Daud Beureueh

(Beureueh, Sigli, 1900–Banda Aceh, 10 Juni 1987)

Daud Beureueh adalah seorang ulama, pejuang kemerdekaan, dan pemimpin pemberontakan rakyat­ Aceh terhadap pemerintah Orde Lama. Nama kecilnya adalah Muhammad Daud. Beureueh adalah nama desa kelahirannya di Kabupaten Pidie. Di depan namanya sering­ ada “Teungku”, gelar khusus ulama Aceh.

Sungguhpun tidak pernah masuk sekolah formal, Daud Beureueh tidak buta huruf Latin. Pada 1931 ia mendirikan Madrasah Sa‘adah Adabiyyah di Sigli. Teungku Daud Beureueh dikenal sebagai ulama­ yang berpendirian tegas. Ia sering berbeda pendapat dengan penguasa, terutama tentang masalah pemerintahan dan agama.

Ia sangat antikomunis yang dipandangnya sebagai musuh Islam. Karena itu, umat Islam Aceh diperintahkannya supaya menjauhkan­ diri dari PKI (Partai Komunis Indonesia) ketika organisasi itu mulai berkembang di sana.

Pada 1939 di Aceh didirikan PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh). Teungku Daud Beureueh terpilih sebagai ketua. Organi­sasi ini ke­mudian menggembleng rakyat Aceh untuk mengadakan­ pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda.

Pada waktu Jepang berkuasa di Aceh, ia pernah ditahan karena di­ curigai sebagai pemimpin­ dan ulama pemberon­tak. Tetapi tak berapa lama kemudian ia dibe­ baskan kembali. Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Daud Beureueh bersama peng­ikutnya berjuang dengan gigih untuk memperta­ hankan Republik Indo­ nesia­ di front Aceh. Atas jasanya ini ia di­angkat Presiden­ Soekarno menjadi anggota­ DPA RI di Aceh.

Pada waktu pem­bentukan TNI sebagai ga­bung­an TRI (Tentara Rakyat Indonesia) dengan­ laskar rakyat, di Aceh masih terdapat berbagai pertentangan. Di belakang­ Teungku Daud Beureueh masih banyak pengikutnya yang terdiri dari berbagai kelompok laskar per­juangan.

Akan tetapi, dengan meng­gunakan wi­bawanya,­ ia berhasil memper­satukan berbagai kelompok itu menjadi TNI demi persatuan bangsa. Atas jasanya itu, ia diangkat Wakil Presiden Mohammad Hatta menjadi gubernur­ militer untuk daerah Aceh, Langkat, dan Tanah Karo dengan pangkat jenderal mayor tituler­.

Pada waktu terjadi Agresi II (1948), Teungku Daud Beureueh mengadakan perlawanan terhadap­ pemerintah Belanda. Demikian juga ketika Pe­merintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dibentuk di pedalaman Sumatera di bawah­ pimpinan­ Syafruddin Prawiranegara, ia ikut aktif menggerakkan­ perlawanan rakyat Aceh.

Tetapi ketika pembentukan negara kesatuan Republik Indonesia diumumkan, Aceh dinyata­­kan menjadi bagian dari Propinsi Sumatera Utara denga­n­ Medan sebagai ibukotanya. Kebijakan pemerintah­ pusat ini mendapat tantangan dari rakyat Aceh yang merasa haknya dikurangi.

Perdana Menteri Mohammad Natsir datang ke Aceh dalam usaha mencari jalan keluarnya. Rakyat­ Aceh akhirnya bergabung dengan Propinsi Sumatera Utara­ (Januari 1951). Penyelesaian ini dapat dicapai dengan suatu janji peme­rintah pusat­ untuk tidak menolak tuntutan rakyat Aceh akan otonomi daerah.

Akan tetapi keadaan tenang itu tidak berlangsung­ lama. Awal 1953 ketegangan kembali memuncak dengan adanya­ isu tentang penang­kap­an-penangkapan, rapat-rapat rahasia, dan hubung­an Teungku Daud Beureueh dengan Kartosoewirjo, pemimpin pemberontakan­ darul Islam (1949–1962).

Para anggota PUSA meng­ada­kan kampanye pemilihan umum dengan isi pidato yang menekan­kan­ perlunya otonomi dae­rah dan negara Islam. Bersama para pemimpin PUSA lainnya, Daud Beureueh membentuk Bekas Pejuang Aceh (BPA). Ia disebut-sebut sebagai­ tokoh di belakang dua aktivitas itu.

September 1953, pemberontakan rakyat Aceh meletus, dan Teungku Daud Beureueh memprok­lamasikan­ Aceh dan daerah sekitarnya menjadi­ bagian dari negara Islam Indonesia/darul Islam, karena dalam pandangannya pemimpin Republik­ Indonesia telah menyimpang dari jalan yang benar.

Republik Indonesia juga dinilai tidak berkembang menjadi suatu negara­ yang berdasar­kan­ Islam. Pada 1961 ia kembali ke pangkuan Republik, dan tahun berikutnya­ keamanan pulih kembali di Aceh. Di hari tuanya, ia menetap di desa kelahirannya.

Daftar Pustaka

van Dijk, C. Darul Islam Sebuah Pemberontakan. Jakarta: Grafiti Press, 1987.
Hasymi, A. “Teungku Muhammad Daud Beuereueh Seorang Ulama Besar dan Pejuang Kemerdekaan,” Mimbar Ulama, No. 120, Tahun XI, 1987.
al-Ibrahimi, M. Nur. Teungku Muhammad Daud Beuereueh. Jakarta: Gunung Agung, t.t.
Zulfikri