Khotbah

(Ar.: al-khutbah)

Pidato yang berisi masalah keagamaan disebut khotbah. Khotbah berperan penting dalam ritual Islam. Menurut Mazhab Syafi‘i, khotbah yang disyariatkan adalah khotbah Jumat, khotbah dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), khotbah salat gerhana (bulan dan matahari), khotbah salat minta hujan, khotbah nikah, dan empat khotbah ibadah haji. Menurut Mazhab Hanafi, ada tiga, yaitu khotbah Jumat dan khotbah dua hari raya.

Khusus mengenai khotbah Jumat, jumhur (mayoritas) ulama fikih sepakat bahwa khotbah merupakan syarat dan rukun bagi sahnya salat Jumat. Dalam salat yang lain, seperti salat dua hari raya, khotbah itu adalah sunah (hukumnya).

Khotbah, di samping sebagai syarat dan rukun bagi suatu ibadah, juga mempunyai syarat dan rukun tertentu. Mengenai jumlah syarat dan rukun ini para imam mazhab yang empat berbeda pendapat.

Menurut Mazhab Hanafi, rukun khotbah itu hanya satu, yaitu mengucapkan kalimat zikir (kalimat puji-pujian kepada Allah SWT) yang berupa kalimat tahlil (la ilaha illa Allah: tiada Tuhan selain Allah), tahmid (alhamdu li Allah: segala puji bagi Allah), dan tasbih, (subhana Allah: Maha Suci Allah). Dengan demikian khotbah sudah terpenuhi. Begitu pula menurut Mazhab Maliki, rukun khotbah itu hanya satu, yang mencakup kalimat peringatan (tahdzir) dan penyampaian kabar gembira (tabsyir).

Akan tetapi bagi Mazhab Syafi‘i, rukun khotbah itu ada lima, yaitu mengucapkan hamdalah (alhamd li Allah) pada awal khotbah, mengucapkan selawat untuk Nabi SAW, menyampaikan wasiat berupa imbauan atau ajakan kepada jemaah untuk selalu bertakwa kepada Allah SWT, membaca satu atau beberapa ayat Al-Qur’an, dan yang terakhir memanjatkan doa untuk kaum mukminin dan mukminat terutama pada bagian akhir dari khotbah kedua (sebelum khotbah kedua diakhiri).

Adapun menurut Mazhab Hanbali, rukun khotbah itu ada empat macam, yaitu mengucapkan hamdalah, selawat, wasiat, dan membaca satu atau beberapa ayat Al-Qur’an.

Khotbah juga mempunyai beberapa syarat dalam pelaksanaannya, antara lain adalah waktu pelaksanaannya. Sebagai contoh, khotbah Jumat harus dilakukan sebelum salat, sedangkan khotbah salat dua hari raya, salat istiska, dan salat dua gerhana, dilakukan setelah salat.

Apabila dilaksanakan sesudah salat, maka khotbah Jumat dianggap tidak sah. Artinya, salat Jumat harus diulang secara keseluruhan dari awal. Namun menurut Mazhab Maliki, apabila khotbah disampaikan sesudah salat, yang harus diulangi hanya ibadah salat Jumatnya.

Khotbahnya sendiri tetap dipandang sah dan tidak perlu diulangi. Adapun pengulangan salat itu sendiri harus dilakukan sebelum jemaah meninggalkan masjid dan tidak berselang waktu terlalu lama. Apabila jemaah sudah meninggalkan masjid dan sudah berselang waktu terlalu lama, baik khotbah maupun salat harus diulangi.

Syarat kedua, menurut Mazhab Hanafi dan Hanbali, adalah niat. Akan tetapi, menurut Mazhab Syafi‘i dan Maliki, niat tidak termasuk syarat khotbah. Syarat ketiga, khotbah itu harus disampaikan tepat pada waktunya. Berdasarkan kesepakatan mazhab yang empat, apabila disampaikan sebelum waktunya, khotbah itu dan salatnya tidak sah.

Secara terperinci, masing-masing mazhab menentukan syarat yang lebih banyak lagi. Mazhab Syafi‘i menentukan lima belas syarat, Mazhab Maliki menentukan sembilan syarat, Mazhab Hanafi menetapkan enam syarat, dan Mazhab Hanbali merumuskan dua belas syarat. Khotbah salat dua hari raya, salat istiska, salat dua gerhana, pada dasarnya sama dengan khotbah Jumat.

DAFTAR PUSTAKA

al-Hisni, Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini. Kifayah al-Akhyar. Bandung: Syarikah al-Ma‘arif, t.t.
Ibnu Rusyd. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid. Cairo: Syarikah Maktabah wa Matba‘ah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1981.
al-Jaziri, Abdurrahman. al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba‘ah. Beirut: Dar al-Fikr, 1972.
as-San‘ani, Muhammad bin Ismail al-Kahlani. Subul as-Salam. Kuwait: Dar as-Salafiyah, 1985.

Suryan A. Jamrah