Secara kebahasaan qasidah berarti “puisi yang lebih dari 14 bait”. Kasidah adalah sejenis seni suara bernapaskan Islam. Lagunya banyak mengandung unsur dakwah islamiah dan nasihat yang baik, sesuai dengan ajaran Islam. Biasanya lagu itu dinyanyikan dengan irama penuh kegembiraan, hampir menyerupai irama lagu Timur Tengah.
Lagu kasidah biasanya diiringi dengan rebana, sejenis alat kesenian tradisional yang terbuat dari kayu, dibuat dalam bentuk lingkaran dan di tengahnya dilubangi, kemudian di tempat yang dilubangi itu ditempeli kulit binatang (biasanya kulit kambing) yang telah dibersihkan bulunya.
Pukulan tangan pada kulit tersebut dapat menimbulkan bunyi yang enak didengar. Fungsi rebana pertama kalinya adalah sebagai instrumen dalam menyanyikan lagu keagamaan berupa pujian kepada Allah SWT dan rasul-Nya, selawat, dan syair Arab.
Karena fungsinya tersebut, alat ini disebut rebana, yang berasal dari kata rabbana, yang berarti “wahai Tuhan kami” (suatu doa dan pujian kepada Tuhan). Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, ia disambut oleh masyarakat dengan rebana setibanya di pinggir kota.
Dewasa ini kasidah dalam syair Arab banyak dinyanyikan secara berkelompok dengan iringan rebana, atau salah seorang biduanita dalam suatu grup kasidah menyanyikan lagu berupa kasidah sedangkan yang lainnya meningkahnya dengan rebana dan menyahut nyanyian kor tersebut.
Lagu tersebut dinyanyikan dalam posisi berdiri dalam barisan saf dengan pakaian seragam baju kurung atau baju kebaya panjang. Anggota dalam satu grup kasidah adalah sekitar 10 sampai 20 orang, terdiri dari remaja putri atau putra yang mempunyai suara yang merdu.
Cikal bakal lahirnya kesenian kasidah diperkirakan dimulai dari tumbuhnya beberapa kesenian tradisional Islam yang pernah hidup di tengah masyarakat Indonesia, seperti kesenian“zikir” (melagukan kasidah al-Burdah bersama iringan rebana) dan pembacaan selawat yang juga diiringi oleh bunyi instrumen rebana.
Pada masa silam fungsi lagu tersebut adalah sebagai pujian kepada Allah SWT dan rasul-Nya, yang dilagukan dalam acara tertentu, seperti dalam perayaan maulid Nabi SAW, isra mikraj, peresmian perkawinan, dan khitanan. Dewasa ini fungsi utama kasidah adalah sebagai media dakwah islamiah dan sebagai hiburan dalam acara peringatan hari-hari besar Islam.
Setelah masuk lagu Arab modern ke Indonesia, para seniman Islam Indonesia mulai memadukan lagu Arab modern tersebut dengan kesenian tradisional Islam di Indonesia, seperti “zikir” dan selawat di atas. Perpaduan antara kedua kesenian tersebut melahirkan kesenian kasidah.
Kasidah ini mulai populer di Indonesia sekitar tahun 1960-an, tetapi pada masa itu kesenian ini boleh dikatakan masih mencari bentuk. Pada sekitar tahun 1970-an kesenian ini telah banyak diperagakan dalam acara perayaan hari-hari besar Islam.
Kesenian kasidah berkembang pesat antara lain karena ditopang oleh adanya kesepakatan pandangan ulama hukum Islam bahwa seni rebana itu boleh (mubah). Bagi para pakar hukum Islam, dibolehkan seni suara yang motifnya mengarah kepada kebaikan dan dilaksanakan secara baik, tanpa melanggar aturan pokok ajaran Islam dan tidak melalaikan orang dari perintah agama.
Bahkan seni kasidah dianjurkan apabila motifnya adalah dakwah, nasihat yang baik, dan dapat menimbulkan minat orang untuk berbuat baik. Oleh karena itu, dewasa ini kesenian kasidah tampak semakin populer di Indonesia dan grup kasidah muncul di mana-mana, bahkan juga ditampilkan dalam acara resmi dan melalui media (seperti televisi dan radio).
DAFTAR PUSTAKA
al-Barzanji, Abu Ja’far. “Barzanji Nasar wa Nazam,” Majmu‘at al-Mawalid. Jakarta: Penerbit al-’Aidrus, t.t.
al-Busairi. “Qasidah al-Burdah,” Majmu‘at al-Mawalid. Jakarta: Penerbit al-’Aidrus, t.t.
Gazalba, Sidi. Pandangan Islam tentang Kesenian. Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Kaptein, Nico. Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad SAW. Jakarta: INIS, 1994.
Omar, Taha Yahya. Hukum Seni Musik, Seni Suara, Seni Tari, dan lain-lain. Jakarta: Wijaya, 1983.
Muhammad, M. Mizan Asrani. Badr ad‑Daji fi Tarjamah Maulid al‑Barzanji. Surabaya: Karya Utama, t.t.
Schimmel, Annemarie. Dan Muhammad adalah Utusan Allah. Bandung: Penerbit Mizan, 1991.
Yunasril Ali