Ibnu Bajjah

(Zaragoza, akhir abad ke-5 H/abad ke-11 M–Fez, Ramadan 533/Mei 1139)

Ibnu Bajjah adalah seorang tokoh­ pertama dalam sejarah filsafat Arab Spanyol. Dalam sumber Latin, ia dinamai Avempace. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad bin Yahya bin as-Sa‘ig at-Tujibi al-Andalusi as-Saraqusti. Karena berasal dari keluarga at-Tujib, ia juga disebut at-Tu-jibi. Ia dibesarkan dan merampungkan pendidikannya di Zaragoza.

Ahli sejarah memandang Ibnu Bajjah sebagai sosok yang berpengetahuan luas dan menguasai tidak kurang­ dari 12 ilmu. Karena ia menguasai sastra, tata bahasa, dan filsafat kuno, tokoh sezamannya menyejajarkannya­ dengan asy-Syaikh ar-Ra’is (Guru para Raja) Ibnu Sina. Karena ketenarannya,­ Abu Bakar bin Ibrahim as-Sahrawi, gubernur Zaragoza, mengangkatnya menjadi pejabat tinggi.

Ketika Zaragoza jatuh ke tangan Alfonso I, raja Aragon, pada 512 H/1118 M, Ibnu Bajjah pergi ke Sevilla dan ting­gal di sana sebagai dokter. Sesudah Sevilla juga diduduki Raja Alfonso I be­berapa waktu kemudian, ia pindah ke Granada. Di Syatibah (Jativa, selatan Valencia, Spanyol), ia di­penjarakan amir setempat dengan tuduhan membuat bid’ah, tetapi segera dibebaskan.

Setelah bebas, ia pun pergi ke Fez (kini di Maroko), memasuki istana Gubernur Abu Bakar Yahya bin Yusuf bin Tasyfin (Ibnu Tasyfin) dan menjadi pejabat tinggi berkat kemampuan dan pengetahuannya. Ia memegang­ jabatan tinggi itu selama 20 tahun. Musuhnya mencapnya sebagai ahli bid’ah dan beberapa­ kali mengadakan usaha pembunuhan terhadapnya­. Semua usaha pembunuhan itu gagal dan baru berhasil dilakukan oleh seorang dokter termasyhur, Abul Ala bin Zuhr, dengan racun.

Sedikit sekali yang dapat diketahui tentang ke­hidupan Ibnu Bajjah. Meskipun begitu, dua orang penerusnya telah mengembangkan pandangan masing­-masing tentang pendirian Ibnu Bajjah dalam bidang filsafat dan ilmu. Yang pertama adalah Abul Hasan Ali bin Abdul Aziz bin al-Imam dan yang kedua Ibnu Tufail (filsuf, pengarang hayy bin Yaqˆan; w. 581 H/1185 M). Dari kedua orang inilah in­formasi tentang Ibnu Bajjah banyak diperoleh.

Menurut Ibnu Tufail, generasi pertama sarjana Spanyol menyibukkan diri dengan studi matematika dan generasi berikutnya pada studi logika,­ tetapi sumbangan mereka itu kurang lengkap. Akhirnya, sebuah kelompok baru para sarjana, yang lebih ahli di bidang ilmu filsafat abstrak, muncul di atas panggung. Ibnu Bajjah berada di baris depan kelompok­ terakhir ini. Oleh karena itulah ia dapat dikategorikan sebagai tokoh utama dan pertama dalam sejarah filsafat Arab Spanyol.

Dari tiga puluh satu karyanya, tidak satu pun yang melebihi tiga puluh halaman folio dan kebanyakan tidak lebih dari sepuluh­ halaman folio. Karyanya itu antara lain adalah Tadbir al-Mutawahhid, Risalah Ittisal al-‘Aql bi al-Insan, Risalah al-Wada’ (Ilmu Pengobat­an), Risalah Akhlaq, Tardiyyah (Syair Pujian), Kitab Nabat, Kitab an-Nafs, dan Risalah al-Gayah al-Insaniyyah.

Melalui penelitian terhadap karyanya itu, banyak muncul karya akademis yang membahas pemikiran filsafat Ibnu Bajjah, baik yang diterbitkan­ dalam bentuk buku tersendiri, maupun dalam bentuk bunga rampai, apalagi dalam bentuk artikel di berbagai majalah dan jurnal ilmiah.

Karyanya yang berjudul Tadbir al-Mutawahhid dipan­ dang sebagai yang terbesar. Karya besarnya yang lain adalah Risalah Ittisal al-‘Aql bi al-Insan. Dalam kedua tulisannya itu, ia mengembangkan tema klasik tentang gerak maju intelektual dari keadaan potensialitas­ ke dalam­ keadaan aktualitas dan “kontak” terakhir akal “perolehan” dengan akal aktif yang ha-nya menjadi hak istimewa dari sebagian kecil manusia yang mampu mencapainya.

Dalam pemikiran Ibnu Bajjah, terdapat sedikit pergeseran­ pemikiran dari pemikiran pendahulunya di dunia Islam bagian timur. Pengantarnya­ dalam diskusi filsafat yang serius menandai satu titik pergeseran dalam sejarah kebudayaan­ Islam Spanyol. Ia berjasa memberi tangga­ bagi penjelasan islamiah yang bersifat sistematik tentang ajaran Aristotelian.

Di tangan Ibnu Bajjah, filsafat menjadi etika untuk memprotes pandangan yang materialistis dan duniawi yang dianut kalangan atas masa itu. Orang yang menyaksikan­ adanya kebodohan pada tingkah laku umum, menurut pendapatnya, wajib menjauhkan diri, paling tidak dalam pikiran.

Dalam kaitan dengan pandangan ini, ia menyebut karya utamanya sebagai adab al-‘Uzlah (tata cara mengasingkan­ diri). Meskipun mungkin motivasi dasarnya adalah moral, kesimpulannya dirumuskan­ dalam bentuk analisis yang mendalam tentang akal dan pikiran manusia. Analisis yang demi­kian merupakan hal yang menarik perhatian para filsuf generasi berikutnya.

Daftar Pustaka

Boer, T.J. De. The History of Philosophy in Islam. New York: Dover Publication, 1967.
Fakhry, Majid. Sejarah Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Jaya, 1986.
Syarif, M.M. Para Filosof Islam. Bandung: Mizan, 1985.

Badri Yatim