Kasyf

Kasyf adalah suatu tingkat tertinggi dalam tasawuf. Bagi yang mengalaminya terbuka hijab (tabir) antara rahasia hati nurani dan rahasia Ilahi karena adanya rasa dekat manusia kepada Tuhan yang didahului hati nurani suci manusia. Secara kebahasaan, kasyf berarti “terbuka atau tidak tertutup”. Secara terminologis, kasyf adalah “kehidupan emosi keagamaan”. Kasyf merupakan istilah paling luas bagi terbukanya hijab (tabir) rahasia mistik.

Tingkatan kemanusiaan ini secara umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan.

(1) Muhadarah. Pada tingkatan ini akal manusia dikendalikan oleh bukti objektif kebendaan (burhan). Oleh karena itu, tingkatan ini dapat mencapai ‘ilm al-yaqin yang masih dalam ruang lingkup pemikiran rasional.

(2) Mukasyafah. Pada tingkatan ini manusia mampu menerima pengetahuan berdasarkan eksplanasi (pencarian penjelasan, bayan). Orang yang mencapai taraf ini akan dapat mencapai ‘ain al-yaqin, yakni pandangan kebenaran objektif yang mengacu pada kebenaran yang mungkin.

(3) Musyahadah. Tingkatan ini adalah pengalaman pribadi manusia (makrifat) yang langsung bisa menyaksikan suatu hal. Pengalaman pribadi ini merujuk pada pengalaman mistik seseorang berkat kedekatannya kepada Tuhan, sehingga dapat terbuka baginya pengetahuan haqq al-yaqin. Yang terakhir ini adalah bayangan langsung Tuhan dan acap kali disebut juga al-mu‘ayanah.

Untuk memperjelas istilah yang dikembangkan di atas, dapat dilacak pengalaman mistik seorang sufi terkenal Zunnun al-Misri (180 H/796 M–246 H/860 M), yang dikutip oleh asy-Sya‘rani (seorang sufi) dalam ungkapan:

“Siapa yang mengingat Tuhan secara hakiki, niscaya ia akan lupa segala hal lain di sisi-Nya, karena semua makhluk mengingat-Nya sebagaimana yang disaksikan oleh orang-orang yang mengalami kasyf. Aku mengalami keadaan ini dari salat malam sampai sepertiga malam terakhir, dan aku mendengar suara makhluk-makhluk lain dalam memuji Tuhan hingga aku merasa takut akan pikiranku sendiri. Aku mendengar ikan-ikan berkata, ‘Segala puji bagi Allah, Raja Yang Maha Suci’.”

Sari as-Saqati (seorang sufi) dalam kitab Kasyf al-Mahjub (Pembuka Tirai) mengatakan, “Wahai Allah, berilah siksaan kepadaku, namun jangan kau campakkan aku dengan hina dina tertutupnya hijab rahasia-Mu. Sebab dengan terbukanya hijab rahasia-Mu itu, siksaanku akan terkurangi berkat zikir dan kontemplasi kepada-Mu.

Sebaliknya jika hijab itu menutupi rahasia-Mu, niscaya rahmat-Mu akan terputus untukku. Tidak ada siksaan neraka yang lebih keras dan lebih menyakitkan dari tertutupnya hijab rahasia yang Engkau berikan. Apabila Engkau, ya Allah, membuka hijab rahasia-Mu di neraka bagi para penghuni neraka, niscaya orang-orang mukmin yang berdosa tidak akan berpikir tentang surga, sebab sorot mata-Mu pasti akan dipenuhi dengan kebahagiaan yang tidak akan mereka temui lagi dalam siksa penderitaan jasmani.

Sebaliknya, di surga tidak akan ada kenikmatan dan kebahagiaan yang lebih sempurna daripada terbukanya hijab rahasia-Mu. Apabila manusia merasakan kesenangan dan kebahagiaan di luar itu seratus kali lipat namun hijab rahasia-Mu tertutup, maka sesungguhnya hati mereka ini sama sekali terputus.”

Oleh karena itu, kasyf merupakan jalan Tuhan untuk membawa hati nurani manusia yang cinta kepada-Nya senantiasa berada di sisi-Nya, sehingga kebahagiaan akan tampak kepada mereka setiap memikul kesengsaraan dengan ungkapan mereka: “Kami menganggap semua azab itu lebih penting daripada tertutup hijab rahasia Engkau. Pada saat rahasia keindahan-Mu Engkau tunjukkan ke hati kami, maka kami tidak mampu berpikir tentang zikir, mengingat diri dalam fana.”

Untuk mencapai kebahagiaan sejati dalam kasyf, terlebih dahulu komponen rohani manusia harus mampu menyimpan hal ihwal yang diperlukan untuk mencapai kebahagiaan sejati itu. Jika keseluruhan komponen rohani itu telah mampu menyimpan Islam, iman, makrifat, dan tauhid, manusia baru akan sampai pada tingkatan kasyf, sehingga terbuka hijab yang menyelubungi rahasia hati nurani dan rahasia Ilahi.

Komponen rohani yang dimaksud adalah: shadr atau dada, yakni Islam (QS.39:22); qalb (kalbu) atau hati, merupakan tempat bersemayamnya iman QS.49:7, QS.16:106); fu’ad atau hati, yakni makrifat QS.53:11); dan lubb (jamaknya: albab) atau lubuk hati yang paling dalam, merupakan tempat bersemayamnya tauhid (QS.3:190).

Para sufi sering kali menambah unsur sirr, yakni jiwa yang paling dalam sebagai tempat petunjuk Ilahi itu dialami. Apabila seluruh unsur rohaniah tersebut bekerja dan mampu menampung ihwal di atas, akan tercapailah kasyf yang diharapkan.

Ja‘far as-Sadiq mengatakan bahwa ‘aql (pemikiran rasional) merupakan rintangan antara nafsu dan kalbu. Kedua komponen ini merupakan batas yang tidak bisa dilampaui (QS.55:20) agar gelapnya insting yang lebih rendah tidak mengancam kesucian hati manusia.

Masing-masing pusat rohaniah tadi mempunyai fungsi sendiri yang mesti saling melengkapi menuju kesucian jiwa dan kesucian rohani sampai terbuka hijab rahasia yang menyelubungi rahasia hati nurani manusia dan rahasia Ilahi.

Amr Makki (seorang sufi), dikutip oleh asy-Sya‘rani dalam Lawaqih al-Anwar, menyimpulkan beberapa ide sufi terdahulu dengan kisah yang akrab tersaji dalam kehidupan manusia. Kisah itu antara lain terungkap dalam pernyataan berikut ini.

Tuhan menciptakan hati manusia itu selama 7.000 tahun sebelum menciptakan tubuh dan menempatkannya di tempat yang dekat dengan diri Tuhan. Kemudian Tuhan menciptakan roh selama 7.000 tahun sebelum menciptakan hati dan memeliharanya di surga hingga terjadi persahabatan yang intim dengan diri-Nya.

Hati nurani merupakan bagian rohani yang paling dalam. Ia menciptakan bagian ini 7.000 tahun sebelum menciptakan roh dan memeliharanya di tingkat jalinan hubungan atau pertemuan (wasl) dengan-Nya. Kemudian Tuhan memenjarakan hati nurani dalam roh, roh dalam hati, dan hati dalam tubuh jasmani manusia. Ia kemudian mengujinya dan mengirim nabi dan kemudian masing-masing mencari tempat berdiamnya sendiri-sendiri.

Tubuh jasmani ini menempatkan diri dengan ibadah salat, hati menggapai cinta, roh sampai dekat dengan Tuhannya, dan bagian rohani yang paling dalam itu telah berhenti dalam pertemuan dengan-Nya.

Ada sufi yang secara terperinci menguraikan ajaran komparatif ke dalam sistem saling hubungan tiap pengalaman rohaniah, yang selanjutnya dikaitkan dengan komponen rohaniah yang mampu menjadi tempat penerimaannya masing-masing.

Dalam cara yang seperti ini, jenis pembukaan rahasia yang menyelubungi kesucian hati manusia itu dibedakan menurut tingkat kesadaran manusia. Pembagian itu meliputi pertanyaan, apakah mereka itu mengacu pada pengetahuan intelektual atau pengetahuan intuitif terhadap hal yang bersifat ilahiah.

Ada pula sufi yang menyandarkan pemisahan itu kepada terminologi tradisional yang mengelompokkan kasyf ke dalam empat tingkatan, yakni al-kasyf al-kauni, al-kasyf al-ilahi, al-kasyf al-‘aqli, dan al-kasyf al-imani.

Al-Kasyf al-kauni adalah terbukanya rahasia atas unsur yang diciptakan. Tingkatan ini merupakan akibat perbuatan saleh dan kesucian roh yang lebih rendah. Pengalaman ini menjelma ke dalam mimpi dan kewaspadaan.

Al-Kasyf al-ilahi adalah terbukanya rahasia ketuhanan, yang merupakan buah dari ibadah manusia yang terus-menerus dan pembersihan hati sampai benar-benar bersih suci dan cemerlang. Hal ini merupakan hasil dari perilaku perjalanan roh dalam zikir yang mendalam, sehingga ia dapat melihat rahasia hal yang tersembunyi dan bahkan mampu memahami pemikiran yang tersembunyi.

Al-Kasyf al-‘aqli adalah terbukanya rahasia oleh akal pikiran, yang merupakan pengetahuan intuitif (ilham) paling rendah. Hal ini dapat dicapai dengan membersihkan perilaku tercela yang dialami “ahli batin” dan para filsuf.

Al-Kasyf al-imani adalah terbukanya rahasia melalui kepercayaan. Tingkatan ini merupakan buah dari iman yang sempurna setelah manusia berusaha mendekati kesempurnaan kenabian. Masing-masing tingkatan di atas mempunyai kekhususan tertentu, lalu mengalami perkembangan pada masa selanjutnya.

Kasyf berbeda dari ilmu laduni (QS.18:65). Ilmu laduni adalah ilmu yang didapatkan hamba Allah SWT atas petunjuk langsung dari-Nya. Adapun kasyf adalah terbukanya hijab yang membatasi rahasia realitas supernatural nonrasional, yakni terbukanya hijab rahasia hati nurani dan rahasia Ilahi.

Kasyf ini merupakan masalah cita rasa (dzauq). Karenanya pengalaman ini merupakan persoalan yang tidak pernah bisa dicapai pendekatan ilmiah atau pemikiran teologi yang rasional. Kasyf hanya bisa dicapai dengan daya upaya rohani yang meletihkan dalam komunikasi yang terus-menerus dengan rahasia alam nurani dan alam Ilahi.

DAFTAR PUSTAKA

Schimmel, Annemarie. Mystical Dimension of Islam. Chape Hill: University of North Carolina Press, 1975.

asy-Sya‘rani, Abd al-Wahhab. Lawaqih al-Anwar al-Qudsiyyah. Cairo: t.p., 1893.

Ahmad Qorib