Al-Hisab berarti “perhitungan”. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, hisab berarti “ilmu hitung atau salah satu cabang ilmu pasti yang mempelajari angka dalam bentuk penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perakaran”. Hisab dalam istilah Yunani disebut aritmatika.
Hisab dalam Al-Qur’an mengandung beberapa arti, antara lain perhitungan [hari perhitungan amal manusia di akherat] (QS.14:41), tanggung jawab (QS.6:52), batas (QS.39:10), dan salah satu nama hari kiamat (QS.40:27).
Hisab berasal dari Yunani dan India. Dari Yunani, hisab masuk ke tanah Arab pada Abad Pertengahan. Dari India, hisab masuk ke wilayah tersebut sekitar tahun 700.
Hisab Yunani mendominasi para penulis Arab sampai awal abad ke-11. Hal ini terlihat dalam kitab al-Kafi fi al-Hisab (Kitab yang Memadai dalam Ilmu Hisab) yang ditulis Abu Bakar Muhammad al-Karkhi (970–1036). Dalam karyanya itu, al-Karkhi masih tetap menggunakan huruf untuk menyebut angka, seperti yang berlaku dalam hisab Yunani.
Sekitar tahun 700, hisab yang berkembang di India mulai masuk ke istana Baghdad, bersamaan dengan ilmu falak yang dikembangkan Sindhind. Oleh karena itulah sistem perangkaan dalam bahasa Arab disebut Hindi dan berhitung disebut Hindasah atau Handasah yang juga berarti ilmu ukur.
Sistem perangkaan India itu masyhur dengan angka nol. Dalam aritmatika modern, angka nol masih tetap dipakai. Berkembangnya aritmatika India terutama disebabkan banyaknya buku terjemahan yang dikerjakan para ahli hisab Arab yang termasyhur, seperti al-Fazari, al-Khawarizmi, dan Habasy bin Habib.
Muhammad bin Musa al-Khawarizmi secara mendasar mengembangkan hisab dalam bentuk angka seperti terdapat dalam hisab India. Ia dengan tekun telah mengumpulkan dan menyusun daftar astronomi (zij) yang tertua, yang di kemudian hari termasyhur dengan nama daftar algoritma atau daftar logaritma. Ia pun dengan sungguh-sungguh telah mengembangkan aljabar dalam beberapa karya tulisnya.
Karyanya yang terakhir adalah hisab al-Jabr wa al-Muqabalah (Perhitungan Integral dan Persamaan), yang ditulis dalam bahasa Arab dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona (Italia) dalam abad ke-12. Buku inilah yang memperkenalkan aljabar ke dunia Barat, yang mereka sebut algebra.
Di samping itu, al-Khawarizmi juga memperkenalkan angka Arab ke dunia Barat, sehingga bangsa Barat mengenal aritmatika dalam bentuk angka. Di antara ahli aritmatika Barat yang banyak mendapat pengaruh dari al-Khawarizmi adalah Leonardo Fibonacci (w. 1245) dan Jacob. Di dunia Islam usaha al-Khawarizmi ini dikembangkan oleh Umar Khayyam, ahli matematika dan penyair Persia (Iran).
Selain al-Khawarizmi, ahli hisab Arab yang banyak berkiprah mengembangkan hisab dalam bentuk angka adalah Ali bin Ahmad an-Nawawi (980–1040). Karya tulisnya yang termasyhur ialah al-Muqni‘ fi Hisab al-Hindi (Kecermatan dalam Ilmu Hisab Arab), yang membahas pembagian dan perhitungan luas bujur sangkar serta isi kubus dengan mempergunakan sistem angka yang berasal dari hisab India.
Teori hisab ini kemudian diterapkan para ahli astronomi (ilmu falak) dalam penghitungan astronomis. Daftar logaritma yang semula dikumpulkan dan disusun al-Khawarizmi ternyata sangat menentukan dalam perkiraan astronomis. Dengan demikian, berkembanglah daftar logaritma itu sedemikian rupa di kalangan para sarjana astronomi, sehingga dapat mengalahkan teori astronomi serta hisab Yunani dan India yang telah ada. Daftar logaritma ini berkembang sampai ke Tiongkok.
Ulama juga menaruh perhatian pada teori hisab. Mereka menerapkan hisab dalam menentukan awal dan akhir bulan Ramadan dan waktu salat. Di antara ulama yang tertarik untuk menentukan awal atau akhir bulan Ramadan dengan hisab itu adalah Ibnu Bana, Ibnu Suraih, al-Qaffal, Kadi Abu Taib, Mutraf, Ibnu Qutaibah, Ibnu Muqatil ar-Razi, Ibnu Daqiq al-Id, dan as-Subki. Sementara itu ulama abad ke-20 yang cenderung mempergunakan hisab dalam menentukan awal atau akhir bulan Ramadan ialah Muhammad Rasyid Rida dan Tantawi Jauhari.
Menurut Ibnu Bana, Ibnu Suraih, dan al-Qaffal, hisab boleh digunakan dalam menentukan awal atau akhir bulan Ramadan jika pada akhir bulan Syakban atau bulan Ramadan bulan tidak dapat dilihat dengan mata karena tertutup oleh awan. As-Subki berpendapat bahwa hisab digunakan hanya untuk menentukan awal bulan Ramadan ketika bulan tidak kelihatan, tetapi tidak boleh dipergunakan untuk menentukan akhir bulan Ramadan (untuk ifthar atau berbuka).
Adapun Ibnu Daqiq al-Id mewajibkan puasa dengan hasil hisab. Menurutnya, jika bulan tertutup awan, wajiblah bagi ahli hisab menentukan awal atau akhir puasa Ramadan dengan hisab. Puasa yang dilakukan atas dasar hisab adalah sah. Pendapat ini disetujui Muhammad Rasyid Rida dan Tantawi Jauhari.
Alasan yang dikemukakan oleh ulama yang membolehkan atau mewajibkan memulai dan mengakhiri puasa Ramadan dengan hisab antara lain adalah sabda Nabi SAW: “Apabila kamu melihat hilal (anak bulan Ramadan) hendaklah kamu berpuasa dan apabila kamu melihatnya (anak bulan Syawal) hendaklah kamu berbuka. Jika bulan tidak kelihatan olehmu, kira-kirakanlah!” (HR. Muslim).
Dalam hadis lain disebutkan pula oleh Nabi SAW: “Janganlah kamu berpuasa sampai kamu melihat hilal (anak bulan Ramadan) dan janganlah kamu berbuka, sampai kamu melihatnya (anak bulan Syawal). Jika bulan tertutup bagimu, kira-kirakanlah!” (HR. Muslim).
Ulama mengartikan kalimat “kira-kirakanlah!” dengan arti “mempergunakan hisab untuk memperhitungkan bulan jika bulan itu tertutup awan”. Oleh karena itu, mereka membolehkan dan bahkan ada yang mewajibkan berpuasa atas dasar perhitungan hisab.
DAFTAR PUSTAKA
Abdus Salam. Sains dan Dunia Islam, terj. Ahmad Baiquni. Bandung: Pustaka, 1402 H/1982 M.
Baiquni, Ahmad. Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern. Bandung: Pustaka, 1983.
Hitti, Philip K. History of the Arabs. London: Macmillan, 1974.
Jauhari, Tantawi. Tafsir al-Jawahir. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
al-Marakisyi, al-Hajj Muhammad bin Abdul Wahhab al-Andalusi al-Fasi. al-‘Adzb az-Zulal. Qatar: ‘Imarah asy-Syu’un ad-Diniyah, 1977.
Rida, Muhammad Rasyid. Tafsir Al-Qur’an al-Hakim (al-Manar). Cairo: Dar al-Manar, 1953.
Sarton, George. The Study of the History of Mathematics and Science. New York: Dover, 1936.
Shiddiqi, Nourouzzaman. Tamaddun Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1986.
Yunasril Ali