Mahmud II

(Istanbul, 13 Ramadan 1199/20 Juli 1785–1 Juli 1839)

Sultan ke-33 Kerajaan Usmani Turki adalah Mahmud II. Ia menjadi sultan (28 Juli 1808) menggantikan kakaknya, Sultan Mustafa IV, sampai ia meninggal. Ia adalah putra Salim III (sultan ke-31). Mahmud II di­ pandang sebagai pembaru­ Usmani, sebanding dengan Muhammad Ali (1805–1849) di Mesir. Di Kerajaan Usmani pembaruan­ dimulai sejak Mustafa IV sampai sultan sesu­ dahnya yang disebut periode modern.

Mahmud II semasa­ kecilnya selain memperoleh pen­ didikan tradisional­ di bidang agama, juga memperoleh pendidikan pemerintahan dan sastra (sastra Arab, Turki, dan Parsi).

Dalam suatu pemberontakan tentara Janissary (Tur­ki: yeni cheri), pada masa pemerintahan Mustafa IV, semua anggota keluarga Usmani terbunuh kecuali Mahmud II yang sempat lolos. Dalam kondisi demikian­ lah Mahmud II naik takhta.

Situasi Kerajaan Usmani di awal pemerintahannya­ digambarkan seba­ gai suatu kondisi yang me­lahirkan ke­putusasaan, karena wilayahnya yang sangat­ luas itu tidak dapat lagi secara efektif di­awasi pemerintah pusat.

Se­lain itu, pada awal pemerintahannya­ pula Mahmud II disibukkan­ de­ngan peperangan melawan Rusia untuk me­ nundukkan­ daerah yang mempunyai otonomi besar.

Setelah menyadari kegagalan pem­baruan yang dilak­sanakan di Kera­ jaan Usmani, sebelum abad modern, men­dapat tantangan dari berbagai kelompok,­ akhirnya Mahmud II melaku­ kan pembaruan secara sung­guh-sungguh dalam bidang­ militer, politik, pendidikan, hukum, dan eko­nomi. Adapun tantangan tersebut datangnya

dari kelompok Janissary yang mempunyai hubungan erat dengan Tarekat Bektasyi yang berpengaruh di masyarakat dan dari kalangan ulama yang meme­gang kuat tradisi umat Islam. Usaha pembaruan Mahmud II ini akhirnya berhasil.

Setelah dapat mengatasi kemelut yang melanda Kera­ jaan Usmani, baik dari dalam maupun dari luar, pada 1826 Mahmud II membentuk suatu­ korps tentara baru yang disebut Muallem Eshkinji. Para perwira tinggi Janissary me­nyetujuinya, tetapi para perwira menengah ke bawah­ merasa tidak senang dengan kehadiran korps baru tersebut.

Beber­apa hari sebelum melaksana­kan parade, Janissary melakukan pemberontakan dan atas restu Mufti Besar Kerajaan Usmani, Mahmud II memukul hancur Janissary. Pada 1831 pengaruh Janissary hilang sama sekali.

Dalam melakukan pembaruan bidang militer, Mahmud II
terkenal sangat taktis dan strategis, karena pelatih tentaranya yang baru adalah pelatih yang dikirim oleh Muham­mad Ali dari Mesir. Pembaruan­ militernya meliputi:

(1) membentuk tentara kerajaan yang modern;

(2) melumpuhkan­ tantangan­ dari pihak Janissary sekaligus tantangan ulama atas pemba­ ruannya; dan

(3) membentuk korps tentara­ Kerajaan Usmani yang baru.

Sultan Mahmud II dikenal sebagai sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan tidak segan-segan melanggar adat ke­ biasaan lama. Berbeda de­ngan para pendahulunya, Mahmud II bersikap demokratis­ dan selalu muncul di muka umum un­tuk berbicara.

Apabila rakyat menghadap kepadanya, mereka tidak perlu berlutut seperti terhadap sultan sebelumnya. Untuk mengekang kekuasaan­ tak terbatas para pengua­sa di daerah, Mahmud II melarang para gubernur untuk mengeksekusi­ seseorang tanpa meminta pertimbangan­ lebih dahulu­ kepada pemerintah pusat di Istanbul. Hukum­ bunuh untuk masa selanjutnya hanya bisa dikeluarkan­ hakim.

Penyitaan terhadap harta seseorang yang dibuang atau dihukum mati ditiadakan­. Mahmud II hanya menugas­kan seorang pegawai­ setelah ditatar lebih dahulu dan gaji para pegawai ditingkatkan. Mahmud II juga melakukan penyesuaian­ dalam sistem paspor bagi­ para pelancong. Pada 1832 ia merancang suatu sistem yang berkenaan dengan pelayanan pos secara modern dan mengharus­kan pelaksanaan karantina.

Aspek terpenting yang dilaksa­ nakan Mahmud II dalam bidang pe­ merintahan adalah merombak sis­ tem kekuasaan di tingkat penguasa puncak. Dalam tradisi Kerajaan Usmani, sultan memiliki dua bentuk kekuasaan, yakni kekuasaan temporal (duniawi)­ dan kekuasaan spiritual (rohani). Sebagai­ penguasa dunia ia disebut sultan dan sebagai pe­nguasa ro­hani disebut khalifah­.

Dalam pelaksana­annya­ untuk urusan pemerintahan,­ sultan dibantu sadrazam, sedangkan untuk keagamaan dibantu­ syaikh al-IslÎm. Jabatan sadrazam yang sering menggantikan sultan apabila sultan berhalangan dihapuskan­ Mahmud II; sebagai gantinya dibentuk­ jabatan perdana menteri yang membawahi menteri untuk urusan dalam negeri, luar negeri, keuangan, dan pendidikan den­ gan departemennya­ masing-masing.

Para menteri memiliki kekuasaan semi otonomi dan perdana menteri bertugas sebagai penghubung antara para menteri dan sultan. Tugas perdana menteri sangat berkurang apabila­ dibandingkan dengan sadrazam sebelumnya.

Selain itu Mahmud II juga memindahkan kekuasaan­ yudikatif dari tangan sadrazam ke syaikh al-Islam. Dalam sistem baru ini Mahmud II membentuk lembaga hukum sekuler di samping hukum syariat.

Kekua­saan syaikh al-Islam menjadi sedikit karena hanya menangani masalah syariat, sedangkan­ hukum sekuler diserahkan kepa­da Dewan Pe­rancang Hukum untuk mengaturnya. Sepanjang sejarah­ Kerajaan Usmani, Mahmud II yang pertama kali secara tegas mengadakan­ perbedaan antara hukum agama dan hukum dunia.

Pada 1838 Mahmud II mengeluarkan hukum dan ke­ tentuan menyangkut kewajiban para hakim dan pegawai negeri. Ditegaskan pula ketentuan yang berlaku bagi seo­rang hakim maupun pegawai yang korupsi dan melalaikan­ tugasnya.

Sebelum abad modern, pendidikan di Kerajaan Usmani tidak menjadi tanggung jawab kerajaan melainkan ditangani ulama yang orientasinya hanya pendidikan agama tanpa adanya pengetahuan­ umum. Sistem pendidikan seperti ini menurut Mahmud II tidak akan mampu menjawab problem­ umat di abad modern.

Sementara itu mengubah kurikulum ketika itu merupakan suatu hal yang sangat sulit. Oleh sebab itu, Mahmud II mencari terobosan dengan tetap membiar­ kan se­kolah tradisional berjalan dan mendirikan dua se­ kolah umum, yakni Mekteb-i Ma’arif (Sekolah Pengetahuan­ Umum) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye Tibbiye-i (Sekolah Sastra) yang siswanya adalah lulusan terbaik dari madrasah tradisio­nal.

Selain itu secara berturut-turut Mahmud II mendi­rikan Sekolah Militer, Sekolah Teknik, Seko­lah Kedokteran, dan Sekolah Pembedahan­. Pada 1838 ia menggabungkan Sekolah Kedokteran dengan Sekolah Pembedahan menjadi Darul Ulum-u Hikemiye ve Mekteb-i Tibbiye-i Sahane dengan menjadikan bahasa Perancis sebagai bahasa­ pengantarnya.

Mahmud II tercatat sebagai tokoh­ penganjur bahasa Perancis; karena menurutnya penguasaan bahasa asing tersebut akan mempercepat laju alih ilmu modern ke Turki, khususnya ilmu kedokteran, dan sekaligus menjadi kunci dalam penyerapan khazanah pemikiran­ modern seperti politik, militer, ekonomi, sosial, sains, dan filsafat.

Selain usaha pendirian sekolah, Mahmud II juga melak­ sanakan kegiatan yang sangat strategis. Ia mengirim siswa untuk belajar ke Eropa yang kelak setelah kembali diharap­ kan membawa ide baru di kerajaan ini. Pada masa berikutnya­ usaha ini terbukti, muncullah buku yang berbahasa Turki mengenai peradaban modern Barat.

Untuk menyebarluaskan gagasannya dan mengko­ munikasikannya kepada masyarakat, Mahmud II meng­ upayakan bidang publikasi yang memadai­. Tahun 1831 ia menginstruksikan berdirinya surat kabar resmi pemerintah Takvim-i Vekayi, tiga tahun setelah terbitnya surat kabar pemerintah Mesir al-Waqa’i‘ al-Misriyyah (1828).

Surat kabar ini tidak hanya memuat berita dan pengumuman resmi pe­ merintah, melainkan juga memuat artikel mengenai­ gagasan progresif di Eropa. Oleh sebab itu, Takvim-i Vekayi dinilai mempunyai pengaruh besar dalam memperkenalkan ide modern kepada masyarakat Turki.

Mahmud II melakukan perbaikan sumber ekonomi melalui sektor pertanian mengingat dae­rah Turki terkenal daerah agraris yang cukup luas. Untuk itu Mahmud II menghapuskan semua peraturan­ yang dibuat amir, tuan tanah, dan kaum feodal, kemudian menggantinya dengan peraturan tentang hak pemilikan dan penggunaan tanah yang keamanannya dilindungi.

Perubahan ini melahirkan­ semangat rakyat untuk mengolah lahan pertanian. Pembaruan Mahmud II selanjutnya­ melahirkan suatu era baru di Kerajaan Usmani yang disebut Tanzimat.

DAFTAR PUSTAKA

Bosworth, C.E. Dinasti-Dinasti Islam, terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan, 1993.
Edward S, Creasy. History of the Ottoman Turks. Beirut: Zeine, 1961.
Hourani, Albert. Arabic Thought in the Liberal Age, 1798–1939. London, Oxford, New York: Oxford University Press, 1962.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Shaw, Stanford J. History of the Ottoman Empire and Modern Turkey. Vol. I & II.
Cambridge: Cambridge University Press, 1991.
Stoddard, L. Dunia Baru Islam. Jakarta: t.p., 1966.
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah at-Tarikh al-Islami wa al-sadhiarah al-Islamiyyah. Cairo: an-Nahdah al-Misriyah, 1977.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.
SYAHRIN HARAHAP