Haddadiyah, Tarekat

(Ar.: Tariqah al-Haddadiyyah)

Haddadiyahadalah sebuah tarekat yang dicetuskan dan diajarkan Abdullah bin Alawi bin Muhammad al-Haddad (5 Safar 1044 H–7 Zulkaidah 1132 H), pengarang Ratib al-haddad, yang banyak dikenal dan diamalkan antara lain di Hadramaut, Indonesia, India, Hijaz, dan Afrika timur. Al-Haddad lahir di Tarim, Hadramaut.

Al-Haddad mempelajari agama Islam pada ulama-ulama Ba Alawi, keluarga keturunan Ali bin Abi Thalib di Hadramaut. Kemudian ia pindah belajar ke Yaman dan seterusnya ke Mekah dan Madinah. Tatkala ditanya orang, pada guru mana ia pernah belajar, terutama ilmu tasawuf dan tarekat, ia menjawab bahwa ia tidak dapat menyebutkan satu demi satu karena jumlahnya lebih dari seratus guru.

Gurunya yang penting seperti disebut orang dalam kitab yang menceritakan tentang dirinya antara lain Abdurrahman bin Muhammad bin Akil as-Saqqaf. Selanjutnya disebut orang sebagai gurunya adalah Abubakar bin Abdurrahman bin Syihabuddin dan guru sufi yang terkenal Abdurrahman bin Syeikh Aidid. Gu­ runya yang terpenting ialah Umar bin Abdurrahman al-Attas, tokoh tarekat yang dianggap luar biasa dalam ilmu hakikat.

Al-Haddad sendiri menyebut tokoh tarekat ini dengan penuh hormat sebagai gurunya dan menerangkan bahwa darinyalah ia memperoleh ajaran tarekat, zikir yang sempurna, serta memperoleh khirqahnya (keluarbiasaannya) yang terakhir.

Al-Haddad, selain ahli tarekat dan hakikat, boleh juga dipandang sebagai penulis produktif, meskipun ia sejak kecil menderita gangguan penglihatan. Kitabnya yang terpenting dan paling terkenal antara lain adalah an-Nasa’ih ad-Diniyyah (Nasihat Keagamaan), sebuah kitab yang dicetak di Indonesia, antara lain oleh percetakan Salim Nabhan di Surabaya dan al-Ma’arif di Bandung.

Pada pinggirnya tercatat kitab yang penting mengenai tarekatnya yang berjudul Sabil al-Adzkar (Jalan untuk Mengingat Allah). Selanjutnya ia juga menulis kitab yang bernama ad-Da‘wah al-Iltihaf as-Sa’il (Dakwah bagi yang Banyak Tanya), Risalah al-Mu‘awanah (Tulisan tentang Tolong Menolong), al-Fushul al-‘Ilmiyyah (Pasal-Pasal Ilmiah), Risalah al-Murid (Tulisan tentang Tujuan), Risalah al-Mudzakkarah (Tulisan tentang Muzakkarah) dan Kitab al-Majmu‘ (Kitab Himpunan).

Al-Haddad, menurut riwayat, meninggal pada malam Selasa tanggal 7 Zulkaidah 1132 dalam usia kurang lebih 89 tahun. Empat puluh hari sebelum meninggal, ketika ia menderita sakit pada akhir bulan Ramadan, ia sudah menjelaskan kejadian yang akan datang pada dirinya.

Ratib al-Haddad

Ratib al-Haddad adalah bacaan wirid menurut al-Haddad. Sebagaimana setiap tarekat mempunyai amalan yang harus diamalkan pengikutnya. Tarekat Haddadi yah juga mempunyai amalan yang dikenal dengan nama Ratib al-Haddad.

Ratib al-Haddad yang sangat sederhana, terdiri dari bacaan al-Fatihah, ayat Kursi, amanar Rasul (akhir surah al-Baqarah), surah al-Ikhlas dan dua surah Al-Qur’an berikutnya, serta tujuh belas bacaan yang terdiri dari tahlil, tasbih, istigfar, selawat, taawuz, basmalah, dan doa lain. Semuanya disusun dan dipilih penyusunnya, Sayid Abdullah bin Alawi bin Muhammad al-Haddad, yang dipandang sebagai qutub mursyid (penasihat tertinggi).

Semua wirid dan doa itu dipilih atas dasar hadis sahih seperti yang diterangkan dalam kitab Sullam at-Thalib (Tangga Pencari Ilmu), syarah Ratib al-Haddad karya Sayid Ali bin Abdullah al-Haddad.

Oleh karena ratib tarekat ini sederhana dan mudah, banyak diamalkan orang di Hadramaut dan Indonesia, yang banyak dikunjungi orang Arab Hadramaut yang sejak lama telah mempunyai hubungan erat dengan orang Indonesia. Wirid/ doa ini dibaca sesudah salat, terutama setelah salat subuh, baik secara perseorangan maupun secara berjemaah. Jika dilakukan dengan berjemaah, bacaan itu biasanya dipimpin imam salat yang diiringi semua yang hadir (ikut berjemaah).

Wasiat al-Haddad. Dalam memantapkan keyakinan dan ketakwaan pengikutnya, al-Haddad memberikan wasiat kepada mereka untuk diamalkan. Wasiat itu meliputi antara lain sebagai berikut:

(a)          Iman. Al-Haddad memulai wasiatnya dengan menguatkan iman dan memperbaikinya. Jika keimanan seseorang sudah teguh dalam hatinya, yang gelap menjadi terang. Ia memberikan alasan dengan ucapan Ali bin Abi Thalib. Keyakinan itu dapat diperoleh dengan mendengar ayat Al-Qur’an, hadis, dan asar sahabat; kemudian dengan melihat pada alam semesta yang menandakan kebesaran Penciptanya. Ia membagi iman itu ke dalam tiga tingkatan:

(1) derajat ashab al-yamin, yaitu tingkat iman yang masih ada keraguannya;

(2) derajat muqarrabin, yaitu yang mempunyai iman yang bulat; dan

(3) derajat nabi, yaitu yang mempunyai iman yang sempurna, tidak ada sesuatu pun yang dapat menyamainya dalam keistimewaannya.

(b) Niat. Wasiat yang berikutnya berkenaan dengan upaya memperbaiki niat pada setiap pekerjaan. Sebab, baik pahala atau dosa, baik kesempurnaan suatu perbuatan atau kegagalannya, tergantung pada niat. Segala sesuatu harus diniatkan untuk taat kepada Allah SWT. Kemudian al-Haddad menguraikan alasan keagamaan mengenai hal tersebut dan jenis niat menurut tinggi-rendah nilainya.

(c) Muraqabah. Muraqabah termasuk wasiat al-Haddad yang terpenting. Muraqabah berarti “merasa selalu diawasi Tuhan”, dan orang yang sedang melakukan suluk hendaknya selalu muraqabah dalam gerak dan diamnya, dalam segala masa dan zaman, dalam segala perbuatan dan kehendak, dalam keadaan aman dan bahaya, di kala tampak dan di kala tersembunyi, selalu merasa dirinya berdampingan dengan Allah SWT dan diawasi oleh-Nya. Jika beribadah, lakukanlah seakan-akan dilihat Allah SWT.

(d) Mengisi seluruh waktu dengan ibadah. Al-Haddad menganjurkan agar seluruh waktu diisi dengan ibadah, bukan saja segala ibadah yang fardu dan sunah, melainkan juga sampai pada penentuan waktu makan dan minum serta berjalan dan duduk, yang tidak terlepas dari salah satu amal ibadah. Ia memberikan contoh kehidupan Rasulullah SAW, para sahabat, dan orang saleh yang menggunakan tiap detik untuk sujud, zikir, dan beribadah kepada Allah SWT. Ia menguraikan macam-macam ibadah dan faedahnya, serta mengajarkan cara melakukannya.

(e) Amal perbuatan lainnya. Selanjutnya al-Haddad mewasiatkan agar banyak membaca Al-Qur’an, banyak mempelajari ilmu pengetahuan yang bermanfaat, memperbanyak berpikir tentang kebebasan Allah SWT dan kekurangan diri, dan menjauhkan diri dari segala bid’ah serta hawa nafsu.

Juga al-Haddad mewasiatkan agar selalu mempelajari cara ibadah dengan sempurna, menjaga kebersihan lahir dan batin sampai kepada yang kecil-kecil seperti mendahulukan kaki kanan atas yang kiri dalam kebaikan, bersiwak (menggosok gigi), dan memakai harum-haruman.

Begitu juga kebersihan batin selalu dijaga dengan membersihkan perangai yang tercela, seperti takabur, riya, hasad, dan cinta dunia; kemudian berperilaku dengan akhlak mulia seperti tawaduk (rendah hati), ikhlas, dermawan, dan sifat terpuji lainnya.

Daftar Pustaka

Atjeh, Aboebakar. Pengantar Ilmu Tarekat. Solo: Ramadhani, 1990.

–––––––. Pengantar Sejarah Sufi & Tasawwuf, Solo: Ramadhani, 1987.

Trimingham, J. Spencer. The Sufi Orders in Islam. London: Oxford University Press, 1973.

Asmaran AS