Agama Hindu merupakan salah satu agama besar dunia yang dewasa ini dianut lebih dari 700 juta orang (13%) dari penduduk dunia. Sebagian besar penganut agama ini terkonsentrasi di India, tempat kelahirannya. Orang Hindu menyebut agama mereka “Sanatana Dharma”, yang berarti “agama abadi”, “kebenaran abadi”, dan “kearifan abadi”.
Pendiri agama Hindu tidak diketahui. Hindu mencakup bukan hanya agama, tetapi juga seluruh peradaban dan cara hidup yang tumbuh serta berkembang sejak 3.000 SM di kalangan bangsa Dravida, di lembah Sungai Indus.
Kata “Hindu” berasal dari nama Sungai Indus (Shindu) yang terletak di wilayah Pakistan; orang Persia menyebutnya Hindu. Akar munculnya agama Hindu dapat ditelusuri hingga peristiwa migrasi besar-besaran orang Arya dari arah barat laut (Iran sekarang) menuju lembah Sungai Indus (sekarang di Pakistan dan India) pada 2500–1700 SM. Setelah menetap di lembah Sungai Indus yang subur, mereka menyebar hingga memasuki pedalaman India bagian selatan sampai di tepian Sungai Gangga.
Migrasi besar-besaran itu disebabkan dua hal: (1) ajaran agama di Iran dan Babilonia kuno tentang ancaman banjir yang kerap kali melanda wilayah itu; dan (2) keinginan mereka untuk memisahkan diri dari bangsa serumpunnya di Iran.
Pertemuan kepercayaan asli bangsa Arya sebagai pendatang dengan tradisi keagamaan bangsa Dravida sebagai peduduk asli India saat itu melahirkan cikal bakal agama Hindu. Agama Hindu muncul sebagai hasil asimilasi dua kepercayaan dan tradisi keagamaan yang berlainan.
Selanjutnya, agama Hindu juga berkembang dan terbentuk dari sejumlah kepercayaan yang sudah lama ada di India. Dalam perkembangan yang berlangsung berabad-abad, agama Hindu juga menyerap unsur kepercayaan dan agama yang ada di India.
Kitab suci agama Hindu adalah Weda, yang berarti “pengetahuan”. Kitab Weda adalah sebuah koleksi doa dan himne yang dikenal dengan Catur Weda, terdiri dari Rig Weda, Sama Weda, Yajur Weda, dan Atarwa Weda. Kitab ini ditulis selama berabad-abad oleh para pemuka agama Hindu dan baru selesai pada sekitar 900 SM.
Kitab Weda kemudian dilengkapi dengan karya lainnya, seperti Brahmana dan Upanisad. Kitab Brahmana yang ditulis pada sekitar 300 SM menjelaskan tata cara dan praktek peribadatan, penyelenggaraan upacara korban, baik domestik maupun publik, serta uraian makna ritual agama Hindu secara mendalam.
Kitab Upanisad (Sansekerta: “duduk dengan seorang guru”), yang juga dikenal dengan sebutan Wedanta dan ditulis sekitar 600–300 SM, merupakan teks yang berisi dasar pemikiran dan makna tindakan menurut filsafat Hindu. Dalam kitab ini diuraikan dua ajaran penting agama Hindu, yaitu samsara (perputaran kelahiran kembali, reinkarnasi) dan karma (setiap tindakan berakibat pada tahap kehidupan berikutnya dalam samsara).
Kitab suci lainnya adalah Purana dan Itihasa. Kitab pertama berisi berbagai cerita alegoris kuno yang panjang yang berisi mitos Hindu mengenai penciptaan dunia, silsilah raja yang memerintah dunia, dan cerita para dewa dan dewi. Adapun kitab kedua merupakan cerita epos kepahlawan tokoh pahlawan agama Hindu.
Dalam Purana dan Itihasa tercantum kitab Ramayana, Mahabarata, Yogawisata, dan Hari Wangsa. Sementara dalam kitab Mahabarata terdapat Bhagavad Gita (Kidung dari Dewa) “permata kearifan spiritual India” yang berisi uraian nasihat Kresna (tokoh wayang, penjelmaan Wisnu) kepada Arjuna (salah satu tokoh dari Pandawa Lima) yang kandungan filsafatnya sangat tinggi. Karena itu, ajaran Bhagavad Gita diyakini sebagai aturan moral keagamaan tentang cara menuju proses moralitas tertinggi.
Seluruh kitab suci agama Hindu di atas dapat dikelompokkan menjadi dua: Weda Sruti dan Weda Smriti. Weda Sruti adalah wahyu yang diyakini sebagai naskah suci yang langsung diwahyukan oleh Tuhan kepada para maharshi (orang suci Hindu) melalui pendengaran (sruti). Kelompok ini mencakup kitab Mantra, Brahmana, dan Upanisad.
Smriti adalah kitab suci yang ditulis para maharshi berdasarkan ingatan (smriti). Kelompok ini mencakup kitab Wedanga dan Upaweda. Kitab Ramayana dan Mahabharata termasuk dalam kelompok Upaweda. Salah satu kitab dari kelompok kedua adalah Manu Smriti yang memuat aturan keagamaan dan sosial agama Hindu sebagai penjelasan tambahan atas dasar sistem kasta.
Ajaran mendasar dari agama Hindu terungkap dalam Panca Çradha (Sraddha) yang berarti lima kepercayaan, yaitu: (1) Brahman, kepercayaan kepada Tuhan dan berbagai manifestasi-Nya; (2) Atman, kepercayaan bahwa jiwa abadi; (3) Karma Phala, kepercayaan bahwa setiap perilaku akan berpengaruh terhadap pelakunya; (4) Punarbhawa, kepercayaan kepada reinkarnasi; dan (5) Moksa, kepercayaan kepada kebahagiaan tertinggi, yaitu kesatuan dengan Tuhan secara total.
Umat Hindu meyakini bahwa setiap manusia, hewan, dan segala sesuatu merupakan bagian integral dari tatanan alam semesta, dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Setiap orang memiliki kedudukan dan tempat masing-masing; dan setiap orang juga harus melakukan darma (kewajiban agama), yakni berperilaku sesuai dengan kedudukan tersebut.
Perilaku seseorang yang tidak sesuai dengan darmanya akan berbuah menjadi kekacauan dan bencana seperti penyakit, kelaparan, dan gunung meletus. Baik atau buruknya perilaku seseorang akan menentukan nasibnya (karma) di kehidupan berikutnya, karena pengikut Hindu meyakini siklus reinkarnasi yang terus-menerus (samsara).
Siklus reinkarnasi ini akan terhenti ketika jiwa (atman) seseorang telah mampu mencapai moksa, yakni ketika dia dapat melepaskan diri dari semua jebakan hasrat dan dorongan nafsu. Sekalipun orang Hindu mengklaim memiliki ratusan atau bahkan ribuan dewa dan dewi, pada kenyataannya hanya ada tiga dewa (Trimurti) yang dipandang penting dalam agama Hindu: Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Di Indonesia, seperti di Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu, peran dan cara penyembahan dewa ini telah mengalami pergeseran jika dibandingkan dengan ajaran agama Hindu yang berkembang di India. Perubahan juga terjadi pada penggambaran ikonnya. Dewa Siwa, misalnya, digambarkan dalam banyak bentuk.
Lebih dari itu, beberapa dewa yang memiliki peran kecil di India justru dianggap sebagai dewa yang penting di Indonesia. Perubahan ini terjadi karena terjadi proses adaptasi ketika ajaran agama Hindu dihadapkan pada lingkungan baru. Karena itu, hanya ada beberapa dewa yang sesuai atau diterima masyarakat Nusantara pada saat itu.
Sesuai dengan tujuan upacara tersebut, tata cara peribadatan agama Hindu terbagi ke dalam lima kelompok:
(1) Dewa Yadnya: kepada Tuhan, dewa atau dewi;
(2) Bhuta Yadnya: kepada butakala (raksasa) yang diyakini berwatak iblis yang mengganggu manusia;
(3) Pitra Yadnya: kepada arwah leluhur;
(4) Manusa Yadnya: kepada manusia yang hidup dalam bentuk upacara peralihan; dan
(5) Rsi Yadnya: kepada para pendeta. Agama Hindu sesungguhnya tidak mengenal satu bentuk ritual yang berdiri sendiri tanpa disertai bentuk ritual lain.
Semua upacara peribadatan paling tidak terdiri dari dua aspek, yaitu Bhuta Yadnya dan Dewa Yadnya, karena kekuatan iblis harus diusir agar tidak mengganggu kelancaran upacara, sehingga para dewa dapat menyaksikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Eliade, Mircea, ed. The Encyclopedia of Religion. New York: Macmillan Publishing Company, 1987.
Elphinstone, Hon. Mounstuart. The History of India, The Hindu and the Mahometan Periods. London: John Murray, 1857.
Fox, James J, ed. Indonesian Heritage: Religion and Ritual. Singapore: Archipelago Press, 1998.
Hadikusuma, Hilman. Antropologi Agama. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993.
Honig Jr. A.G. Ilmu Agama. Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1966.
Smart, Ninian. The Religious Experience of Mankind. New York: Charles Scribner’s Son, 1961.
Rifki Rosyad