Sultan ke-33 Kerajaan Usmani Turki adalah Mahmud II. Ia menjadi sultan (28 Juli 1808) menggantikan kakaknya, Sultan Mustafa IV, sampai ia meninggal. Ia adalah putra Salim III (sultan ke-31). Mahmud II di pandang sebagai pembaru Usmani, sebanding dengan Muhammad Ali (1805–1849) di Mesir. Di Kerajaan Usmani pembaruan dimulai sejak Mustafa IV sampai sultan sesu dahnya yang disebut periode modern.
Mahmud II semasa kecilnya selain memperoleh pen didikan tradisional di bidang agama, juga memperoleh pendidikan pemerintahan dan sastra (sastra Arab, Turki, dan Parsi).
Dalam suatu pemberontakan tentara Janissary (TurÂki: yeni cheri), pada masa pemerintahan Mustafa IV, semua anggota keluarga Usmani terbunuh kecuali Mahmud II yang sempat lolos. Dalam kondisi demikian lah Mahmud II naik takhta.
Situasi Kerajaan Usmani di awal pemerintahannya digambarkan seba gai suatu kondisi yang meÂlahirkan keÂputusasaan, karena wilayahnya yang sangat luas itu tidak dapat lagi secara efektif diÂawasi pemerintah pusat.
SeÂlain itu, pada awal pemerintahannya pula Mahmud II disibukkan deÂngan peperangan melawan Rusia untuk me nundukkan daerah yang mempunyai otonomi besar.
Setelah menyadari kegagalan pemÂbaruan yang dilakÂsanakan di Kera jaan Usmani, sebelum abad modern, menÂdapat tantangan dari berbagai kelompok, akhirnya Mahmud II melaku kan pembaruan secara sungÂguh-sungguh dalam bidang militer, politik, pendidikan, hukum, dan ekoÂnomi. Adapun tantangan tersebut datangnya
dari kelompok Janissary yang mempunyai hubungan erat dengan Tarekat Bektasyi yang berpengaruh di masyarakat dan dari kalangan ulama yang memeÂgang kuat tradisi umat Islam. Usaha pembaruan Mahmud II ini akhirnya berhasil.
Setelah dapat mengatasi kemelut yang melanda Kera jaan Usmani, baik dari dalam maupun dari luar, pada 1826 Mahmud II membentuk suatu korps tentara baru yang disebut Muallem Eshkinji. Para perwira tinggi Janissary meÂnyetujuinya, tetapi para perwira menengah ke bawah merasa tidak senang dengan kehadiran korps baru tersebut.
BeberÂapa hari sebelum melaksanaÂkan parade, Janissary melakukan pemberontakan dan atas restu Mufti Besar Kerajaan Usmani, Mahmud II memukul hancur Janissary. Pada 1831 pengaruh Janissary hilang sama sekali.
Dalam melakukan pembaruan bidang militer, Mahmud II
terkenal sangat taktis dan strategis, karena pelatih tentaranya yang baru adalah pelatih yang dikirim oleh MuhamÂmad Ali dari Mesir. Pembaruan militernya meliputi:
(1) membentuk tentara kerajaan yang modern;
(2) melumpuhkan tantangan dari pihak Janissary sekaligus tantangan ulama atas pemba ruannya; dan
(3) membentuk korps tentara Kerajaan Usmani yang baru.
Sultan Mahmud II dikenal sebagai sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan tidak segan-segan melanggar adat ke biasaan lama. Berbeda deÂngan para pendahulunya, Mahmud II bersikap demokratis dan selalu muncul di muka umum unÂtuk berbicara.
Apabila rakyat menghadap kepadanya, mereka tidak perlu berlutut seperti terhadap sultan sebelumnya. Untuk mengekang kekuasaan tak terbatas para penguaÂsa di daerah, Mahmud II melarang para gubernur untuk mengeksekusi seseorang tanpa meminta pertimbangan lebih dahulu kepada pemerintah pusat di Istanbul. Hukum bunuh untuk masa selanjutnya hanya bisa dikeluarkan hakim.
Penyitaan terhadap harta seseorang yang dibuang atau dihukum mati ditiadakanÂ. Mahmud II hanya menugasÂkan seorang pegawai setelah ditatar lebih dahulu dan gaji para pegawai ditingkatkan. Mahmud II juga melakukan penyesuaian dalam sistem paspor bagi para pelancong. Pada 1832 ia merancang suatu sistem yang berkenaan dengan pelayanan pos secara modern dan mengharusÂkan pelaksanaan karantina.
Aspek terpenting yang dilaksa nakan Mahmud II dalam bidang pe merintahan adalah merombak sis tem kekuasaan di tingkat penguasa puncak. Dalam tradisi Kerajaan Usmani, sultan memiliki dua bentuk kekuasaan, yakni kekuasaan temporal (duniawi) dan kekuasaan spiritual (rohani). Sebagai penguasa dunia ia disebut sultan dan sebagai peÂnguasa roÂhani disebut khalifahÂ.
Dalam pelaksanaÂannya untuk urusan pemerintahan, sultan dibantu sadrazam, sedangkan untuk keagamaan dibantu syaikh al-IslÃŽm. Jabatan sadrazam yang sering menggantikan sultan apabila sultan berhalangan dihapuskan Mahmud II; sebagai gantinya dibentuk jabatan perdana menteri yang membawahi menteri untuk urusan dalam negeri, luar negeri, keuangan, dan pendidikan den gan departemennya masing-masing.
Para menteri memiliki kekuasaan semi otonomi dan perdana menteri bertugas sebagai penghubung antara para menteri dan sultan. Tugas perdana menteri sangat berkurang apabila dibandingkan dengan sadrazam sebelumnya.
Selain itu Mahmud II juga memindahkan kekuasaan yudikatif dari tangan sadrazam ke syaikh al-Islam. Dalam sistem baru ini Mahmud II membentuk lembaga hukum sekuler di samping hukum syariat.
KekuaÂsaan syaikh al-Islam menjadi sedikit karena hanya menangani masalah syariat, sedangkan hukum sekuler diserahkan kepaÂda Dewan PeÂrancang Hukum untuk mengaturnya. Sepanjang sejarah Kerajaan Usmani, Mahmud II yang pertama kali secara tegas mengadakan perbedaan antara hukum agama dan hukum dunia.
Pada 1838 Mahmud II mengeluarkan hukum dan ke tentuan menyangkut kewajiban para hakim dan pegawai negeri. Ditegaskan pula ketentuan yang berlaku bagi seoÂrang hakim maupun pegawai yang korupsi dan melalaikan tugasnya.
Sebelum abad modern, pendidikan di Kerajaan Usmani tidak menjadi tanggung jawab kerajaan melainkan ditangani ulama yang orientasinya hanya pendidikan agama tanpa adanya pengetahuan umum. Sistem pendidikan seperti ini menurut Mahmud II tidak akan mampu menjawab problem umat di abad modern.
Sementara itu mengubah kurikulum ketika itu merupakan suatu hal yang sangat sulit. Oleh sebab itu, Mahmud II mencari terobosan dengan tetap membiar kan seÂkolah tradisional berjalan dan mendirikan dua se kolah umum, yakni Mekteb-i Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umum) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye Tibbiye-i (Sekolah Sastra) yang siswanya adalah lulusan terbaik dari madrasah tradisioÂnal.
Selain itu secara berturut-turut Mahmud II mendiÂrikan Sekolah Militer, Sekolah Teknik, SekoÂlah Kedokteran, dan Sekolah PembedahanÂ. Pada 1838 ia menggabungkan Sekolah Kedokteran dengan Sekolah Pembedahan menjadi Darul Ulum-u Hikemiye ve Mekteb-i Tibbiye-i Sahane dengan menjadikan bahasa Perancis sebagai bahasa pengantarnya.
Mahmud II tercatat sebagai tokoh penganjur bahasa Perancis; karena menurutnya penguasaan bahasa asing tersebut akan mempercepat laju alih ilmu modern ke Turki, khususnya ilmu kedokteran, dan sekaligus menjadi kunci dalam penyerapan khazanah pemikiran modern seperti politik, militer, ekonomi, sosial, sains, dan filsafat.
Selain usaha pendirian sekolah, Mahmud II juga melak sanakan kegiatan yang sangat strategis. Ia mengirim siswa untuk belajar ke Eropa yang kelak setelah kembali diharap kan membawa ide baru di kerajaan ini. Pada masa berikutnya usaha ini terbukti, muncullah buku yang berbahasa Turki mengenai peradaban modern Barat.
Untuk menyebarluaskan gagasannya dan mengko munikasikannya kepada masyarakat, Mahmud II meng upayakan bidang publikasi yang memadaiÂ. Tahun 1831 ia menginstruksikan berdirinya surat kabar resmi pemerintah Takvim-i Vekayi, tiga tahun setelah terbitnya surat kabar pemerintah Mesir al-Waqa’i‘ al-Misriyyah (1828).
Surat kabar ini tidak hanya memuat berita dan pengumuman resmi pe merintah, melainkan juga memuat artikel mengenai gagasan progresif di Eropa. Oleh sebab itu, Takvim-i Vekayi dinilai mempunyai pengaruh besar dalam memperkenalkan ide modern kepada masyarakat Turki.
Mahmud II melakukan perbaikan sumber ekonomi melalui sektor pertanian mengingat daeÂrah Turki terkenal daerah agraris yang cukup luas. Untuk itu Mahmud II menghapuskan semua peraturan yang dibuat amir, tuan tanah, dan kaum feodal, kemudian menggantinya dengan peraturan tentang hak pemilikan dan penggunaan tanah yang keamanannya dilindungi.
Perubahan ini melahirkan semangat rakyat untuk mengolah lahan pertanian. Pembaruan Mahmud II selanjutnya melahirkan suatu era baru di Kerajaan Usmani yang disebut Tanzimat.
DAFTAR PUSTAKA