid Washington). Masjid di Canada terdapat di kota Alberta, dan di Inggris di Regent’s Park, London.

Masjid Roma di kota Roma, Italia, merupakan masjid ter­ besar di Eropa, berkapasitas dua ribu orang jemaah. Masjid ini mulai dibangun pada tanggal 11 Desember 1984, dibiayai oleh 24 negara Arab sebesar US$ 20 juta.

Di kota Paris, Perancis, terdapat delapan buah masjid. Masjid tertua adalah Masjid Paris yang dibangun­ tahun 1929 sebagai hadiah dari walikota Paris untuk umat Islam setempat atas jasa mereka dalam Perang Dunia I. Ruangan­nya seluas 20 x 15 m.

Masjid ini mempunyai sebuah kubah besar. Ruangan dalam mengikuti gaya arsitektur Arab de­ngan lantai tertutup permadani. Di atas pintu gerbangnya yang kukuh berterali besi dibuat hiasan bulan sabit dan bintang, terbuat dari logam kuning yang bersinar kemilau ketika ditimpa sinar matahari.

Masjid Jami Banya Bashi di kota Sofia, ibukota negara Bulgaria, adalah satu-satunya masjid yang masih ada di kota itu. Ketika berada dalam kekuasaan­ Usmani, kota itu me­miliki banyak mas­ jid. Namun setelah komunis berkuasa,­ masjid tersebut dihancurkan.

Masjid Jami Banya Bashi yang berkapasitas seribu orang tersebut didirikan oleh seorang arsitek Turki kenamaan,­ H Mimar Sonah, pada tahun 1576. Ba­ ngunannya mempunyai kubah utama yang amat be­sar, tiga buah beruku­ran kecil, dan sebuah menara yang tinggi meruncing.

Interior kubah dan dinding dihiasi dengan kaligrafi ayat Al-Qur’an. Lantainya tertutup dengan permadani­ buatan tangan berwarna merah dan hijau. Di pusat dalam mas­jid terdapat mimbar kayu yang tinggi.

Indonesia. Di Indonesia terdapat ratusan ribu ba­ngunan masjid. Ada masjid yang diba­ngun oleh para wali dan sultan pada masa kerajaan Islam, oleh pemerintah Indonesia­ setelah kemerdekaan, dan ada pula yang dibangun­ oleh organisasi keagamaan, yayasan dan perseorangan,­ serta masyarakat secara gotong royong.

Masjid Sunan Giri didirikan pada masa Sunan Giri (salah satu Wali Songo) di atas sebuah bukit yang bernama Kedaton Sidomukti, Jawa Timur. Semula masjid ini berbentuk­ surau. Namun pada tahun 1407 surau tersebut dijadikan masjid jami.

Baik bangunan masjid maupun gapuranya terkesan mengikuti gaya bangunan lama di Jawa. Masjid ini telah beberapa kali mengalami perluasan dan pemugaran,­ yang berakhir tahun 1979. Masjid ini dan pesantrennya berperan dalam menyebarkan ajaran Islam dan membentuk para dai.

Masjid Agung Demak yang terletak di alun-alun kota Demak, Jawa Tengah, menyimpan cerita unik dalam pen­diriannya. Diceritakan bahwa Masjid Demak dibangun pada suatu malam setelah Wali Songo bermusyawarah mengenai penyiaran Islam.

Masjid yang telah beberapa kali mengalami­ pemugaran ini mempunyai peranan penting dalam sejarah penyebaran Islam, mulai dari daerah pesisir utara Jawa sampai ke wilayah pedalaman, sejak pertengahan abad ke-15.

Masjid Agung Sunan Ampel pertama kali di­bangun oleh Raden Rahmat yang bergelar Sunan Ampel, terletak di Surabaya dan berkapasitas 17.000 orang. Masjid ini me­rupakan masjid kedua terbesar di Indonesia setelah Masjid Istiqlal di Ja­karta.

Bangunan aslinya berukuran 40 x 40 m, sekarang luas lantainya mencapai 5.350 m2 setelah lima kali mengalami perluasan dan perbaikan. Kompleks masjid ini dibangun sekitar tahun 1450. Makam Sunan Ampel yang wafat tahun 1467 terdapat pula di sana.

Sebagaimana Masjid Demak, Masjid Sunan Ampel juga merupakan peninggalan sejarah penyiaran Islam di Indonesia yang cukup tua, yang menampilkan warna tersendiri dalam pe­nyebaran Islam di Jawa.

Bangunan induknya, yang mengikuti­ gaya arsitektur lama, disangga dengan pilar kayu jati berdiameter lebih dari 0,5 m sebanyak 17 buah dengan ketinggian 20 m tanpa sambungan sama sekali.

Setelah mengalami bebe­rapa kali perbaikan, Masjid Agung Sunan Ampel sekarang merupakan perpaduan antara bangunan lama yang tetap dipertahankan dan gaya bangunan baru, seperti tampak pada bangunan kubah di depan bangunan lama dan menara serta bagian depan yang mempunyai lengkungan.

Masjid Menara Kudus di kota Kudus, Jawa Te­ngah di­ bangun oleh Kadi Ja’far Sadiq pada tahun 956 H/1549 M. Bangunan masjid ini menampakkan­ corak seni bangunan candi zaman pra-Islam. Hal ini tampak pada menara raksasan­ ya yang membuat masjid ini termasyhur dan pada beberapa­ buah pintu gapuranya.

Masjid Kudus juga telah beberapa kali mengalami perbaikan dan pe­nambahan bangunan baru dengan corak yang berbeda dari bangunan lama, seperti tampak pada pintu gerbangnya dan bangunan kubah dengan gaya­ arsitektur Mesir dan India, yang digandengkan dengan bangunan lama bagian belakang dengan gaya arsitektur kayu Indonesia.

Masjid Agung Banten di Jawa Barat didirikan antara tahun 1562–1596. Bangunan masjid ini diperluas­ oleh Pangeran Yusuf, sultan Banten kedua. Atapnya berbeda dari masjid tua yang lain, yakni atap susun bertingkat empat.

Menaran­ya berbentuk mercusuar bertingkat; bangunan bawahnya berbentuk prisma segi delapan, semakin ke atas semakin kecil. Bagian atas bertingkat dua, masing-masing berbentuk setengah bola. Pada beberapa bagian bangunannya masih tampak pengaruh seni bangunan Hindu.

Masjid Agung Yogyakarta yang terletak di kom­pleks Ker­aton Yogyakarta dibangun tahun 1187 H/29 Mei 1773 pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I atas inisiatif Kiai Penghulu Fakih Ibrahim Dipaningrat dan dirancang oleh arsitek kenamaan saat itu, Ki Niryokusumo.

Bangun­annya berbentuk pendopo beratap susun, tanpa kubah dan menara. Serambi masjid ini dahulu berfungsi sebagai tempat para ulama menyelenggarakan­ pengajian dan dakwah Islam. Per­ ayaan sekaten yang terkenal itu, yang dilaksanakan di sekitar masjid dahulu, dimaksudkan untuk memberikan dakwah Islam kepada masyarakat.

Masjid tua yang lain dibangun baik pada masa ke­sultanan maupun pada masa penjajahan. Masjid itu antara lain Masjid Jami Sumenep di Madura­ (1781); Masjid Jami Malang di Jawa Timur (1890); Masjid Kemayoran di Surabaya (1830); Masjid Agung Cirebon; Masjid Agung Surakarta;­ Masjid Perempuan di Kauman, Yogyakarta (1922); Masjid Tegalsari di Surakarta (1928); Masjid Mantingan di Jepara; Masjid Agung Palembang; Masjid Darussalam di Padangpanjang, Sumatera Barat; Masjid Parabek, Masjid Samik, dan Masjid Sungai Puar di Bukittinggi, Sumatera Barat; Masjid Raya Labuhan Deli; Masjid Langkat Tanjungpura;­ Masjid Indrapuri dan Masjid Raya Kutaraja di Banda Aceh; Masjid Pontianak dan Masjid Singkawang di Kalimantan; Masjid Gapura Halmahera; Masjid Raya Ambon; Masjid Ternate; Masjid Jami Singa­raja di Bali; dan Masjid Raya Gorontalo.

Masjid dengan corak baru yang muncul pada masa pen­ jajahan adalah bangunan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh dan Masjid Raya Medan­. Kedua bangunan masjid ini mengikuti seni bangunan masjid Timur Tengah dan India. Kedua masjid ini termasuk terindah dan termasyhur­ di Indo­nesia.

Masjid Raya Baiturrahman Ban­da Aceh (dibangun oleh Sultan Iskandar Sani, w. 1641) mempunyai lima buah kubah besar dan kecil menurut gaya bangunan masjid di India. De­mikian pula hiasan interior dan luar berciri khas hiasan India.

Masjid Raya Medan (dibangun tahun 1906 oleh Sultan Mak­ mun ar-Rasyid Perkasa Alam) juga mengikuti seni arsitektur bangunan masjid India. Keindahannya tampak pada ragam hiasan dalam dan luar. Lantainya dari ubin, dan jendelanya bermotif geometris pada hiasan kacanya.

Tiangnya ada yang berbentuk lengkungan­ yang dihiasi dengan­ ukiran berbentuk daun dan bunga, yang disebut­ corak arabes. Dindingnya juga berukir. Keindahannya tampak juga pada pintu gerbang dan menaranya, yang terpisah dari bangunan induk, mengikuti gaya bangunan menara Mesir.

Setelah zaman kemerdekaan muncul pula bangunan masjid bercorak baru, seperti Masjid Raya Makassar (Ujung­ pandang), Masjid Syuhada (Yogyakarta), Masjid Mujahidin (Sura­baya), Masjid al-Azhar (Jakarta), Masjid Istiqlal (Jakarta), Masjid Jami Baitul Amin (Jember), Masjid Diponegoro­ (Yogy­ akarta), Masjid al-Markaz al-Islami (Makassar), Masjid al-Akbar (Surabaya), Masjid at-Tin (Jakarta), dan Masjid Islamic Center (Jakarta).

Di kampus pun bermunculan­ bangunan masjid, seperti Masjid Jami IAIN Sunan Kalijaga (Yogyakarta), Masjid Salman ITB (Bandung), Masjid Arif Rahman UI (Jakarta), dan Masjid Fathullah IAIN (UIN) Syarif­ Hidayatullah (Jakarta).

Masjid Syuhada Yogyakarta diresmikan pada tanggal 1 Muharam 1372/20 September 1952. Masjid ini sekaligus berfungsi sebagai monumen peringatan bagi para pahlawan bangsa yang gugur memperjuangkan kemerdekaan, ke­ benaran, dan keadilan.

Bangunannya terdiri dari tiga lantai, yakni lantai bawah untuk ruangan kuliah dan perpustakaan, lantai dua untuk ruangan salat wanita, dan lantai tiga untuk ruangan salat Jumat.

Bangunan atas berbentuk mahkota­ berundak dengan menara pada sudutnya yang ditutup dengan kubah kecil serta besar di puncaknya, sehingga memberi­ kesan menjulang ke atas. Susunan bangunan ini mirip dengan gaya bangunan masjid di Timur Tengah dan India.

Deretan jendela dan pintu­ yang berlengkung lunas pada bangunan bawah­ dan atas diteruskan dengan deretan jendela pada jenjang mahkota hingga menambah keanggun­ annya. Tangga sebelah muka terdiri dari tujuh belas buah anak tangga.

Tiang gapuranya bersegi delapan­. Masjid ini memiliki 4 kupel (kubah) di bawah dan 5 kupel di atas. Jumlah ini melambangkan tanggal proklamasi­ Republik Indonesia.

Masjid Agung al-Azhar Jakarta didirikan pada 1950-an. Konstruksi bangunannya berbentuk berundak, makin ke atas makin kecil. Kubahnya bercorak Timur Tengah dan India. Me­naranya bulat dan tinggi, puncaknya ditutup dengan kubah.

Bidang dindingnya dihiasi dengan kaligrafi Arab. Nama mas­ jid ini diberikan oleh Mahmud Syaltut, rektor Universitas al-Azhar Mesir, pada tahun 1961, ketika ia berkunjung ke Indonesia sebagai tamu negara. Masjid ini memiliki fasilitas untuk keperluan kegiatan keagamaan, se­perti ruang kuliah dan ceramah serta perpustakaan.

Masjid Salman ITB menampilkan corak dan gaya­ baru yang sangat berbeda dari masjid tersebut di atas. Atapnya berbentuk cekung, menaranya­ mirip tangan orang yang menengadah ke atas, dan tanpa kubah serta lengkungan yang merupakan ciri khas bangunan masjid.

Pembangun­ annya dimulai tanggal 27 Mei 1960 dan masjid ini digunakan­ sejak tanggal 5 Mei 1972. Masjid Salman dilengkapi­ dengan perpustakaan dan ruang kuliah (ceramah dan dakwah serta pendidikan keagamaan)­. Kegiatannya cukup padat dan be­ ragam, seperti studi tafsir Al-Qur’an, penelaahan­ buku agama, penerjemahan, penerbitan, pembinaan kader­ mubalig, dan diskusi ilmiah keagamaan.

Masjid al-Markaz al-Islami merupakan jantung kegiatan muslim di Makassar. Pembangunannya diprakarsai oleh alm. Jenderal (Purn.) M. Jusuf yang pernah menjabat menteri­ Pertahanan dan Keamanan serta ketua Badan Pengawas Ke­ uangan (BPK).

Pemancangan tiang pertama dilakukan pada 8 Mei 1994 dan peresmiannya diadakan pada 12 Januari 1996. Bangunan masjid terdiri atas tiga lantai yang menggunakan keramik dan granit dari Italia; sementara pelataran masjid dilengkapi dengan tempat wudu, kamar mandi, selasar penghubung, plaza, taman yang mengelilingi pelataran, ground reservoir, jalan, dan pelataran parkir.

Masjid dengan daya tampung 10 ribu jemaah ini juga dilengkapi dengan sarana pendidikan, seperti perpustakaan dan ruang diskusi. Arsitektur masjid terlihat cukup khas karena merupakan pengembangan dari arsitektur Masjid Katangka (masjid tertua di Sulawesi Selatan yang dibangun tahun 1687 oleh Sultan Alauddin [raja yang pertama memeluk­ agama Islam di daerah itu]) di Kabupaten Goa. Dalam hal pengelolaan, Masjid al-Markaz al-Islami diurus oleh sebuah yayasan, yakni Yayasan Islami Center (YIC).

Masjid al-Akbar (Surabaya) adalah proyek nasional yang diprakarsai walikota Surabaya dan gubernur Jawa Timur. Peletakan batu pertama dilakukan pada 14 Agustus 1995 oleh Try Sutrisno saat menjabat wakil presiden.

Adapun peresmian penggunaannya diadakan tanggal 10 November 2000 tanggal bersejarah karena berkaitan dengan peristiwa pertempuran di Surabaya (Hari Pahlawan). Masjid yang mem­ punyai luas total bangunan 28.000 m2 ini mampu menam­pung 30.000 jemaah ditambah halaman terbuka dengan kapasitas sama.

Masjid al-Akbar berlantai dua; dinding dan lantainya ditutup bahan marmer. Selain kubah besar dan empat limas kecil, masjid ini memiliki menara setinggi 99 m, ruang wudu, ruang serbaguna, ruang multiguna,­ ruang ter­buka (œaan) yang dilengkapi air mancur di tengahnya, dan 45 pintu kerawangan raksasa.

Pada 8 Februari 2002 Masjid al-Akbar diresmikan menteri Agama, Prof. Dr. Said Agil Husin Al Munawar, sebagai masjid nasional (al-Akbar) pertama di Indonesia. Konsekuensi penetapan ini adalah nantinya sebagian dari kegiatan keagamaan yang dilaksanakan oleh presiden RI akan ditempatkan di Masjid al-Akbar.

Masjid at-Tin yang bernuansa modern merupakan bagi­ an dari Pusat Kajian Islam (Islamic Center) yang terletak di Kompleks Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta. Nama masjid ini diambil dari nama istri presiden RI kedua (Siti Har­tinah [Tien Soeharto]; w. 1996) yang juga sebagai penggagas dibangunnya miniatur Kepulauan Indonesia.

Secara garis besar motif bangunan masjid berbentuk empat persegi pan­ jang yang dikombinasikan dengan belah ketupat sehingga mengesankan sebuah mata anak panah. Motif tersebut ter­ lihat pada bagian, seperti selasar luar, mihrab, dan menara.

Menurut arsitek masjid, Achmad Noe’man, motif anak panah mewakili suatu tumpuan, harapan, sekaligus pemusatan pada Allah SWT. Di lain pihak, kesan sebuah mata anak panah pun tidak jauh menyimpang dari nuansa islami karena arah mihr­ ab dalam masjid-masjid di Semenanjung Arabia pada masa silam biasanya ditandai gambar mata anak panah.

Masjid Islamic Center yang dibangun di bekas lokalisasi wanita tuna susila (WTS) Kramat Tunggak, Jakarta bertujuan untuk peningkatan dan pengembangan kawasan dari citra negatif menjadi citra yang lebih baik.

Masjid Islamic Center adalah bagian dari Jakarta Islamic Center yang merupakan terbesar di Asia Tenggara. Masjid yang dirancang dapat menampung lebih dari 20 ribu orang ini diprakarsai gubernur­ DKI Jakarta, Sutiyoso.

Peletakan batu pertama pembangunan­ masjid dilakukan pada 9 Oktober 2001, sedang­kan peresmian pemakaian diadakan pada 6 September 2002.

Masjid Islamic Center terdiri atas tiga lantai termasuk balkon dan memiliki bangunan, antara lain menara setinggi 114 m, bangunan untuk salat, bangunan­ sosial, budaya, dan pendidikan, ek­shibisi dan museum, penginapan, perkantoran, serta ruang perpustakaan dan perbelanjaan.

DAFTAR PUSTAKA

Aboebakar. Sejarah Masjid. Jakarta-Banjarmasin: Toko Buku Adil & Co., t.t.
Bamborough, Philip. Treasure of Islam. New Delhi: Heritage Publishers, 1979.
Blunt, Wilfrid. Splendours of Islam. London: Angus & Robertson Ltd., 1976.
Hasan, Hasan Ibrahim. TÎrÓkh al-IslÎm. Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1979.
Hasymy, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Ibnu Hisyam, Abu Muhammad Abdullah. Sirah Sayyidina Muhammad Rasulullah. Gottingen: H.F. Wustenfeld, 1855.
Israr, C. Sejarah Kesenian Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Komisi Nasional Mesir untuk UNESCO. Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Ke­budayaan, terj. Ahmad Tafsir. Bandung: Pustaka, 1986.
Kuban, Dogan. Die Kunst des Islam, atau Muslim Religious Architecture, terj. Katherine Watson. Ithaca-New York: Cornell University Press, 1967.
Sou’b, Joesoef. Sejarah Daulat Umayah di Cordova. Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
at-Tabari. Tarikh al-Umam wa al-Mulk. Beirut: Dar al-Fikr, 1987.
Yudoseputro, Wiryoso. Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia. Bandung: Angkasa, 1986.

J. SUYUTI PULUNGAN