Kata infaq berasal dari kata nafaqa yang berarti “menafkahkan dan membelanjakan harta”. Arti “memberikan belanja untuk keluarga” sama dengan “memberikan nafkah”, dan hal memberikan belanja itu disebut menginfakkan.
Dalam Al-Qur’an, banyak ditemui ayat yang menggunakan kata nafaqa, baik dalam bentuk fi‘l al-madhi (masa lampau), fi‘l al-mudhari‘ (masa kini), fi‘l al-amr (perintah), maupun dalam bentuk masdar. Allah SWT memerintahkan manusia agar menginfakkan harta di jalan yang benar, antara lain terlihat dalam surah al-Baqarah (2) ayat 195, 254, dan 267.
Kata “infak” juga dipergunakan untuk menyebutkan hal penggunaan harta di jalan yang tidak terpuji, seperti dalam surah at-Taubah (9) ayat 34. Karena penggunaan harta di jalan yang tidak terpuji tidak dibenarkan oleh agama, ulama sepakat bahwa kata “infak” berarti hal penggunaan harta di jalan yang diridai Allah SWT.
Menurut Al-Qur’an, menginfakkan harta secara baik dan benar termasuk salah satu ukuran dan indikasi sifat ketakwaan manusia kepada Allah SWT, seperti tersebut dalam surah al-Baqarah (2) ayat 2-3 dan Ali ‘Imran (3) ayat 133-134. Orang yang menginfakkan hartanya secara baik berarti ia telah menanam investasi untuk dirinya sendiri.
Oleh karena itu agama menganjurkan manusia untuk menginfakkan hartanya secara terang-terangan atau diam-diam dan pada saat susah atau senang. Berkaitan dengan masalah ini, agama juga menasihatkan manusia supaya dalam menginfakkan hartanya tidak terdorong rasa riya, tidak mengharapkan pujian, atau motivasi keduniaan lainnya.
Infak yang diinginkan agama adalah infak yang dilakukan secara tulus ikhlas karena mengharapkan keridaan Allah SWT. Dalam surah al-Baqarah (2) ayat 261, Allah SWT berfirman, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki”
Jangkauan bidang infak itu luas. Karena berinfak berarti “membelanjakan harta sesuai dengan tuntutan agama”, maka bersedekah kepada kaum fakir miskin dan membayar zakat juga disebut berinfak; demikian pula dengan penggunaan harta untuk kegiatan sosial kemasyarakatan.
Telah menjadi tradisi dalam masyarakat Indonesia bahwa infak mempunyai konotasi dan lebih tertuju pada sedekah sunah yang diberikan untuk kegiatan agama, misalnya membangun masjid dan musala, rumah sakit Islam, madrasah, atau sejenisnya, yang dikelola oleh lembaga yang bergerak di bidang agama.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Baqi, Muhammad Fu’ad. al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfaz Al-Qur’an al-Karim. Beirut: Dar al-Fikr, 1992.
Ibnu Rusyd. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid. Cairo: Syarikah Maktabah wa Matba‘ah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1401 H/1981 M.
an‑Nasafi, Abdullah bin Ahmad. Tafsir an‑Nasafi. Cairo: Isa al‑Babi al‑Halabi, t.t.
Rida, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Manar. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
Helmi Karim