Iman adalah kepercayaan kepada eksistensi Allah SWT. Iman diwujudkan dengan mengakui serta meyakini Allah SWT dan mengamalkan perintah-Nya. Keyakinan itu disebut iman apabila mendorong manusia mengabdi hanya kepada-Nya (beribadah). Iman kepada Allah SWT merupakan doktrin sentral yang membentuk sistem iman yang utuh (rukun iman), yaitu kepada Allah, malaikat, rasul, kitab Allah, hari akhir, dan takdir.
Iman adalah bentuk masdar atau kata kerja dari amana yu’minu, yang berarti “percaya, setia, aman, melindungi, dan menempatkan (sesuatu) pada tempat yang aman”. Iman diuraikan dalam sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Bukhari sebagai berikut: “Iman adalah engkau percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari kebangkitan, dan kada (peraturan) dan kadar atau kuasa-Nya.”
Orang yang beriman disebut mukmin, sedangkan lawannya, orang yang mengingkari rukun iman disebut kafir. Iman merupakan kunci keislaman seseorang yang dalam perwujudannya disimbolkan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat (persaksian bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah).
Al-Qur’an menggunakan kata iman dalam berbagai bentuk kata jadian, tidak kurang dari 550 kali, seperti yu’minu, yu’minun, Amanu, mu’min, dan mu’minun. Ini menunjukkan bahwa iman merupakan kunci pokok dalam membentuk keislaman seseorang. Antara iman dan Islam merupakan satu kesatuan yang saling mengisi.
Iman tidak berarti tanpa amal saleh dan amal saleh akan sia-sia jika tidak dilandasi iman. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT, antara lain dalam surah al-‘Asr (103) ayat 1–3 yang berarti: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasi hati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.”
Adapun mengenai Islam dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW yang berarti: “Islam dibangun atas lima hal: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad SAW adalah utusan-Nya, menegakkan salat, menunaikan zakat, menjalankan puasa bulan Ramadan, dan melaksanakan ibadah haji” (HR. Bukhari dari Ibnu Umar).
Iman sebagai akidah, Islam sebagai syariat, dan ihsan merupakan akhlak kepada Allah SWT, sesama manusia, dan makhluk lainnya. Timbul perbedaan pendapat mengenai pengertian iman di kalangan mutakalim (teolog): apakah iman itu hanya diucapkan secara lisan, diyakinkan dalam hati saja, atau harus dibuktikan dengan amal perbuatan nyata.
Perbedaan pendapat ini timbul, antara lain, karena Al-Qur’an tidak memberikan rumusan iman secara baku. Al-Qur’an hanya mengemukakan beberapa ciri atau sifat orang beriman, seperti dalam surah al-Anfal (8) ayat 2 yang berarti: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal.”
Selain itu, ciri-ciri orang beriman juga disebutkan dalam surah al-Mu’minun (23) ayat 1–9 yang berarti:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan mereka yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.”
Banyak juga hadis yang menjelaskan masalah iman, tetapi lebih mengacu pada ciri-ciri keimanan seseorang, misalnya beberapa hadis yang diriwayatkan Bukhari di bawah ini.
Nabi SAW bersabda, “Iman itu mempunyai 70 lebih cabang, dan malu adalah salah satu cabang iman”;
“Tidak beriman salah seorang di antara kamu, sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”; dan
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata benar atau (jika tidak bisa) lebih baik diam, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan barang-siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetamunya.”
Berbicara soal iman tidak mungkin dapat dilepaskan dari masalah keyakinan. Iman sebagai perbuatan hati dibangun serta dilandasi dengan dasar pengetahuan yang telah diperoleh seseorang sehingga ia tidak lagi dimasuki unsur keraguan. Iman seseorang harus berdiri di atas keyakinan yang kuat orang tersebut. Oleh karena itu, iman menjadi keadaan yang dapat menenteramkan hati, karena tidak ada lagi keraguan dalam segala tindakan.
Keyakinan itu tidak menyesatkan angan-angan, bahkan merupakan nur (cahaya) yang dijadikan Allah SWT dalam hati hamba-Nya, sehingga dengan keyakinan itu dapat jelas baginya segala hal yang gaib.
Menurut al-Junaid al-Baghdadi (w. 298 H/910 M), tokoh sufi modern, “Yakin menghilangkan keraguan ketika yang gaib itu menjadi jelas.” Yakin adalah ketetapan ilmu yang tidak berputar-putar, tidak terombang-ambing, dan tidak berubah-ubah dalam hati.
Apabila telah sampai pada taraf yakin, iman tidak akan goyah, berubah atau terombang-ambing. Dalam hal ini yakin adalah iman, tetapi tidak sebaliknya, karena iman belum tentu yakin. Iman dapat bertambah dan dapat berkurang, sejalan dengan amal saleh yang dikerjakannya.
Dalam ilmu kalam, keyakinan biasa disebut akidah. Akidah adalah keimanan dalam hati secara kokoh, tidak ada keraguan, dan dipilih menjadi jalan hidup. Iman inilah yang merupakan misi dakwah Rasulullah SAW yang pertama dan utama, yang mula-mula dikembangkan di Mekah sebelum hijrah ke Madinah.
Umat Islam menyebutkan enam macam rukun, yaitu iman kepada Allah SWT, para malaikat, kitab Allah SWT, para rasul, hari akhir (kebangkitan), dan kada serta kadar Allah SWT. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah (2) ayat 177 dan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Bukhari dari Abu Hurairah. Hadis ini menyebutkan rukun Islam dan rukun iman.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Muhammad. Hasyiyah ‘Ala Syarh ad-Dawwani li al-‘Aqa’id al-‘Adudiyyah. Cairo: Isa al-Babi al-Halabi, 1958.
Abud, Abdul Gani. al-‘Aqidah al-Islamiyyah wa al-Ideologiyyah al-Mu‘asirah. Cairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1976.
al-Asy‘ari, Abu al-Hasan bin Ismail. Kitab al-Luma‘. Beirut: Imprimerie Catholique, 1952.
_____________________________. Maqalat al-Islamiyyin. Constantinopel: Matba’ah ad-Daulah, 1930.
al-Baghdadi, Abu Mansur Abdul Qahir bin Tahir at-Tamimi. Kitab Ushul ad-Din. Constantinopel: Madrasah al-Ilahiyah, 1928.
al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr, 1981.
al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Minhaj al-Muslim. Beirut: Dar al-Fikr, 1972.
Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran‑Aliran, Sejarah, Analisa, dan Perbandingan. Jakarta: UI Press, 1986.
al-Qusyairi, Abu al-Qasim Abdul Karim. ar-Risalah al-Qusyairiyyah. Cairo: Muhammad ‘Ali Subaih, 1966.
Syaltut, Mahmud. al-Islam: ‘Aqidah wa Syari‘ah. Cairo: Dar al-Qalam, 1966.
Ahmad Rofiq