Fatimah adalah putri Nabi SAW dengan Khadijah, istri Ali bin Abi Thalib, dan ibu Hasan dan Husein. Ia hidup paling dekat dan lama dengan Nabi SAW. Darinya berkembang keturunan Nabi SAW. Di dunia Syiah ia menjadi pujaan, dan keturunannya bersama Ali diklaim sebagai ahlulbait pewaris kepemimpinan Nabi SAW.
Fatimah dilahirkan 18 tahun sebelum Nabi SAW hijrah (tahun ke-5 dari kerasulan). Ia adalah putri bungsu Nabi SAW setelah (berturut-turut) Zainab, Ruqayyah, dan Ummu Kalsum. Saudara laki-lakinya yang tertua, Qasim dan Abdullah, meninggal dunia pada usia muda.
Kehidupan Fatimah az-Zahra dapat dibagi ke dalam dua periode, masa kanak-kanak di Mekah dan masa remaja serta masa dewasa di Madinah. Pada periode masa kanak-kanak di Mekah, keluarganya hidup dalam keadaan yang menyedihkan, banyak tekanan dan penyiksaan, karena pada masa itulah babak baru perjuangan Rasulullah SAW.
Pada periode masa remaja dan dewasa di Madinah, sebagai putri pemimpin kota Madinah, Fatimah tinggal di pusat kota yang paling berpengaruh. Fatimah telah memperkaya sejarah wanita selama masa itu.
Setahun setelah hijrah, ia dinikahkan dengan Ali bin Abi Thalib. Banyak orang yang ingin mengawininya, di antaranya tokoh sastra, orang terpelajar, pahlawan perang, dan orang kaya. Hal ini adalah wajar karena ia adalah wanita yang dihormati, putri Rasulullah SAW.
Ia pernah hendak dilamar Abu Bakar as-Siddiq dan Umar bin Khattab, keduanya sahabat Nabi SAW, namun ditolak secara halus oleh Rasulullah SAW. Ali sebenarnya tidak berani melamar Fatimah karena kemiskinannya, tetapi Nabi SAW mendorongnya dengan memberi bantuan sekadarnya untuk persiapan rumah tangga mereka.
Mas kawinnya sebesar 500 dirham (± 10 gram emas), sebagian diperolehnya dengan cara menjual baju besinya. Nabi SAW memilih Ali sebagai suami Fatimah karena ia adalah salah seorang anggota keluarga yang sangat arif dan terpelajar. Di samping itu ia juga merupakan orang pertama yang memeluk Islam.
Dari perkawinan Fatimah dengan Ali, lahirlah dua orang putera yaitu Hasan bin Ali bin Abi Thalib dan Husein bin Ali bin Abi Thalib. Keduanya diakui sebagai imam kedua dan iman ketiga Syiah setelah imam pertama, Ali bin Abi Thalib. Di samping keduanya, juga lahir anak ketiga, Muhassin, serta dua anak perempuan, Ummi Kulsum, dan Zainab.
Kehidupan rumah tangga Fatimah sangatlah sederhana, bahkan sering juga kekurangan, sehingga beberapa kali ia harus menggadaikan barang-barang keperluan rumah tangga mereka untuk membeli makanan. Sampai-sampai kerudung Fatimah pernah digadaikan kepada Yahudi Madinah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Namun demikian, mereka tetap bahagia, lestari sebagai suami istri sampai akhir hayat.
Fatimah adalah putri kesayangan Rasulullah SAW. Sekali waktu Nabi SAW pernah mengatakan kepada Ali, “Fatimah adalah bagian dariku, siapa yang menyakitinya berarti menyakitiku, siapa yang membuatnya gembira, maka ia telah membahagiakanku.”
Ini dikatakan oleh Rasulullah SAW sehubungan dengan keinginan seorang tokoh Quraisy untuk menikahkan anak perempuannya dengan Ali. Ali tidak menolak tetapi segera dicegah oleh Rasulullah SAW. Sikap Nabi SAW semakin keras ketika Abu Jahal menawarkan anak perempuannya kepada Ali.
Nabi SAW mengatakan, “Ceraikan dulu Fatimah jika Ali berniat untuk menikahinya.” Ini menjadi sebuah bukti yang kuat akan kecintaan Nabi Muhammad SAW kepada Fatimah az-Zahra, putri bungsunya ini.
Sewaktu Nabi SAW sakit keras menjelang wafatnya, Fatimah tiada hentinya menangis. Nabi SAW memanggilnya dan berbisik kepadanya. Tangis Fatimah makin bertambah. Lalu Nabi SAW berbisik lagi, dan ia pun tersenyum.
Kemudian hal tersebut ditanyakan orang kepada Fatimah. Ia menjawab bahwa ia menangis karena ayahnya memberitahukan kepadanya bahwa tak lama lagi ayahnya akan meninggal, tetapi ia tersenyum karena, seperti kata ayahnya, dialah yang pertama yang akan menjumpainya di akhirat nanti.
Fatimah adalah seorang wanita yang agung dan seorang ahli hukum Islam. Darinya banyak diriwayatkan hadis-hadis Nabi SAW. Ia adalah seorang tokoh wanita dalam bidang kemasyarakatan, sifatnya sabar dan bersahaja, dan akhlaknya sangat mulia.
Tak lama setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Fatimah jatuh sakit. Karena merasa ajal sudah dekat, ia membersihkan dirinya, memakai pakaiannya yang terbaik, dan memakai wewangian yang dibantu oleh iparnya, Asma bin Abi Thalib. Ia meninggal dengan satu pesan bahwa hanya Ali bin Abi Thalib, suaminya, yang boleh menyentuh tubuhnya.
Daftar Pustaka