Jam’iyyatul Qurra’ Wal Hufaz

Organisasi­ ini merupakan wadah yang menghimpun para qari dan hufaz. Ide pendirian organisasi ini muncul dari KH Wahid Hasyim, mantan menteri Agama RIS, pada 17 Ramadan 1350 H/1950 M, ketika berbuka puasa bersama di kediamannya­ di Jakarta. Jam‘iyyatul Qurra’ wal huffaz kemu-dian didirikan­ pada 12 Rabiulawal 1351/15 Januari 1951.

Munculnya gagasan untuk mendirikan organisasi Jam‘iyyatul Qurra’ wal huffaz dilatarbelakangi semakin meningkatnya kegiatan para qari dan hufaz,­ sehingga di tiap pesantren dan madrasah bermunculan­ perkumpulan­ qari dan hufaz dengan berbagai­ nama dan bentuk, seperti:

(1) Jam‘iyyatul­ Huffaz di Kudus, Jawa Tengah;

(2) Nahdatul Qurra’ di Jombang, Jawa Timur;

(3) Wihdatul Qurra’ di Ujungpandang, Sulawesi Selatan;

(4) Per­satuan Pelajar Ilmu Qiraatul Qur’an di Banjarmasin,­ Kalimantan Selatan;

(5) Madrasatul Qur’an di Palembang, Sumatera Selatan; dan

(6) Jam‘iyyatul Qurra’ di Medan, Sumatera Utara.

Sebagai tindak lanjut ide tersebut, dibentuklah­ sebuah panitia pembentukan organisasi. Panitia­ tersebut terdiri dari para ulama, antara lain KH Abu Bakar Atjeh sebagai ketua panitia, KH Nazaruddin Latif sebagai wakil ketua, dan KH Tb. Manshur Ma’mun sebagai sekretaris.

Panitia ini bertugas untuk:

(1) menyusun anggaran­ dasar dan anggaran­ rumah-tangga;

(2) membentuk komisariat wilayah di tiap propinsi, kabupaten, dan kota besar;

(3) mempersiapkan­ kongres pertama dalam waktu dekat;

(4) menghubungi­ para qari dan hufaz; dan

(5) melengkapi susunan pengurus besar.

Semua tugas yang dibebankan kepada panitia ini berhasil dicapai. Susunan pengurus harian pertama Jam‘iyyatul Qurra’ wal huffaz terdiri atas: penasihat (KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Wahid Hasyim, KH Abdul Karim, dan KH Djamhur); ketua umum (KH Abu Bakar Atjeh); ketua I (KH Darwis Amini); ketua II (KH Nazaruddin Latif); sekretaris (Muhammad Nur); dan bendahara (H Hasmuni). Pengurus­ harian ini dilengkapi 9 orang anggota.

Pengurus tersebut berhasil mendirikan 50 cabang­ dan komisariat wilayah pada tiap propinsi. Mereka juga berhasil menginventarisasi­ para hufaz yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara.

Jam‘iyyatul Qurra’ wal huffaz menyelengga­rakan­ seleksi qari yang akan membaca Al-Qur’an di RRI Jakarta; demikian juga seleksi para qari di radio daerah. Bebe­rapa anggota organisasi ini dipercaya untuk duduk di Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama.

Pada 1–6 November 1953, atas desakan cabang, wilayah, dan komisariat daerah, diselenggarakan­ kongres pertama. Dalam kongres tersebut hadir 86 cabang dan 10 komisariat propinsi. Kongres pertama ini berhasil membuat keputusan penting sebagai berikut:

(1) menetapkan bahwa semua organisasi dan himpunan yang sifat dan usahanya sama dengan Jam‘iyyatul Qurra’ wal huffaz bersifat sosial­,­ mengusahakan pendidikan, dan tidak berafi­lia­si­ pada partai politik berfusi menjadi satu dengan nama Jam‘iyyatul Qurra’ wal huffaz;

(2) memilih dan mengesahkan pengurus­ besar periode­ 1953– 1956; dan (3) menetapkan 15 anggota qari untuk mendapat piagam penghargaan dari menteri Agama.

Kelima belas qari itu adalah KH Usman Fatah (dari Medan), KH A. Rasyid Siddiq (Palembang),­ KH Yusuf Umar (Palembang), KH Muhammad Dawud al-Hafizh (Jambi), KH Busthomai Ahmad (Barabai, Kalimantan Selatan),­ KH Mahlam Amin (Banjarmasin), KH Abdul Rasyid Abul Hasan (Sama­rinda),­ KH Muhammad Siraj (Ciamis, Jawa Barat),­ KH R.A. Jawahir Dahlan (Cilegon, Jawa Barat), KH Muhammad Arif (Serang, Jawa Barat), KH A. Nahrawi (Jakarta), KH Tb. Manshur Ma’mun (Jakarta), KH Abdul Karim (Gresik, Jawa Timur), KH Ahmad Damanuri (Malang, Jawa Timur),­ dan KH Ahmad Badaruddin (Pasuruan, Jawa Timur).

Kelima belas anggota­ qari dan hafiz ini telah banyak berjasa dalam mem­bina kader qari dan hafiz di daerah masing-masing.

Pengurus Besar Jam‘iyyatul Qurra’ wal huffaz yang dibentuk dalam kongres pertama, sekalipun­ tetap didominasi­ kalangan NU (Nahdlatul Ulama),­ telah menggambarkan­ masuknya unsur non-NU. Anwar Cokroaminoto, misal­nya,­ tampil dalam dewan penasihat bersama Mohammad Natsir dan HAMKA. Tetapi personel pengurus harian masih belum dimasuki unsur non-NU.

Susunan pengurus harian hasil kongres pertama itu adalah: ketua umum (KH Tb. M. Saleh Ma’mun); ketua I dan II (H Muhammad Djunaidi dan KH Muhammad Roji’un); sekretaris jenderal (KH Tb. Manshur Ma’mun); sekre­taris­ I dan II (H Zainal Arifin Abbasy dan KH Ayatullah Saleh); serta bendahara I, II, dan III (H Asmuni, Ahmad Roes, dan H Nurjannah­ Said).

Kegiatan lain yang dilakukan oleh organisasi ini adalah:

(1) melangsungkan konferensi komisariat wilayah Jawa Timur (di Malang), Kalimantan­ Selatan (di Banjarmasin), Jawa Barat (di Cirebon), Sumatera Selatan (di Palembang), dan Sumatera Utara (di Medan) pada 1954;

(2) ikut serta dalam rombongan delegasi kesenian dan kebudayaan pemerintah RI ke Pakis­­ tan;

(3) mendidik kader qari dan hufaz, serta mengajukan usul kepada pemerintah agar imam masjid di setiap propinsi,­ kabupaten, dan kota besar diangkat dari anggota Jam‘iyyatul Qurra’ wal huffaz;

(4) mengajukan usul kepada pemerintah (dalam hal ini menteri Agama) agar di setiap madrasah/­ sekolah dasar dan tsanawiyah/sekolah menengah­ pertama ditempatkan guru Al-Qur’an dari Jam‘iyyatul Qurra’ wal huffaz dengan status pegawai negeri; dan

(5) melibatkan anggota Jam‘iyyatul Qurra’ wal huffaz untuk membimbing dan mengajarkan ilmu Al-Qur’an kepada penghu­ni lembaga pemasyarakatan, pasien di rumah sakit, dan panti sosial/tunanetra, paling tidak memberikan­ pelajaran tilawatil Qur’an dengan sistem hafalan.

Jam‘iyyatul Qurra’ wal huffaz sampai saat ini masih aktif di daerah, khususnya di bidang­ pengkaderan para qari dan hufaz, bekerjasama dengan Lembaga Pengem­bangan Tilawa­til­ Qur’an di daerah. Untuk tingkat pusat, kebanyakan kegiatan organisasi tersebut telah ditangani langsung oleh Lembaga Pengem­bangan Ti­lawatil Qur’an Pusat yang semakin berkembang dan semakin luas bidang garapannya.

Namun demikian,­ organisasi tersebut tetap aktif dalam mengkader­ para qari dan hufaz. Untuk tingkat propin­si, yang paling aktif dan banyak kegiatannya adalah Jam‘iyyatul Qurra’ wal huffaz DKI Jakarta, yang fasilitas dan asetnya untuk mengembangkan kegiatan­ organisasi ini cukup lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

LPMTQ DKI Jakarta. Pelembagaan Tilawatil Qur’an. Jakarta: t.p., 1977.
SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 182A Tahun 1982 tentang Usaha Pengembangan Organisasi LPTQ.

Nasrun Haroen