Majma Al-Buhuts Al-Islamiyyah

Majma‘ al-Buhuts al-Islamiyyah adalah sebuah lemba­ga ilmiah yang berada di bawah naungan Universitas al-Azhar di Cairo (Mesir). Majma‘ al-Buhuts al-Islamiyyah didirikan pada 1961 untuk membahas­ masalah keislaman dalam seluruh­ aspek kehidupan.

Latar Belakang. Lembaga ini berawal­ dari kebijakan Muhammad Ali Pasya (1765–1849), penguasa Mesir yang melepaskan diri dari kekuasaan Usmani Turki dan mendiri­ kan pemerintahan­ sendiri. Pada waktu itu Mesir baru saja berhadapan dengan budaya Barat yang dibawa Napoleon Bonaparte (1769–1821) dari Perancis.

Dari persentuhan budaya itu, Muhammad Ali Pasya menyimpulkan bahwa keterbelakangan umat Islam, khususnya Mesir, harus segera diatasi. Untuk itu ia mulai mengirim mahasiswa/pelajar Mesir ke berbagai­ negara Eropa dan menerjemahkan buku ilmiah Eropa ke dalam bahasa Arab.

Program pengiriman mahasiswa ke dunia Barat dilembag­ akan dan diletakkan di bawah Universitas al-Azhar, dengan nama al-Bi‘tsah al-‘Ilmiyyah al-Azhariyyah. Biaya yang diper­lukan para mahasiswa­ untuk belajar­ di Eropa ditanggung pemerintah­. Sejak 1813 sampai 1849, mahasiswa­ yang dikirim berjumlah­ 319 orang.

Mereka mendalami berbagai disiplin ilmu, antara lain bidang pendidikan, penerjemahan,­ kedok­ teran, kemiliteran, ekonomi, dan admi­nistrasi negara. Negara Eropa yang menjadi sasaran­ dan tujuan para pelajar Mesir untuk menuntut ilmu pe­ngetahuan pada masa itu adalah Italia dan Perancis.

Sekembalinya ke Universitas al-Azhar, para mahasiswa mengabdikan ilmu mereka di universitas tersebut. Mereka menerje­mahkan berbagai­ buku ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Arab, sehingga al-Azhar menjadi semakin maju dan berkembang.

Di kemudian hari, yang dikirim al-Azhar ke luar negeri bukan hanya mahasiswa, melainkan juga para dosen, ulama, dan guru besar untuk menyumbangkan­ berbagai ilmunya di belahan dunia lain, termasuk ke Indonesia.

Lembaga al-Bi‘tsah (utusan ke luar negeri) ini semakin berkembang dan utusan al-Azhar yang kembali dari luar negeri pun banyak membawa permasala­han keislaman yang perlu di­carikan jalan keluarnya. Untuk keperluan­ pengirim­an­ utusan al-Azhar ke berbagai perguruan tinggi di luar negeri, dibentuklah sebuah lembaga khusus yang membekali para utusan den­gan bahasa dan budaya negara yang akan mereka datangi.

Para syekh al-Azhar berpendapat bahwa Uni­versitas al-Azhar sebagai­ perguruan tinggi Islam yang kuat dan berkembang mempunyai tanggung jawab khusus untuk menyiarkan dan mengembang­kan ilmu keislaman, baik di al-Azhar sendiri maupun­ di luar negeri.

Sebab itu, pada 1961 Universitas al-Azhar membenahi berba­gai lem­baga ilmiah yang ada serta memperluas ruang ling­kupnya­. Berdasarkan Undang-Undang Mesir No­mor 103 Tahun 1961, kegiatan lembaga al-Bi‘tsah pun diperluas­ dan diubah menjadi Majma‘ al-Buhuts al-Islamiyyah wa Idarah ats-saqafah wa al-Bu‘uts al-Islamiyyah (Lembaga Ilmiah untuk Masalah Keislaman: Pusat Kebudayaan dan Utusan Keislaman).

Dalam pasal 15 undang-undang tersebut dise­butkan bahwa Majma‘ al-Buhuts al-Islamiyyah ada­lah lembaga tertinggi untuk membahas masalah­ keislaman yang mempu­ nyai ruang lingkup berbagai­ permasalahan keislaman, baik hukum, sosial, ekonomi, politik, maupun kebudayaan­ dan peradaban­. Dalam pasal 16 disebut­kan bahwa ke­peng­urusan Majma‘ al-Buhuts al-Islamiyyah terdiri atas 50 orang ulama besar yang mewakili berbagai mazhab, 20 orang di antaranya ulama di luar al-Azhar.

Lembaga­ ini diketuai­ langsung oleh rektor Universitas al-Azhar dengan seorang sekjen dan 50 orang anggota­. Untuk pertama kali, para anggota organisasi ditunjuk oleh Presiden Gamal Abdel Nasser (memerintah­ 1958–1970). Pada awal berdirinya, organi­sasi ini diketuai oleh Dr. Abdul Halim Mahmud (rektor Universitas al-Azhar ketika­ itu) dan sekjennya adalah Dr. Mahmud Hubb Allah (seorang ahli fikih dan usul fikih di Universitas al-Azhar).

Nama besar yang pernah menduduki jabatan sekjen adalah Dr. Muhammad Husain az-Zahabi (pakar tafsir di Universitas al-Azhar), Dr. Muhammad Abdur Rahman Baishar (syekh al-Azhar), dan Dr. Abdul Jalil Abduh Syalabi (syekh al-Azhar).

Tugas dan Wewenang. Pasal 17 Undang-Undang Mesir Nomor 103 Tahun 1961 menyebutkan­ bahwa tugas dan wewenang lembaga ini adalah:­

(1) melakukan pembahasan yang luas dan mendalam terhadap masalah parsial ke­islaman;

(2) berupaya memperbarui kebudayaan­ dan peradaban Is­lam serta membersihkan­nya dari berbagai­ pengaruh asing, sehingga tercipta kebudayaan­ dan peradaban­ Islam yang sesungguhnya;­

(3) menggali kekaya­an ilmiah Islam dan me­nyebarluaskannya;­

(4) menjadi penengah­ dalam berbagai masalah keislaman­ apabila timbul perbedaan mazhab, sosial, dan ekonomi;

(5) melaku­kan­ dakwah amar makruf nahi munkar dengan cara yang baik dan bijaksana;

(6) mel­akukan kajian ilmiah ke­islaman dengan menggali sumber asli dan klasik, baik di dalam negeri maupun di luar negeri;

(7) memperluas dan mengembangkan ilmu keislaman­ dan kebudayaan Islam;

(8) mengirim­ para utusan Universitas al-Azhar ke berbagai dunia Islam untuk membantu mengem­ bangkan ilmu dan kebudayaan Islam, serta membantu para mahasiswa­ yang menuntut ilmu di Universitas al-Azhar;

(9) membuka kelas khusus bagi para maha­siswa yang ingin memperdalam ilmu keislaman me­lalui program khusus un­ tuk tingkat pascasarjana;

(10) menyusun peraturan dan menertib­kan pembe­rian penghargaan ilmiah dan hadiah ilmiah untuk mendorong para peminat untuk mengkaji dan mendalami­ masalah keislaman.

Departemen. Sebagai sebuah lembaga yang memiliki ruang lingkup wewenang luas, Majma‘ al-Buhuts al-Islami­yyah memi­liki berba­gai­ departemen dengan bidang garapan tertentu, yakni:

(1) Departemen dakwah untuk dalam dan luar negeri. De­partemen ini bertugas untuk mengirim para dai untuk dalam maupun luar negeri. Tugas para dai ini difokuskan pada:

(a) mengajak umat Islam untuk berpegang teguh pada ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW,

(b) mengajak umat Islam untuk bersikap dan berperilaku­ seperti sikap dan perilaku Nabi Muhammad SAW,

(c) menjelaskan batasan, hukum, dan tata aturan yang diajarkan­ Islam, khususnya yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan antarmanusia.

(2) Departemen yang menangani para mahasiswa­ asing yang belajar di Universitas al-Azhar dan para utusan al-Azhar ke berbagai belahan dunia.

(3) Departemen pengkajian masalah keislaman, penyiar­an, dan kebudayaan­ Islam yang secara khusus­ membahas masalah keislaman dan menerbitkan­ buku dalam berbagai disiplin ilmu. Buku yang telah diterbitkan meliputi berbagai permasalahan keislaman, antara lain:

(1) di bidang akidah: al-‘Aqidah al-Islamiyyah kama Ja’a biha Al-Qur’an al-Karim (Akidah Islam Sebagaimana Dikehendaki Al-Qur’an al-Karim) dan al-Qadiyaniyyah (membahas­ kesesatan aliran Qadiani);

(2) di bidang tafsir: Tafsir wa Rijaluh (Tafsir dan para Tokohnya) dan Muqawwamat­ al-Insaniyyah fi Al-Qur’an (berbicara tentang eksistensi manusia serta sifatnya dalam Al-Qur’an);

(3) di bidang fikih: Nasy’ah al-Fiqh al-Ijtihadi wa Atwarihi (Munculnya Fikih Ijtihad dan Perkembangan­nya) dan Min Qadaya al-‘Amal wa al-Mal fi al-Islam (Permasa­lahan Kerja dan Harta dalam Islam);

(4) di bidang­ politik: al-Muslimun wa Istirdad Bait al-Maqdis (Umat Islam dan Hak Pengembalian­ Baitulmakdis)­ dan Ahdaf Isra’Ól at-Tawassu‘iyyah fi Bilad al-‘Arabiyyah (Motivasi­ Jangka Panjang Israel di Tanah Arab);

(5) di bidang hadis: Fi Rihab as-Sunnah al-Kutub as-Sit­tah (Dalam Pangkuan Sunah Kitab Hadis yang Enam) dan Sunnah ar-Rasul (Sunah Rasul); serta

(6) di bidang tokoh: Khadijah Radhiya Allahu ‘Anha (Khadijah RA), Malik Ibn Anas Imam Dar al-Hijrah (Malik bin Anas Imam Markas Hijrah Rasul), dan Min Akhlaq al-‘Ulama’ (Akhlak para Ulama).

Aktivitas departemen terakhir inilah yang paling menon­jol. Dalam departemen ini ada beberapa­ lajnah khusus yang membahas berbagai disiplin­ ilmu keislaman, antara lain La­jnah Buhuts Al-Qur’an al-Karim (membahas masalah yang terkait dengan Al-Qur’an), Lajnah as-Sunnah an-Nabawiyyah (membahas masalah yang terkait dengan sunah Rasul), La­jnah al-Masjid al-Aqsa (membahas masalah Masjidilaksa), Lajnah Ta‘rif bi al-Islam (membahas upaya penyebaran­ Islam dan menangkal kristenisasi), Lajnah Ihya’ at-Turats al-Islami (bertugas menyebarluas­ kan kekayaan­ ilmiah Islam), Lajnah al-Buhuts al-Fiqhi­yyah (membahas masalah fikih), Lajnah al-hadharah wa al-Bai‘at wa al-Mujtama‘ al-Islamiyyah (mem­bahas masalah kebudayaan,­ peradaban, dan kehidupan­ sosial), Lajnah al-‘Aqidah wa al-Falsafah (membahas­ masalah akidah dan filsafat),­ dan Lajnah Da’irah al-Ma‘arif al-Islamiyyah (mem­ bahas ensiklope­di Islam yang mencakup berbagai disiplin ilmu keislaman).

Muktamar. Organisasi ini tidak menetapkan jadwal muk­tamar secara teratur, sehingga jarak dari satu muktamar ke muktamar lainnya bisa satu tahun atau lebih.

Muktamar baru dilaksanakan apabila suatu permasalahan dianggap perlu un­tuk dibicarakan dalam muktamar­. Muktamar tidak membahas penggantian pimpinan karena berdasarkan­ Undang-Undang Nomor 103 Tahun 1961 pimpinan organi­sasi dijabat langsung oleh rektor Universitas al-Azhar, sedangkan sekjennya dipilih dari 50 anggota.

Muktamar pertama Majma‘ al-Buhuts al-Islamiyyah diadakan pada bulan Syawal 1383 atau Maret 1964 di Cairo. Pada tahun 1993, diadakan muktamar di Bru­nei Darussalam.

Ketika itu secara khusus dibicarakan permasalahan­ hukum Islam dan perubahan sosial serta an­caman terhadap eksis­tensi sunah Rasul. Pembicara utama ada­lah Dr. Ali Muhammad as-Sallus (pakar fikih dan hadis dari Kuwait)­ dan Dr. Wahbah az-Zuhaili (pakar fikih dan usul fikih dari Universitas Damas­cus, Suriah).

DAFTAR PUSTAKA

Amanah al-’Ammah, al-Azhar asy-Syarif. Kumpulan Keputusan Muktamar Majma‘ al-Buhuts al-Islamiyyah. t.tp.: t.p., t.t.
–––––––. Majma‘ al-Buhuts al-Islamiyyah: Tarikhuh wa Tasawwuruh. Cairo: t.p., 1403 H/1993 M.
NASRUN HAROEN