Jin

(Ar.: al-jinn)

Jin adalah sejenis makhluk halus yang berakal dan mempunyai keinginan seperti manusia­. Jin berbeda dari manusia karena jin tidak­ memiliki tubuh. Oleh karena itu, jin tidak dapat dilihat dalam bentuk aslinya, kecuali ia mengubah diri dalam bentuk lain. Jin dapat­ mengubah­ diri dalam bentuk yang dikehendakinya, sama seperti malaikat.

Informasi tentang makhluk jin dapat di­peroleh melalui Al-Qur’an karena Allah SWT-lah Yang Maha Mengetahui tentang makhluk ciptaan-Nya. Makhluk ini diciptakan dari api yang sangat panas (QS.15:27).

Adapun jin yang pertama kali diciptakan adalah al-jan, bapak jin. Ia kemudian berkembang biak, sebagaimana Nabi Adam AS yang merupakan manusia pertama yang diciptakan dari tanah kemudian berkembang biak. Oleh karena­ diciptakan dari api, jin mempunyai bobot yang lebih ringan dari udara dan dapat me­menuhi jagat raya tanpa ada yang menghalanginya.

Penciptaan jin lebih awal dari manusia, namun Al-Qur’an tidak menjelaskan berapa jarak antara penciptaan kedua makhluk tersebut. Yang jelas, ketika para malaikat diper-intahkan untuk bersujud kepada Adam AS, maka iblis dari golongan­ jin membangkang karena menganggap bahwa mereka lebih baik dibandingkan dengan Adam AS yang diciptakan dari tanah (QS.17:61). Akibat keengganan dan sifat takabur yang di­mi­liki iblis tersebut, ia termasuk golongan kafir.

Oleh karena jin diperlengkapi dengan akal se­bagaimana manusia, makhluk ini mempunyai ilmu pengetahuan, bahkan­ mungkin lebih maju di­bandingkan dengan manusia. Karena diciptakan dari benda yang ringan, mereka telah mencoba mengetahui rahasia langit. Mereka mendapati­ bahwa­ langit itu penuh dengan penjagaan yang ketat dan penuh dengan panah api.

Sebelum Nabi SAW diutus, kaum jin pernah menduduki beberapa tempat di langit untuk mendengar­ beritanya. Akan tetapi sejak Nabi SAW diutus, me­reka tidak dapat bertahan di tempat tersebut (QS.72:8–9). Para jin mengakui dengan kemampuan­ akal mereka bahwa Allah SWT Maha Kuasa dan mereka tidak mampu melepaskan diri dari kekuasaan-Nya.

Manusia dan jin sama-sama dibebani dengan hukum taklifi (pembebanan kewajiban dan larang­an),­ namun tak ada rasul dari kalangan jin. Rasul mereka adalah rasul yang diutus di kalang­an manusia. Dalam Al-Qur’an, khitab (seruan) sama-sama ditujukan kepada jin dan manusia.

Ini menunjuk-kan bahwa jin dan manusia sama-sama di­bebankan­ hukum. Dalam surah ar-Rahman kita mendapati pernyataan Allah SWT yang berulang-ulang tentang “kamu berdua mendustakan” (tukadziban). Yang dimaksudkan di sini adalah jin dan manusia.

Banyak sekali rasul diutus untuk menyeru jin dan manusia agar tunduk dan taat kepada Allah SWT dan mengakui keesaan Allah SWT dengan memberikan tanda kebesaran­-Nya. Khitab ini ditujukan­ kepada makhluk yang berakal. Kriteria ini dimiliki jin dan manusia.

Dengan adanya petunjuk dari Allah SWT, ada di antara jin yang beriman dan beramal saleh dan sebaliknya ada pula yang kufur (kafir) serta jahat. Mereka­ yang beriman berhak memperoleh pahala­ dan sebaliknya yang kafir mendapat­ hukuman atau azab. Allah SWT memerintahkan rasul-Nya untuk memberi peringatan kepada jin dan meng­ajak mereka untuk beriman kepada Allah SWT dan membaca­ Al-Qur’an.

Sebagaimana manusia, jin juga menganut aga­ma yang berbeda-beda. Ada di antara mereka yang menganut aga­ma Yahudi, Nasrani, Majusi, dan penyembah­ berhala. Allah SWT mengatakan bahwa penghuni neraka adalah jin dan ma­ nusia yang tidak mau mempergunakan akal me­reka.

Hal ini dinyatakan dalam surah al-A‘raf (7) ayat 179, yang berarti: “Dan sesungguhnya Kami jadikan­ untuk (isi neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak diperguna­kannya untuk memahami (ayat Allah) dan mereka­ mempunyai mata, (tetapi)­ tidak diperguna­ kannya untuk melihat (tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak­ dipergunakannya untuk mendengar (ayat Allah)….”

Sebagian dari golongan jin yang suka menggoda­ manusia­ adalah setan. Setan ada dua bentuk, yaitu bentuk jin dan manusia. Dengan godaan tersebut kita dapati bahwa sebagian manusia menjadikan jin mitra hidup mereka, bahkan mereka memohon sesuatu dari jin. Kadang-kadang permohonan tersebut terpenuhi, akan tetapi mereka tersesat jauh dari ajaran agama.

Jin memeluk agama Islam setelah mereka mendengar Al-Qur’an. Mereka mengatakan bahwa­ Al-Qur’an itu sung­guh menakjubkan dan da­pat memberi petunjuk ke jalan yang benar. Mereka ju­ga melaku­kan ibadah di masjid sebagai­mana dilaku­kan­ manusia (QS.72:1, 2, dan 19) seraya mentauhidkan Allah SWT.

Al-Qur’an memberitahukan bahwa Allah SWT mengha­ dapkan serombongan jin kepada Nabi Mu­hammad SAW untuk mendengarkan Al-Qur’an. Mereka­ mendengarnya­ dengan penuh ketekunan. Ketika pembacaan sudah selesai, mereka­ kembali kepada kaumnya untuk memberi pe­ringatan­.

Mereka­ mengatakan kepada kaumnya bahwa mereka telah mendengar Al-Qur’an, kitab yang diturunkan setelah Nabi Musa AS, yang membenarkan kitab sebelum­nya. Lebih jauh mereka mengharapkan agar kaumnya mau menerima seruan mereka dan segala dosa mereka diampuni. Apabila mereka (kaum jin) tidak mene­rima­ seruan tersebut, azab Allah SWT pasti meliputi mereka (QS.46:29–32).

Di masa Nabi Sulaiman AS berkuasa, pernah sebagian jin, dengan izin Allah SWT, bekerja di bawah kekuasaannya­. Mereka berbuat apa yang dikehendaki Nabi Sulaiman AS, seperti membuat gedung yang tinggi, patung, piring yang besarnya seperti kolam, dan periuk­ yang tetap berada di atas tungku (QS.34:12–13).

Ini menunjukkan bahwa para jin mempunyai keterampilan dan ilmu pengetahuan tentang hal tersebut. Akan tetapi ilmu mereka juga sangat terbatas. Misalnya, mereka baru mengetahui bahwa­ Nabi Sulaiman AS telah wafat setelah jasadnya tersungkur­ karena tongkatnya dimakan rayap.

Kelompok jin yang sangat licik adalah ifrit. Berita­ tentang ifrit ini hanya sekali disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu dalam surah an-Naml (27) ayat 39, yang berarti: “Berkata ifrit (yang cerdik) dari golongan­ jin, ‘Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum­ kamu berdiri dari tempat dudukmu, sesungguhnya­ aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya’.” Akan tetapi ifrit yang sombong itu tidak diberi kuasa untuk melaksanakannya.

Daftar Pustaka

al-Baqi, Muhammad Fuad Abd. al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfaz Al-Qur’an al-Karim. Cairo: Dar asy-Syi’bi, 1938.
HAMKA. Tafsir al-Azhar. Singapura: Pustaka Nasional, 1990.
Ibnu Kasir, al-Hafiz Imaduddin Abu al-Fida’ Isma‘il. Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim. Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Hadisah, 1384 H/1964 M.
al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Tafsir al-Qayyim. Beirut: Dar al-Fikr, 1988.
ar-Razi, Muhammad Fakhruddin bin Umar. Tafsir al-Fakhr ar-Razi. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
az-Zahabi, Muhammad Husain. at-Tafsir wa al-Mufassirun. Cairo: Dar al-Kutub al-Hadis, 1976.

Cut Aswar