Jilbab

(Ar.: al-jilbab)

Jilbab adalah sejenis baju kurung yang longgar yang dilengkapi dengan kerudung yang menutupi kepala, leher, dan dada. Fungsi jilbab yang disyariatkan dalam Islam ini adalah untuk menutupi aurat wanita yang diwa­jibkan­ untuk ditutup.

Kata al-jilbab (jamak: al-jalabib) dalam Al-Qur’an dise­­butkan dalam surah al-Ahzab (33) ayat 59 yang berarti:

“Hai Nabi, katakanlah­ kepada istri-istrimu,­ anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendak­ lah mereka mengulurkan­ jilbabnya ke se­luruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mu­dah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu”

Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan jilbab. Ragib al-Isfahani (w. 502 H/1108 M) dalam kitabnya Mu‘jam Mufradat li Alfaz Al-Qur’an (Kamus Kata-Kata Al-Qur’an) menjelaskan bahwa jilbab adalah baju dan kerudung.

Menurut Ibnu Mansur Jamaluddin Muhammad bin Mukarram al-Ansari dalam karyanya Lisan al-‘Arab (Kamus Bahasa Arab), jilbab adalah sejenis pakaian yang lebih besar daripada kerudung dan lebih kecil daripada rida‘ (selendang besar) yang biasa dipakai kaum wanita untuk menutup kepala dan dada mereka.

Adapun Imam al-Qurtubi, ahli fikih, mendefinisikan jilbab sebagai pakaian yang besar dan kerudung yang dapat menutupi seluruh badan. Dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya, yang disusun oleh beberapa ulama besar Indonesia dan diterbitkan oleh Departemen Agama, dijelaskan bahwa jilbab adalah sejenis baju kurung yang lapang, yang dapat menutup kepala, muka, dan dada.

Pemakaian jilbab disyariatkan bagi setiap mukminat dan muslimat yang sudah akil balig. Adapun cara penetapan­ syariat tentang pemakaian jilbab ini bertahap, ketentuannya turun secara­ berangsur­-angsur sehingga manusia tidak dikejutkan dengan perubahan ketentuan dalam masalah aurat.

(1) Dalam­ surah al-A‘raf (7) ayat 26 dijelaskan bahwa Allah SWT telah menurunkan (menyedia­kan)­ pakaian bagi manusia untuk menutupi aurat.

(2) Dalam surah­ an-Nur (24) ayat 30 Allah SWT memberi petunjuk agar kaum mukminin menahan diri untuk tidak memandang wanita (yang bukan mahramnya) dan memelihara­ kemaluan (naluri seks). Sebaliknya, pada­ surah an-Nur (24) ayat 31 para wanita mukminat juga diperintahkan­ agar tidak memandang laki-laki dan memelihara kemaluan­ (seks).

Bahkan dalam kelanjutan ayat 31 ini para wanita dianjurkan untuk tidak menampakkan perhiasannya, selain perhiasan­ yang biasa tampak, kecuali kepada laki-laki mahramnya, yaitu suami, ayah, ayah suami, putranya, putra suami (anak tiri), saudara­nya, putra dari saudara perempuan, wanita Islam, budak yang dimiliki (budak­ belian), pelayan laki-laki yang sudah tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, dan anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.

(3) Pada surah al-Ahzab (33) ayat 33 Allah SWT mengan­jurkan kepada para istri Nabi Muhammad SAW agar tetap di rumah dan tidak berhias seperti orang jahiliah­ (kafir sebelum datangnya­ Islam) yang cende­rung­ mempertontonkan­ per­ hiasan atau tubuhnya. La­rangan ini oleh Allah SWT dimaksudkan sebagai usaha menghi­lang­kan dosa dari keluarga Nabi Muhammad SAW.

(4) Pada surah al-Ahzab (33) ayat 59 dengan tegas Allah SWT memerintahkan kepada­ Nabi SAW agar mengatakan­ kepada­ istrinya, anak perempuannya, dan juga perem­puan­ mukminat agar me­reka meng­ulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh me­reka. Dalam ayat ini Allah SWT juga telah menjelaskan tujuan perintah-Nya tersebut, yaitu:

(a) supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sebagai wanita baik-baik, merdeka, dan telah berkeluarga;­ dan

(b) supaya­ mereka tidak diganggu, disakiti,­ atau diperlakukan­ tidak senonoh oleh laki-laki, untuk membendung terjadinya­ perbuatan yang diharamkan.

Sampai seberapa ukuran tu­buh yang harus ditutup dengan jilbab sangat tergantung pada pemahaman ulama terhadap­ nas Al-Qur’an dan sunah yang bersifat zanni (dapat ditafsirkan), dan pendapat para fukaha dalam ijtihad mereka tentang batas aurat wanita sebagaimana digariskan­ dalam firman Allah SWT surah an-Nur (24) ayat 31 yang berarti: “…janganlah­ mereka menampakkan perhiasannya­ kecuali yang biasa tampak dari padanya….”

Perbedaan pendapat ulama tentang­ aurat tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Jumhur fukaha, antara lain dari mazhab Maliki, Syafi‘i, Hanbali, Hanafi, Ibnu Hazm, Syiah Zaidiyah, Syiah Imamiyah yang diriwayatkan dari ting­katan tabiin (seperti Ata dan Hasan Basri) dan tingkatan sahabat (se­perti Ali bin Abi Thalib, Aisyah, dan Ibnu Abbas) berpendapat bahwa: “hanya­ muka dan kedua telapak­ tangan saja yang bukan­ termasuk aurat bagi kaum wanita.”

(2) Sufyan as-Sauri, Mazin, dan salah satu dari kalangan Mazhab Hanafi mengatakan­ bahwa muka, telapak tangan, dan telapak kaki tidak termasuk aurat bagi kaum wanita.

(3) Salah satu pendapat dalam kalang­an­ Mazhab Hanbali dan sebagian Syiah Zaidiyah­ dan Zahiri berpendapat bahwa hanya muka dari tubuh wanita yang tidak termasuk aurat.

(4) Salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal dan pendapat Abu Bakar bin Abdurrahman dari kalangan­ tabiin mengatakan bahwa seluruh tubuh wa­nita tanpa pengecualian adalah aurat.

Jilbab, dalam arti pakaian panjang berbentuk baju kurung yang menutupi­ seluruh tubuh termasuk­ muka, kepala, dan dada, lebih dekat dengan pengertian burdah, suatu pakaian model jubah atau toga yang terbuat dari bulu domba atau kain biasa dengan ciri-ciri longgar, besar, luas, dan me­nutupi sebagian besar anggota badan­. Pakaian semacam­ ini sebenarnya telah ada di kalangan bangsa Arab sebelum Islam, baik yang dipakai oleh wanita yang dalam bahasa Arab disebut­ jilbab maupun­ yang dipakai oleh pria yang disebut­ burdah.

Maksud pemakaian jilbab dan burdah­ juga berbeda-beda. Di kalangan bangsa Arab sebelum Islam, wanita ber­jilbab dipandang sebagai wanita baik-baik, walaupun jilbab pada masa itu hanya menu­tupi kepala dengan rambut yang masih terlihat.

Wanita tanpa jilbab oleh masyarakat Arab dianggap bermartabat rendah. Jilbab untuk pria yang biasa disebut burdah atau ju­bah biasanya dipakai sebagai pakaian ke­besar­an atau sebagai pelindung­ badan dari suhu udara maupun­ debu padang pasir.

Bahan yang dipergunakan untuk membuat jilbab biasanya disesuaikan dengan iklim daerah, status­ sosial, dan tingkat kemampuan si pemakai. Jilbab biasanya dibuat dari bahan tenunan bulu dom­ba (wol), kain katun, dan sutra. Ada yang tebal menutupi badan dan ada pula yang tipis tembus pandang. Tetapi setelah kedatangan Islam, sesuai dengan syariat menutup aurat, jilbab untuk wanita dibuat dari bahan yang dapat menutupi­ aurat.

Daftar Pustaka

Daradjat, Zakiah. Islam dan Peranan Wanita. Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
–––––––. “Pengertian Aurat yang Harus Ditutup Menurut Nilai Keislaman Keindonesiaan,” Kajian Islam tentang Berbagai Masalah Kontemporer. Jakarta: Hikmat Syahid Indah, 1988.
al-Munawar, Said Agil Husin. “Aurat dan Jilbab,” Kajian Islam tentang Berbagai Masalah Kontemporer. Jakarta: Hikmat Syahid Indah, 1988.
Ramadhan, Muhammad Said. Kemana Pergi Wanita Mukminah, terj. Salim Basyarahil. Jakarta: Gema Insani Press, 1991.
Sarwono, Sarlito W. “Aurat Ditinjau dari Sudut Psikologi dan Kepribadian Bang-sa,” Kajian Islam tentang Berbagai Masalah Kontemporer. Jakarta: Hikmat Syahid Indah, 1988.
Syariati, Ali. Harapan Wanita Masa Kini, terj. Bandar Lampung: YAPI, 1987.

Ridlo Masduki