Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi hukum Islam merupakan sebuah kumpulan hukum Islam di bidang muamalah yang berlaku dalam yurisdiksi Peradilan Agama bagi warga negara Indonesia yang menganut agama Islam. Kompilasi Hukum Islam terdiri atas tiga buku: Buku I Hukum Perkawinan, Buku II Hukum Kewarisan, dan Buku III Hukum Perwakafan.

Latar Belakang. Penyelesaian persengketaan bagi umat Islam di Indonesia selama ini mengacu pada tiga sistem hukum, yaitu hukum Adat, hukum Islam, dan hukum Barat. Hukum Islam masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke wilayah Nusantara. Kerajaan Islam yang melaksanakan hukum Islam pada masa itu antara lain adalah Samudera Pasai, Kesultanan Aceh, Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon, dan Kesultanan Banten.

Masuknya penjajah Belanda ke wilayah Nusantara tidak menghapus berlakunya hukum Islam. Hukum Islam bahkan diakui oleh pemerintah kolonial secara tertulis sebagai hukum yang diterapkan untuk menyelesaikan sengketa keluarga di antara umat Islam. Pengakuan tertulis ini tercantum pada pasal 75 Regeering Reglemen (RR) Tahun 1855, dan lebih dipertegas pada pasal 78 RR yang sama.

Berdasarkan pengakuan ini, untuk menyelesaikan perkara antarumat Islam pemerintah kolonial membentuk Preisterraad (Peradilan Agama) Staatsblad (Stbl.) 1882 No. 152 jo 1937 No. 116 dan 610 untuk Pulau Jawa dan Madura, serta Kerapatan Kadi untuk Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan (Stbl. 1937 No. 638). Dalam masa penjajahan Belanda, bidang hukum Islam yang berlaku di peradilan mengalami pasang surut.

Setelah Indonesia merdeka, berbagai undang-undang (UU) disusun untuk mengatur Peradilan Agama dan sistem hukum yang diberlakukan dalam yurisdiksi peradilan itu. Undang-undang No. 22 Tahun 1946 dan UU No. 36 Tahun 1954. Kedua UU ini mengatur tentang kesatuan dan kepastian hukum dalam pencatatan nikah, talak, dan rujuk bagi umat Islam.

Sejalan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun­ 1957 tentang pembentukan Peradilan Agama/Mahkamah Syariah, dikeluarkan pula Peraturan Pelaksanaan No. 45/1957 melalui Surat Edaran Kepala Biro Peradilan Agama No. B/I/735 pada 18 Februari 1958.

Salah satu isi dalam edaran itu menyebutkan: “Untuk mendapatkan kesatuan hukum dalam memeriksa dan memutuskan perkara, para hakim Peradilan Agama/Mahkamah Syariah dianjurkan agar mempergunakan sebagai pedoman kitab-kitab tersebut di bawah ini….”

Banyaknya buku pedoman itu menunjukkan bahwa hukum Islam yang diterapkan dalam Peradilan Agama ketika itu belum bersifat pasti dan satu. Kitab yang dianjurkan dalam surat edaran itu berjumlah 13 buah (dari 13 pengarang) dan keseluruhannya merupakan kitab fikih Mazhab Syafi‘i.

Buku tersebut adalah sebagai berikut: (1) al-Bajuri, (2) Fath al-Mu‘in, (3) Syarqawi ‘ala at-Tahrir, (4) Qalyubi/Mahalli, (5) Fath al-Wahhab dengan syarahnya, (6) Tuhfah, (7) Targib al-Musyta, (8) Qawanin Syar‘iyyah li Sayyid ibn Yahya, (9) Qawanin asy-Syari‘ah sadaqah Di’an, (10) Syamsuri fi al-Fara’id (11) Bugyah al-Musytarsyidin, (12) al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba‘ah, dan (13) Mugni al-Muhtaj.

Penunjukan kitab ini sebagai pedoman pelaksanaan hukum Islam memperlihatkan adanya usaha pemerintah ketika itu untuk menyatukan rujukan hukum Islam yang akan diterapkan dalam penyelesaian sengketa melalui Peradilan Agama.

Akan tetapi, penerapan hukum yang didasarkan pada 13 buku tersebut masih mengalami kesulitan, karena banyak perbedaan pendapat antar ulama tentang suatu masalah, misalnya masalah perkawinan. Karenanya, pemerintah merasa perlu untuk menyusun sebuah UU tentang perkawinan.

Untuk itu, setelah melalui perdebatan di DPR dan media massa, pada 1974 lahir UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Lahirnya kedua peraturan tersebut merupakan awal tersusunnya suatu hukum Islam tertulis.

Namun, karena Peradilan Agama di Indonesia mempunyai dua induk (Departemen Agama dan Mahkamah Agung) maka pemerintah merasa perlu mengatur tata cara pembinaan Peradilan Agama oleh Departemen Agama dan Mahkamah Agung.

Untuk itu, dalam rangka menghilangkan perbedaan penafsiran tentang pelaksanaan UU No. 1 Tahun­ 1974, pada 1976 dibentuk Panitia Kerja Sama Departemen Agama Mahkamah Agung (Pankermahagam) berdasarkan Surat Keputusan Mahkamah Agung No. 04/KMA/1976.

Panitia ini berusaha memikirkan dan mewujudkan kesatuan hukum dan bentuk hukum tertulis bagi hukum Islam yang sudah berlaku dalam masyarakat. Panitia ini kemudian menyelenggarakan beberapa kegiatan sebagai berikut: penyusunan buku Himpunan Putusan Peradilan Agama (1976), loka karya tentang Pengacara di Pengadilan Agama (1977), seminar tentang Hukum Waris Islam (1978), seminar tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan (1979), penyusunan Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Peradilan Agama (1981).

Juga simposium Beberapa Bidang Hukum Islam (1982), simposium Sejarah Peradilan Agama (1982), penyusunan Himpunan Nas dan Hujah Syariah (1983), penyusunan Kompilasi Hukum Acara Peradilan Agama I (1984), penyusunan Kompilasi Hukum Acara Peradilan Agama II (1985), penyusunan Kompilasi Hukum Nikah, Talak, Cerai, Rujuk (NTCR) I dan II (1985), dan penyusunan Kompilasi Hukum Acara Peradilan Agama III (1986). Dalam rangka kerjasama ini pula, pada 15 Mei 1979 disepakati penunjukan enam orang hakim agung untuk menangani permasalahan kasasi yang berasal dari lingkungan Peradilan Agama.

Sejak keluarnya UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, keterlibatan Mahkamah Agung dalam membina Peradilan Agama semakin kuat, khususnya yang menyangkut pembinaan teknis yustisial.

Secara administratif, organisasi, dan keuangan lembaga ini tetap berada di bawah Departemen Agama. UU No.14 Tahun 1970 ini baru berjalan dengan baik di Peradilan Agama setelah ditandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung RI dan Menteri Agama RI No. 01, 02, 03, dan 04/SK/I-1983 dan No. 1, 2, 3, dan 4 Tahun 1983. SKB ini merupakan jalan pintas untuk memberlakukan UU No. 14 Tahun 1970 di lingkungan Peradilan Agama, karena Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan UU No. 14 Tahun 1970 tersebut masih dalam proses penyusunan.

Melalui kerjasama tersebut, Mahkamah Agung merasakan adanya penerapan yang simpang siur tentang hukum Islam. Karena itu, untuk mewujudkan kesatuan dan kepastian hukum Islam diperlukan kodifikasi hukum Islam yang akan digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan berbagai persoalan di lingkungan Peradilan Agama.

Proses Penyusunan. Pada 25 Maret 1985, Mahkamah Agung dan Departemen Agama mengeluarkan keputusan bersama No. 07/KMA/1985 dan No. 25 Tahun 1985 yang ditandatangani di Yogyakarta oleh Ketua Mahkamah Agung RI dan Menteri Agama RI. Isi keputusan bersama ini memuat proyek “Pengembangan Hukum Islam melalui Yurisprudensi” atau “Kompilasi Hukum Islam” yang dilaksanakan oleh sebuah tim pelaksana proyek.

Proyek ini bertujuan mengkompilasikan aturan hukum Islam, mencakup wilayah muamalah dan yurisdiksi pengadilan agama ke dalam tiga kitab, yaitu Kitab Perkawinan; Kitab Waris; dan Kitab Wakaf, Sedekah, Hibah, dan Baitulmal.

Tim pelaksana proyek ini dipimpin oleh Prof. Dr. H Busthanul Arifin, SH (Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Agama) sebagai ketua umum dan dilengkapi beberapa bidang sebagai berikut.

Bidang Kitab-Kitab/Yurisprudensi beranggotakan Prof. KH Ibrahim Hosen, LML, Prof. H M.D. Kholid, SH (Mahkamah Agung), dan H A. Wasit Aulawi, MA (Departemen Agama). Bidang Wawancara terdiri dari M. Yahya Harahap, SH (Mahkamah Agung), dan Dr. H A. Gani Abdullah, SH (Departemen Agama).

Bidang Pengumpulan dan Pengolahan Data beranggotakan H Amiroeddin Noer, SH (Mahkamah Agung) dan Drs. Muhaimin Nur, SH (Departemen Agama). Jangka waktu pelaksanaan proyek ini ditetapkan selama dua tahun terhitung dari penetapan SKB tersebut.

Pelaksanaan proyek ini ditempuh melalui wawancara dengan para ulama terkemuka, kompilasi keputusan yang diambil pengadilan agama seluruh Indonesia, seleksi argumen yuridis yang digunakan pengadilan agama, pengumpulan argumen yang dikemukakan ulama mazhab dan berbagai kitab fikih, rancangan aturan hukum Islam yang menyangkut tiga bidang yang disepakati (perkawinan, waris, dan wakaf), studi perbandingan dengan negara yang menerapkan hukum Islam, dan studi tentang kedudukan serta cakupan prinsip yang terkandung di dalam kitab fikih. Hasilnya kemudian dibahas dan dirumuskan tim inti yang juga diketuai Prof. Dr. H Busthanul Arifin, SH.

Pada 29 Desember 1987 tim ini ini berhasil merumuskan tiga rancangan Kompilasi Hukum Islam, yaitu: (1) Hukum Perkawinan, (2) Hukum Kewarisan, dan (3) Hukum Perwakafan. Kemudian Rancangan Kompilasi Hukum Islam ini diserahkan kepada Ketua Mahkamah Agung RI dan Menteri Agama RI.

Rancangan Kompilasi Hukum Islam ini kemudian di lokakaryakan pada 2–6 Februari 1988. Lokakarya ini bertujuan mendengarkan komentar dan tanggapan akhir dari ulama dan cendekiawan muslim.

Pembahasan Rancangan Kompilasi Hukum Islam ini dibagi dalam dua sidang, yaitu sidang pleno dan sidang komisi. Dalam sidang komisi dibagi Komisi Hukum Perkawinan yang beranggotakan 41 orang, Komisi Hukum Kewarisan 42 orang, dan Komisi Hukum Wakaf 29 orang.

Hasil rumusan lokakarya terdiri atas tiga buku, yaitu Buku I tentang Perkawinan, Buku II tentang Kewarisan, dan Buku III tentang Perwakafan. Kemudian buku tersebut diserahkan kepada Presiden RI oleh Menteri Agama melalui surat bertanggal 14 Maret 1988 No. MA/123/1988.

Setelah itu, keluarlah Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 pada 10 Juni 1991 tentang pemberlakuan dan penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, yang diikuti dengan Keputusan Menteri Agama RI No. 154 Tahun 1991 bertanggal 22 Juni 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 pada 10 Juni 1991.

Isinya agar seluruh jajaran Departemen Agama RI menyebarluaskan dan menerapkan Kompilasi Hukum Islam tersebut, di samping peraturan perundang-undangan lainnya, dan menugaskan Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam serta Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji untuk mengkoordinasikan pelaksanaan Keputusan Menteri Agama RI ini sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

Dengan demikian, Kompilasi Hukum Islam telah mendapatkan kekuatan dan kepastian hukum dalam wilayah negara Republik Indonesia, dan diterapkan di lingkungan Peradilan Agama serta instansi terkait lainnya. Dengan berlakunya Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman hakim di Peradilan Agama dalam menyelesaikan perkara, maka seluruh UU dan peraturan yang telah dicakup oleh Kompilasi Hukum Islam ini dianggap tidak berlaku lagi.

Materi. Kompilasi Hukum Islam terdiri atas tiga buku, 29 bab, dan 229 pasal. Buku I Hukum Perkawinan memuat 18 bab, 170 pasal. Buku II Hukum Kewarisan memuat 6 bab, 44 pasal. Buku III Hukum Perwakafan memuat 5 bab, 15 pasal.

Hukum Perkawinan mengatur tentang ketentuan umum (pasal 1), dasar-dasar perkawinan (pasal 2–10), peminangan (pasal 11–13), rukun dan syarat perkawinan (pasal 14–29), mahar (pasal 30–38), larangan kawin (pasal 39–44), perjanjian kawin (pasal­ 45–52), kawin hamil (pasal 53–54), beristri lebih dari satu (pasal 55–59), pencegahan perkawinan (pasal 60– 69), batalnya perkawinan (pasal 70–76), hak dan kewajiban suami istri (pasal 77–84), harta kekayaan dalam perkawinan (pasal 85–97), pemeliharaan anak (pasal 98–106), perwalian (pasal 107–112), putusnya perkawinan (pasal 113–148), akibat putusnya perkawinan (pasal 149–162), rujuk (pasal 163–169), dan terakhir masa berkabung (pasal 170).

Hukum Kewarisan mengatur tentang ketentuan umum (pasal 171), ahli waris (pasal 172–175), besarnya bagian masing-masing ahli waris (pasal 176–191), ’aul (cara penyelesaian harta warisan yang jumlahnya kurang untuk dibagi kepada seluruh ahli waris yang berhak) dan rad (cara penyelesaian sisa harta waris yang tidak habis dibagi kepada ahli waris) jika harta warisan yang dibagi kurang atau lebih (pasal 192–193), wasiat (pasal 194–209), dan hibah (pasal 210–214).

Hukum Perwakafan mengatur ketentuan umum (pasal 215); fungsi, unsur-unsur, dan syarat-syarat wakaf (pasal 216–222); tata cara perwakafan dan pendaftaran benda wakaf (pasal 223–224); perubahan, penyelesaian, dan pengawasan benda wakaf (pasal 225–227); serta ketentuan peralihan dan ketentuan penutup (pasal 228–229).

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Zainal Abidin. Kumpulan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Yayasan al-Hikmah, 1993.
Departemen Agama RI. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 1992/1993.
Djatnika, Rahmat, et al. Hukum Islam di Indonesia: Perkembangan dan Pembentukan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991.
Tebba, Sudirman, ed. Perkembangan Mutakhir Hukum Islam di Asia Tenggara: Studi Kasus Hukum Keluarga dan Pengkodifikasiannya. Bandung: Mizan, 1413 H/1993 M.
Wahid, Abdurrahman, et al. Hukum Islam di Indonesia: Pemikiran dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991.

Nasrun Haroen