Istilah Arab al-fitrah berarti “asal kejadian”, “kesucian”, dan “agama yang benar”. Fitrah dengan arti “asal kejadian” bersinonim dengan kata ‘ibda‘ dan khalq. Menurut ajaran Islam, fitrah manusia (asal kejadiannya) sebagaimana diciptakan Allah SWT bebas dari noda dan dosa, seperti bayi yang baru lahir.
Fitrah dengan arti “asal kejadian” dihubungkan dengan pernyataan seluruh manusia sewaktu berada di alam arwah yang mengakui ketuhanan Allah SWT seperti yang digambarkan dalam surah al-A‘raf (7) ayat 172–173.
Fitrah dengan arti kesucian terdapat dalam hadis yang menyebutkan bahwa semua bayi terlahir dalam keadaan fitrah (‘ala al-fitrah), dalam keadaan suci, dan bayi tersebut oleh kedua orangtuanya dapat dijadikan pemeluk Kristen, Yahudi atau Majusi (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmizi, Malik, dan Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali). Berdasarkan paham ini, maka Islam mewajibkan kedua orangtua untuk mendidik anaknya sejak dini dengan pendidikan Islam.
Sesuai dengan fitrah setiap bayi, maka dalam Islam tidak dikenal adanya dosa warisan. Setiap bayi, baik anak muslim atau bukan, berada dalam fitrah (keadaan suci) sehingga apabila bayi tersebut meninggal dunia sebelum akil balig dia tidak akan disiksa di akhirat sekalipun kedua orangtuanya kafir.
Fitrah dengan arti agama yang benar, yakni agama Allah SWT, adalah arti yang dihubungkan sebagian penafsir Al-Qur’an dengan kata fitrah dalam surah ar-Rum (30) ayat 30. Arti ayat tersebut adalah:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Ada pula yang menafsirkan agama yang lurus (benar) di sini sebagai agama Islam, dengan alasan Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah agama fitrah karena sesuai dengan kebutuhan manusia untuk tunduk ke pada Tuhan, dan dapat membimbing manusia kepada cara beribadah secara benar.
Fitrah juga diartikan dengan sunah Nabi SAW dan ada pula yang mengartikannya dengan sunah-sunah para nabi. Pengertian ini ditarik dari hadis Nabi SAW yang menyebut beberapa perbuatan yang termasuk fitrah. Di antara hadis-hadis itu ada pernyataan Nabi SAW yang berbunyi “khams min al-fitrah” (lima yang termasuk fitrah), yaitu: berkhitan, mencukur bulu kemaluan, menggunting kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak. Hadis Abu Hurairah ini terdapat dalam kitab Shahih Muslim.
Imam Muslim juga menyebut versi lain yang diriwayatkan oleh Aisyah binti Abu Bakar, istri Nabi SAW. Versi ini menyebut sepuluh hal yang termasuk fitrah (‘asyr min al-fitrah) menurut Nabi SAW, yaitu: mencukur kumis, memelihara janggut, menggosok gigi (bersiwak), memasukkan air ke hidung, memotong kuku, mencuci sela-sela jari dan lipatan telinga, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, beristinja, dan berkhitan.
Imam Nawawi berpendapat bahwa fitrah itu tidak terbatas jumlahnya karena dalam hadis ada kata depan “min” (dari antara) sebelum kata fitrah. Dalam hadis itu disebut min al-fitrah (dari fitrah atau di antara fitrah). Karena itu fitrah dalam hadis dapat diartikan sunah atau tradisi Nabi SAW, dan juga tradisi para nabi, di samping ada yang mengartikannya dengan agama.
Fitrah juga diartikan sebagai sifat bawaan pada setiap manusia yang belum dimasuki unsur dan pengaruh dari luar yang baik atau yang buruk. Manusia diciptakan sesuai fitrahnya, artinya menurut sifat bawaan asli yang cenderung kepada kesucian dan pencarian Tuhan Yang Maha Kuasa dan Bijaksana.
Daftar Pustaka