Larangan syarak dengan ancaman hukuman had atau takzir disebut jarimah; atau pelanggaran ketentuan syariat sehingga pelanggarnya diancam hukuman. Larangan bisa berbentuk melakukan perbuatan yang dilarang (misalnya memukul orang lain hingga luka atau tewas) atau tidak melakukan yang diperintahkan (misalnya tidak memberi makan anak kecil atau suami tidak memberi nafkah bagi keluarganya).
Secara kebahasaan, al-jarimah berarti “dosa” atau “durhaka”. Dalam bahasa Indonesia, kata jarimah berarti “perbuatan pidana” atau “tindak pidana”. Sebagian ahli fikih mengidentikkan jarimah dengan jinayah.
Secara etimologi al-jinayah berarti sebutan bagi tindak pidana kejahatan yang dilakukan seseorang dan hasil yang diakibatkannya. Oleh sebab itu, jinayah bersifat umum, meliputi seluruh tindak pidana. Berdasarkan pengertian inilah ulama fikih kontemporer menggunakan istilah “fikih jinayah” sebagai salah satu bidang ilmu fikih yang membahas persoalan tindak pidana beserta hukumannya.
Menurut Abdul Qadir Audah, jinayah menurut terminologi syarak mengandung bahasan tindak pidana yang luas, yaitu pelanggaran terhadap jiwa, harta seseorang atau yang lainnya. Akan tetapi, lanjutnya, kebanyakan ahli fikih, di antaranya az-Zaila’i (tokoh fikih Mazhab Hanafi), menggunakan istilah jinayah untuk pelanggaran yang menyangkut jiwa dan angota badan, yaitu pembunuhan, pemukulan, dan ijtihad (tindak pidana yang dilakukan seseorang terhadap wanita hamil, sehingga janin yang dikandungnya gugur).
Ibnu Farhun (tokoh fikih Mazhab Maliki), membatasi pengertian jinayah pada jarimah hudud dan jarimah kisas. Abdul Qadir Audah menyimpulkan bahwa sebenarnya istilah jarimah dan jinayah dalam terminologi syarak adalah sama. Oleh sebab itu, penamaan fikih jinayah sebagai bidang ilmu yang membahas berbagai bentuk tindak pidana dalam Islam di zaman kontemporer adalah benar, dan sejalan dengan pengertian dan kandungan jarimah.
Jarimah terbagi dalam tiga unsur, yakni unsur formal, unsur materiil, dan unsur moril. Unsur formal (rukun syar‘i) adalah adanya ketentuan nas yang melarang atau memerintahkan suatu perbuatan serta mengancam pelanggarnya.
Unsur materiil (rukun maddi) adalah adanya tingkah laku berbentuk jarimah yang melanggar ketentuan formal, sedangkan unsur moril (rukun adabi) adalah apabila pelakunya seorang mukalaf, yakni dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Secara umum jarimah terbagi dalam tiga unsur di atas, tetapi secara khusus setiap jarimah memiliki unsur tersendiri.
Pembagian Jarimah. Pembagian jarimah pada dasarnya tergantung pada dan dapat ditinjau dari berbagai sisi: berat ringannya sanksi hukum, niat pelakunya, cara mengerjakannya, korban yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana, dan sifatnya yang khusus.
Ditinjau dari sisi berat ringannya sanksi hukum, jarimah dapat dibagi atas jarimah hudud, jarimah qisasdiyah, dan jarimah ta‘zir. Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had, yakni hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlah (berat-ringan) sanksinya yang menjadi hak Allah SWT.
Ada tujuh macam perbuatan jarimah hudud, yaitu berzina, menuduh orang berbuat zina (qadzf), minum minuman keras, mencuri, mengganggu keamanan (hirabah), murtad, dan memberontak (al-bagyu).
Jarimah qisasdiyah adalah tindak pidana yang diancam hukuman kisas atau diat. Hukumannya bersifat perseorangan dan telah ditentukan oleh Allah SWT. Yang termasuk jarimah kisas diat adalah pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan tidak sengaja, penganiayaan sengaja, dan penganiayaan tidak sengaja.
Adapun jarimah ta‘zir adalah tindak pidana yang diancam dengan satu atau beberapa macam hukuman. Hanya saja macam dan jenis jarimah ini tidak ditentukan, karena meliputi semua perilaku yang selamanya dianggap sebagai jarimah, seperti menipu dan menghina orang lain.
Sebagian besar jarimah ta‘zir ditentukan oleh penguasa, dengan syarat sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat serta tidak bertentangan dengan ketentuan nas dan kaidah umum.
Apabila jarimah dilihat dari niat pelakunya, jarimah dapat dibagi atas jarimah sengaja dan jarimah yang tidak disengaja. Pada jarimah sengaja, si pelaku sengaja melakukan perbuatannya walaupun tahu perbuatan itu terlarang.
Adapun pada jarimah tidak sengaja, si pelaku mengerjakan perbuatannya karena keliru atau lalai. Misalnya, orang berniat menembak binatang, namun tiba-tiba pelurunya mengenai orang lain; atau seseorang terjatuh dan kemudian menimpa orang lain yang mengakibatkan kematian orang yang tertimpa itu.
Dilihat dari sisi cara mengerjakannya, jarimah terbagi atas (jarimah al-ijabiyah) jarimah positif dan jarimah as-salabiyah jarimah negatif. Jarimah positif berarti mengerjakan suatu perbuatan yang dilarang, sedangkan jarimah negatif berarti tidak melakukan sesuatu perbuatan yang diperintahkan.
Jika ditinjau dari segi korban yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana, jarimah terbagi atas korban masyarakat dan korban perseorangan. Jarimah masyarakat adalah suatu jarimah yang dijatuhkan untuk menjaga berbagai macam kepentingan di masyarakat, baik jarimah tersebut menyangkut perseorangan ataupun ketenteraman masyarakat.
Jarimah hudud lebih berbentuk jarimah masyarakat. Adapun jarimah perseorangan adalah suatu jarimah yang dijatuhkan untuk menjaga kepentingan perseorangan, meski pun sebenarnya apa yang menyangkut perseorangan itu juga mengenai masyarakat. Jarimah qisasdiyah termasuk ke dalam kelompok ini.
Jika ditinjau dari sifatnya yang khusus, jarimah dapat dibagi atas jarimah politik dan jarimah biasa. Pembagian terakhir ini didasarkan atas kemaslahatan keamanan dan ketenteraman masyarakat.
Perbedaan antara keduanya terletak pada motivasi para pelakunya. Jarimah politik adalah jarimah yang dilakukan dengan motivasi politik, sedangkan jarimah biasa adalah jarimah yang dilakukan semata-mata karena tindak pidana itu sendiri dan bukan karena tujuan politik.
Daftar Pustaka
Audah, Abdul Qadir. at-Tasyri‘ al-Jina’i al-Islami. Cairo: Dar al-‘Urubah, 1964.
Halimah. Hukum Pidana Syariat Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah. Jakarta: Bulan Bintang, 1971.
al-Jaziri, Abdurrahman. al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba‘ah. Cairo: at-Tijarah al-Kubra, 1969.
Muwafiy, Ahmad. Bain al-Jara’im wa al-hudud fi asy-Syari‘ah al-Islamiyyah wa al-Qanun. t.tp: Lajnah al-Khubara’, 1966.
Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). Bandung: Sinar Baru, 1988.
Sabiq, Sayid. Fiqh as-Sunnah. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabiy, 1973.
Zahrah, Muhammad Abu. al-Jarimah wa al-‘Uqubah fi al-Fiqh al-Islami. Cairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.t.
Helmi Karim