Maroko

Maroko adalah sebuah kerajaan Islam di Afrika Utara; berbatasan dengan Aljazair di timur dan tenggara,­ Sahara Barat di barat daya, Samudera Atlantik di barat, dan Selat Gibraltar di utara. Luas: 446.550 km2. Penduduk: 37.676.342 (data 2022). Kepadatan­ penduduk: 83/km2. Bahasa: Arab (resmi), Berber, Prancis, dan Spanyol. Agama: Islam (Suni,­ 98,7%), Kristen (1,1%), dan minoritas Yahudi (0,2%). Ibukota: Rabat. Satuan mata uang: dirham Maroko.

Maroko mempunyai peranan besar dalam sejarah­ Islam, terutama dalam menyebarkan Islam di wilayah Afrika Utara, dan sebagai pintu gerbang masuknya Islam ke Spanyol, Eropa.

Ekspansi Islam ke Maroko dimulai ketika negeri itu ditakluk­kan oleh Musa bin Nusair pada masa al-Walid I bin Abdul Malik (705–715), khalifah keenam Dinasti Umayah. Tetapi catatan lain menyebutkan­ bahwa agama Islam pertama kali dibawa ke Maroko oleh orang Arab yang menyerbu wilayah ­itu pada tahun 683.

Penaklukan wilayah Afrika Utara ini memakan waktu 53 tahun. Tariq bin Ziyad, yang diangkat oleh Musa bin Nusair untuk memerintah Maroko setelah­ ditaklukkan, kemudian menyeberangi selat antara Maroko dan Eropa, dan mendarat di suatu tempat (gunung) yang kemudian dikenal sebagai Jabal Tariq (Gibraltar). Maroko menjadi wilayah penyangga untuk penaklukan Spanyol. Segala persiapan ekspansi Islam ke daratan Eropa dilakukan melalui negeri ini.

Setelah Dinasti Umayah jatuh ke tangan Dinasti Abbasi­yah, Maroko menjadi daerah kekuasaan Bani Abbas. Kemu­dian di negeri ini muncul dinasti kecil.

Pada 172 H/789 M, Idris I bin Abdullah, salah seorang keturunan Ali RA, dapat membentuk Kerajaan Idrisiyah, yang kemudian bertahan hingga tahun 364 H/974 M. Dinasti ini merupakan dinasti Syiah yang pertama, sehingga merupa­kan tantangan bagi Khalifah Harun ar-Rasyid dari Dinasti­ Abbasiyah di Baghdad, yang bercorak Suni.

Pada 177 H, Idris I dibunuh oleh Sulaiman as-Sammakh dengan racun. Naiklah Idris II yang dianggap­ sebagai pendiri sebenarnya Dinasti Idrisiyah. Pada masanya dinasti ini banyak mencapai kemajuan,­ terutama di bidang kebudayaan Islam.

Ibukota yang semula di Walila dipindahkan ke Fez. Pada 213 H, Idris II meninggal. Semua penggantinya le­mah, kecuali Yahya bin Muhammad dan Yahya IV. Di tangan Yahya IV, Di­nasti Idrisiyah mencapai masa keemasannya.

Pada 364 H/974 M, Dinasti Fatimiyah yang bermazhab Syi­ah Ismailiyah merebut kekuasaan dari Yahya IV. Keberadaan masyarakat Maroko yang berhaluan Syiah, meskipun bukan Syiah Ismailiyah, memudahkan ­jalan bagi Abdullah asy-Syi‘i untuk mendirikan dinasti tersebut, dinasti yang menisbahkan namanya kepada cucu Nabi SAW.

Dinasti ini berkuasa ­sampai dengan 1171. Selama kekuasaannya terdapat sebanyak 14 orang imam yang memimpin negara ini, antara lain imam pertama Ubaidullah al-Mahdi (909–934) dan imam terakhir al-Adid (1160–1171).

Selanjutnya Maroko dikuasai oleh Dinasti al-Murabitun dengan ibukotanya Marrakech. Kekua­saannya meliputi seluruh Gurun Sahara, Afrika barat laut, dan Spanyol. Kendati demikian, dinasti ini tetap mengakui kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad dan mendapat pengesahan dengan gelar Amir al-Muslimin.

Nama “Murabitun” diambil dari kata ribath (madrasah),­ tem­pat pengikut suatu tarekat digembleng untuk taat beribadah dan menuntut ilmu. Mereka memiliki semangat tinggi untuk menyebarkan ilmu keislaman serta jihad fi sabil Allah (jihad di jalan Allah SWT).

Dari ribath ini lahir sebuah negara yang mempunyai peranan utama dalam sejarah Islam di Afrika Utara dan Spanyol. Anggotanya terdiri dari para kepala suku (kabilah) dan ahli fikih yang dipimpin oleh Yahya bin Ibrahim al-Jaddal dan Abdullah bin Yasin, keduanya pendiri Dinasti Murabitun.

Dinasti Murabitun berperanan besar di masa Yusuf bin Tasyfin atau Ibnu Tasyfin (453 H/1061 M–500 H/1107 M). Ketika diminta oleh Mu‘tamid bin Ibad, raja Sevilla (Spanyol), untuk melawan orang Kristen Spanyol yang ingin melenyap­kan Islam di sana, Ibnu Tasyfin mengirim 100 kapal, 7.000 tentara berkuda, dan sejumlah 20.000 tentara lain.

Pada tanggal 12 Rajab 479 (23 Oktober 1086) pecah perang di Zallaka dan Yusuf bin Tasyfin menang dengan gemilang. Kemenangan ini sangat menentukan dalam sejarah Islam di Eropa karena dapat menjamin keberadaan dan kejayaan Islam di Spanyol selama 4 abad kemudian. Selain itu, orang Mura­bitun juga menyebarkan Islam di Afrika Te­ngah dan Maroko.

Setelah kekuasaan Murabitun jatuh, Maroko men­jadi wilayah kekuasaan Dinasti al-Muwahhidun (1121–1269), yang selama masa kekuasaannya mempunyai­ 13 sultan, an­tara lain yang pertama adalah Muhammad Tumart dengan gelar al-Mahdi (1121–1130) dan yang terakhir Abul Ula Abu Dabbus dengan gelar Amirul mukminin (1266–1269). Nama ”Muwahhidun” dinisbahkan kepada pengakuan­ mereka se­bagai orang yang bertauhid secara benar.

Para penguasa al-Muwahhidun menyebarkan Islam di Afrika Utara. Pada masa Abu Ya’kub Yusuf­ bin Abdul Mu’min (558–580 H/1163–1184 M), kota Marrakech menjadi salah satu pusat peradaban­ Islam di bidang sains serta sastra, dan menjadi pengayom­ kaum muslimin untuk mempertahankan­ Islam terhadap serangan dan ambisi kaum Kristen Spanyol. Peran lain yang dimainkannya adalah me­ngirimkan pasukan untuk membantu Salahuddin Yusuf al-Ayyubi melawan pasukan Kristen dalam Perang Salib.

Dalam hubungan dengan kekhalifahan di Baghdad, penguasa al-Muwahhidun merasa lebih berhak daripada penguasa di Baghdad. Karena itu mereka tidak perlu meminta­ pengesahan. Setelah al-Muwahhidun jatuh, Maroko dikuasai­ oleh Dinasti Marrin (akhir abad ke-13 hingga­ awal abad ke-14).

Pada 1420–1554 Maroko dipegang oleh Dinasti Wattasi. Selanjutnya negeri ini dikuasai oleh berbagai­ penguasa: Syarifiyah­ Alawiyah (1666), Abdul Qadir al-Jazairy (1844), dan Sultan Hassan I (1873–1894). Pada 1894–1908 Maroko beralih ke tangan Ab­dul Aziz bin Hassan, yang atas permintaannya, Prancis­ melakukan infiltrasi pada 1901–1904. Juga penggantinya, Abdul Hafiz, karena terjadinya pemberonta­kan rakyat Maroko, meminta bantuan militer, ekonomi, dan politik kepada Prancis dengan ­melepaskan kemerdekaan politiknya.

Pada 30 Maret 1912, melalui Perjanjian Fez antara Prancis dan Maroko, ditandatangani suatu per­setujuan bahwa Maroko menjadi negara protektorat Prancis, meskipun sebenarnya kaum elite tradisional menginginkan kemerdekaan dengan dasar nasionalisme Islam.

Pada 1930, melalui Dekrit Barbar 1930 (16 Mei) di Rabat, terbentuk partai Front Nasional. Pada Mei 1934 lahir Komite Aksi Maroko sebagai partai nasionalis pertama, tetapi 3 tahun kemudian dibubarkan oleh Prancis.

Selanjutnya, pada 1943 muncul Partai Istiqlal (Kemerdeka­an) yang dipimpin Allal al-Fasi, yang menuntut kemerdekaan­ penuh untuk Maroko dengan ­bentuk pemerintahan konstitusional. Pada waktu itu pemimpin Maroko adalah Sultan Muhammad­ V. Sesudah Perang Dunia II, Partai Istiqlal menjadi Partai Kemerdekaan­ Demokratis yang cenderung ­ke kiri (ko­munis), meskipun ­pendukungnya sedikit.

Pada akhir 1946, Partai Istiqlal mengubah haluannya men­jadi partai massa, tetapi tokohnya (Sultan Muhammad V) di­buang. Pada 1955 barulah Sultan Muhammad V kembali­ dari pengasingan­ yang di luar dugaan kemudian dapat mengakhiri pemerintahan ­protektorat.

Pada 2 Maret 1956, Maroko merdeka dengan Barakah sebagai rajanya. Sekarang, Sultan Muhammad VI menempati posisi kepala negara dan Perdana Menteri Driss Jettou menjadi kepala pemerintahan.

Maroko modern, sebagai negara Islam yang berbentuk kerajaan, banyak dipengaruhi pemikiran Allal al-Fasi dengan konsep Neo-Salafiya-nya. Allal al-Fasi sendiri, yang pernah menjadi menteri agama, banyak belajar dari pemikiran Muhammad Abduh (1849–1905), Jamaluddin al-Afghani (1839–1897), Voltaire (1694–1778), Montesquieu (1689–1755), dan Dostoyewski (1821–1881).

Islam Maroko diwarnai paham dan praktik marabout dan sufi. Marabout adalah orang yang oleh penduduk setempat dianggap memiliki kesucian,­ kebijaksanaan, dan hubungan yang dekat de­ngan Allah SWT, dan mempunyai kekuasaan untuk campur tangan secara positif dalam situasi kece­masan dan ketegangan.

Apabila orang ini meninggal­ dunia, peninggalannya akan terus men­jadi pusat berbagai upacara keagamaan maupun sosial. Sering status sebagai marabout bersifat turun­-temurun dalam keluarga tertentu.

Hukum Islam yang berlaku adalah fikih Mazhab Maliki, terutama dalam hukum keluarga (al-ahwalasy-syakhsiy­yah). Hukum pidana dan perdata mengikuti hukum modern, tetapi tidak lepas dari pengaruh mazhab tersebut. Terdapat kesenjangan ­antara ulama tradisional lulusan Universitas al-Azhar dan kaum modernis yang berpendidikan­ Barat.

Raja adalah amirul mukminin, bahkan sebagai khalifah Allah SWT, yang dipilih oleh majelis ulama melalui baiat. Kekuasaan raja tidak bersifat absolut, ka­rena ada konstitusi. Ada juga Majelis Perwakilan (Majlis an-Nuwwab) yang dipilih melalui pemilihan umum.

Selain itu, ada Majlis al-Mustasyar (Dewan Penasihat). Emansipasi wanita, tidak lagi menjadi masalah. Dalam masalah warisan, para ulama tetap berpe­doman kepada fikih, yang memberikan bagian laki-laki dua kali bagian perempuan,­ mengingat tanggung ­jawabnya yang lebih besar dibanding dengan wanita.

Dalam Dahir (undang­-undang dasar) tanggal 2 Juni 1961, yang berisi “Hukum Dasar­ untuk Kerajaan­ Maroko”, sangat­ menonjol­ warna­ ajaran Islam, antara­ lain:

pasal 1, Maroko adalah kera­jaan­ konstitusional, ­demokratis,­ dan sosial;

­pasal 2, kedaulatan­ adalah milik bangsa dan dilaksanakan melalui referendum, dan tidak langsung melalui salu­ran kons­titusional;

pasal 3, partai politik harus berpartisipasi dalam or­ganisasi dan pengelo­laan negara, tidak ada sistem partai tunggal;

pasal 4, undang-un­dang (qanun) didasar­kan pada keingin­an rakyat (bangsa);

pasal 5, semua bangsa Ma­roko sama kedudukan­nya di depan hukum;

pasal 6, Islam menjadi agama resmi negara dan negara menjamin­ kebebasan beribadah;

pasal 7, Maroko sebagai negara kerajaan, bermotto Tuhan, Negara, dan Raja;

pasal 8, laki-laki memiliki hak politik yang sama; dan

pasal 19, raja, amirul mukminin, adalah simbol persatuan nasional, menja­min keabadian dan kesinambungan negara serta memberi perhatian­ kepada Islam dan perundang­-undangan.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Hasan Ibrahim. Tarikh al-Islam. Cairo: Nahdah al-Misriyah, 1979.
Hitti, Philip. K. History of The Arab. London: The Macmillan Press, 1964.
Hourani, Albert ed. The Cambridge Encyclopedia of the Middle East. Cambridge: Cambridge University Press, t.t.
Moha, el-Mouthwassit. Marocco: The Fascination of Contrast. Narni-Terni: Plurigraf, 1995.
Meuleman, J.H. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press, 1985.
Nasr, Jamil M. Abn. A History of the Magrib in the Islamic Period. Cambridge: Cambridge University Press, t.t.
Rosenthal, Erwin I.J. Islam in the Modern National State. Cambridge: Cambridge at the University Press, 1965.
https://www.worldometers.info/world-population/morocco-population/, diakses pada 5 April 2022.

Ahmad Rofiq

Data telah diperbarui oleh Tim Redaksi Ensiklopediaislam.id (Maret 2022)