Kemal Pasya, Namik

(Rodosto, 26 Syawal 1256 H/21 Desember 1840 - Mytilene, Chios, 2 Desember 1888)

Namik Kemal Pasya adalah seorang penyair, pengarang, wartawan, penulis drama, dan tokoh gerakan Usmani Muda (Young Ottoman) yang menginginkan sistem konstitusional dan islamiah dalam pemerintahan Usmani Turki. Ia lahir dalam keluarga bangsawan Turki. Bapaknya, Mustafa Asim Bey, adalah astronom, dan kakeknya, Syamsuddin Bey, kepala rumah tangga serta sekretaris Sultan Salim III (1789–1807).

Namik Kemal tidak pernah mengikuti pendidikan formal pada masa kecilnya, kecuali selama 6 bulan di Constantinopel (kini Istanbul), yaitu di sekolah Bayazid Rusydiyah dan Walide Mektebi. Ia belajar bahasa Arab, Persia, dan Perancis secara privat.

Sejak tahun 1852, Namik Kemal tinggal bersama kakeknya di Kars (desa kecil dekat Istanbul), kemudian di Sofia, tempat ia mulai menulis puisi pada usia 14 tahun. Pada tahun 1857, ia kembali lagi ke Constantinopel, bergabung dengan suatu biro penerjemahan bernama “Gerbang Mulia” (Sublime Porte), kemudian bergabung pula dengan para penyair teman sekolah lamanya seperti Na’ili, Mazlum Pasha Zade Memduh, Fa’ik, Halet, Hersegli Arif Hikmet, Galib, dan Kazim.

Namik Kemal kemudian berkenalan dengan Ibrahim Sinasi Effendi, seorang Turki terpelajar didikan Barat, yang ketika itu berada di Constantinopel sebagai pemimpin redaksi sebuah surat kabar berpengaruh, Tasviri Efkar. Tokoh inilah yang banyak mempengaruhi pemikiran Namik Kemal. Pada surat kabarnya itu pula Namik Kemal menuangkan pikirannya, baik dalam bentuk artikel maupun dalam bentuk syair.

Namik Kemal terkenal memiliki jiwa keislaman yang kuat, tetapi tidak menutup diri terhadap pemikiran Barat. Tulisannya banyak dipengaruhi Barat, misalnya dalam bidang sastra, pemikiran politik, serta kemajuan sains dan teknologi. Semua tulisannya membangkitkan kesadaran angkatan muda Turki untuk maju dan membuat dirinya populer.

Ketika Ibrahim Sinasi melarikan diri ke Paris pada tahun 1864, Namik Kemal bertindak sebagai editor pada Tasviri Efkar. Ia merasakan tugas ini demikian berat. Pada tahun-tahun pertama dapat dikatakan tidak ada artikel penting yang dimuat surat kabar itu, kecuali terjemahan dari artikel berbahasa Perancis. Tetapi kemudian oplahnya dapat meningkat sesudah memuat banyak artikel tentang politik. Pada masa ini pula pikiran Usmani Muda muncul dalam korannya itu.

Namik Kemal dan kawan-kawannya banyak mengkritik penguasa dan para tokoh gerakan Tanzimat yang sedang memainkan peran politik di Turki ketika itu. Gerakan Tanzimat semula mau membatasi kekuasaan otoriter sultan, tetapi justru para tokoh Tanzimat sendiri bertindak otoriter.\

Gerakan Tanzimat dipandangnya telah gagal melakukan pembaruan, karena terlalu kebarat­baratan, sekular, dan hanya menguntungkan pihak non-Islam. Gerakan Namik Kemal membuat gusar penguasa. Oleh karena itu, meski baru berusia 23 tahun, Namik Kemal ditawari jabatan sebagai duta di Persia, dengan maksud agar ia tidak tinggal di Constantinopel lagi.

Tetapi ia tahu maksud penguasa dan menolak jabatan ini, lalu ia sendiri pergi ke Erzerum untuk bergabung dengan Zia Pasya (1825–1880), tokoh gerakan Usmani Muda.

Ketika para tokoh Usmani Muda diancam akan ditangkap penguasa, Zia dan Namik Kemal bersama kawan-kawannya yang lain seperti Nuri, Rif’at, dan Ali Suavi, pada tahun 1867 lari ke London dan tinggal di sana.

Di London, Namik Kemal menerbitkan surat kabar Mukhbir (Korespondensi) yang merupakan corong partainya. Kemudian ia pindah ke Paris dan menerbitkan surat kabar Hurriyet (Kemerdekaan). Di Paris, ia juga belajar hukum dan ekonomi serta menerjemahkan tulisan penting dari bahasa Perancis ke dalam bahasa Turki.

Ketika penguasa yang ditentangnya, Perdana Menteri Ali Pasya, wafat, para tokoh Usmani Muda kembali ke Turki. Namik Kemal menjadi editor surat kabar berbahasa Turki, Ibret (Pelajaran).

Artikelnya menjadi populer dan dapat menciptakan opini publik. Ia juga menulis dan mementaskan drama berjudul Vatan (Tanah Air), yang berhasil menyalakan semangat patriotisme di kalangan rakyat Turki.

Tetapi Sultan Murad V (1876) yang memberi keleluasaan terhadap gerakannya, hanya memerintah 93 hari, dan segera digantikan oleh Sultan Abdul Hamid II yang segera membatasi kegiatan Namik Kemal dan Usmani Muda pada umumnya.

Kegiatannya dinilai menyulitkan posisi Sultan Abdul Hamid II (memerintah 1876–1909). Oleh sebab itu, Namik Kemal ditangkap dan dipenjarakan di Constantinopel, kemudian dibuang ke Chios (pulau di Laut Aegea, kini milik Yunani).

Di sana ia menggubah lagu untuk membangkitkan semangat perang melawan Rusia, dengan judul Allah Icun Oldur Beni. Ia lalu ditunjuk sebagai gubernur (mutesarrif) di Chios, kemudian dipindahkan ke Rhodos (di Laut Aegea, kini milik Yunani), dan kembali lagi ke Chios sebagai mutesarrif. Ia akhirnya wafat di Mytilene, Chios.

Pokok pikirannya dalam bidang pemerintahan adalah bahwa pemerintahan harus konstitusional dan didasarkan pada syariat Islam. Untuk pelaksanaan pemerintahan, harus dibentuk tiga badan, yaitu Syurai Devlet (Majelis Negara, yang membuat undang-undang dan peraturan­peraturan), Syurai Ummet (Majelis Umat, yang mengesahkan undang-undang dan mengawasi pelaksanaan anggaran belanja negara), dan Meclisi Ayan (Senat, perantara antara badan legislative dan eksekutif). Ketiga badan tersebut berada di luar badan eksekutif (kabinet).

Namik Kemal membawa gagasan demokrasi, sebagaimana yang dilihatnya di Perancis. Rakyat mempunyai hak politik dan harus dihormati dan dilindungi negara. Kedaulatan rakyat disalurkan melalui sistem perwakilan. Dalam khazanah Islam, menurut Namik Kemal, kedaulatan rakyat terlihat dalam sistem baiat.

Namik Kemal juga mengemukakan gagasan patriotisme, cinta tanah air. Namun, yang dimaksud dengan tanah air adalah Kerajaan Usmani Turki yang mencakup Mesir, Semenanjung Arab, Suriah, beberapa wilayah Eropa Timur, dan beberapa wilayah Rusia. Namik Kemal juga mengemukakan paham Pan-Islamisme dengan Turki sebagai pusatnya.

DAFTAR PUSTAKA
Berkes, Niyazi. The Development of Secularism in Turkey. Montreal: Mc.Gill University Press, 1963.
Brockelmann, Carl. History of Islamic Peoples. London: Routledge & Kegan Paul, 1980.
Fisher, Sydney Nettleton. The Middle East: A History. New York: Alfred A. Knopf, 1967.
Holt, P.M. Cambridge History of Islam. Cambridge: Cambridge University Press, 1977.
Hourani, Albert. Arabic Thought in the Liberal Age, 1878–1938. London, Oxford, New York: Oxford University Press, 1962.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
Toprak, Binnaz. Islam and Political Development in Turkey. Leiden: E.J. Brill, 1981.
Atjeng Achmad Kusaeri