Dar Al-‘Ulum Ad-Diniyyah, Madrasah

Madrasah Dar al-‘Ulum ad-Diniyyah didirikan kaum mukimin Indonesia di Mekah selain Madrasah Indonesia Islamiah. Madrasah ini menanamkan­ ajaran Islam dan akidah bagi murid dari Asia Tenggara. Setelah kembali ke tanah air, murid madrasah ini dapat memberi bimbingan keagamaan­ kepada masyarakat.

Madrasah Dar al-‘Ulum ad-Diniyyah  didirikan atas prakarsa Sayid Nuhsin al-Musawi. Ulama keturunan Arab Hadramaut yang lahir 1323 H/1905 M di Palembang. Setelah memperoleh pendidikan dasar di Palembang, Sayid Muhsin me­nunaikan ibadah haji 1340 H/1920 M. Kemudian, ia memutuskan bermukim di Mekah dan belajar di Madra­sah Saulatiyyah hingga tamat 1347 H/1928 M. Setelah tamat, ia menjadi­ guru di madrasah tersebut selama 6 tahun.

Setelah keluar dari Madrasah Saulatiyyah, Sayid Muhsin dan beberapa tokoh Indonesia lainnya mendirikan Madrasah Dar al-‘Ulum ad-Diniyyah di Syi‘b ‘Ali Mekah pada 1353 H/1934 M. Usa­ha ini dimulai dengan mem­bentuk yayasan yang diketuai al-Amir Tengku Mukhtar.

Adapun wakil ketua merangkap kepala madrasah dipegang oleh Sayid Muhsin. Jabatan sekretaris I merangkap wakil kepala sekolah dipegang oleh Zuber Ahmad al-Mandili. Yayasan ini juga didu­kung bebe­rapa­ pengurus lain seperti Raden Atmojo dan H Abdul Majid yang bertindak sebagai penasihat umum.

Pada 1357 H/1938 M Abdul Muhaimin menggantikan al-Amir Tengku Mukhtar yang kembali­ ke Indonesia. Sejak 1392 H/1972 M ketua yayasan dijabat oleh Dahlan Hasan Kediri. Adapun jabatan kepala madrasah setelah Muhsin al-Mu­sawi,  secara berturut-turut dipegang oleh Zuber Ahmad (1354 H/1935 M–1359 H/1940 M), Ahmad Mansuri (1359 H/1940 M–1384 H/1964 M), dan Muhammad Yasin al-Padani (1384 H/1964 M–1410 H/1990 M).

Tujuan didirikannya madrasah ini adalah menanamkan­ serta mengembangkan­ pengajaran Islam dan akidah kaum Salaf Salihin di kalangan­ murid yang umumnya berasal dari Indonesia, Malaysia, dan kawasan Asia Tenggara lainnya. Memperhatikan  perkembangan Islam di wilayah ini, Madrasah Dar al-‘Ulum ad-Diniyyah ingin menghasilkan murid yang dapat memberikan bimbingan dan kepemimpinan keagamaan kepada masyarakat mereka masing­masing setelah kembali ke tanah air.

Pada awalnya madrasah ini menyelenggarakan pen­didikan dalam empat tingkat. 1) Tingkat at-tahdhiriyyah (tingkat persiapan) dengan masa belajar 3 tahun.

(2) Tingkat­ ibtidaiyah (tingkat dasar) selama 4 tahun.

(3) Tingkat tsanawiyah (tingkat lanjutan pertama) selama 3 tahun.

(4) Tingkat aliyah (tingkat lanjutan atas) dengan masa belajar 2 tahun.

Pada 1362 H/1943 M tingkat at-tahdhiriyyah digabung bersama ibtidaiyah dengan masa belajar 6 tahun.

Kedua tingkat lanjutan tetap dipertahankan, namun dilakukan sedikit perubahan. Masa belajar pada tingkat tsanawiyah dijadikan satu tahun dan dilanjutkan dengan tingkat at-tajhiziyyah (persiapan) selama satu tahun sebelum murid dapat diterima pada tingkat aliyah. Restrukturisasi tingkat-tingkat sekolah ini kem­bali dilakukan pada 1374 H/1954 M.

(1) Ting­kat ibtidaiyah memiliki masa belajar selama 6 tahun. Tingkat ini selaras dengan ketentuan Departemen Pendidikan Arab Saudi untuk pendidikan dasar. Karena itu lulusan tingkat ini memperoleh ijazah negeri.

(2) Masa belajar­ pada tingkat­ tsanawiyah menjadi 4 tahun sehingga hampir sejajar dengan madrasah negeri. Pada tahun ketiga, murid tingkat ini dapat memperoleh­ ijazah negeri. Pada 1384 H/1964 M nama tingkat ini diubah menjadi tingkat al-mutawassithah­ (menengah).

Tingkat ini kemudian memperoleh­ persamaan­ dengan MadrÎsah Mutawassithah al-Azhar, Mesir. Pada 1390 H/1970 M tingkat ini memperoleh pengakuan persamaan­ dari Universitas Madinah.

(3) Tingkat aliyah diubah menjadi madrasah tsanawiyah. Ijazah yang diperoleh murid pada tingkat ini tidak sederajat dengan ijazah yang dike­luarkan Departemen Pendidikan Arab Saudi, namun sejak 1385 H/1965 M diakui oleh Universi­tas­ al-Azhar, Cairo.

Sejak 1980-an jumlah murid Dar al-‘Ulum ad-Diniyyah pada tingkat al-mutawassithah­ dan tsanawiyah­ mengalami kemerosotan. Penurunan jumlah murid ini selain dise­babkan oleh semakin banyak madrasah setingkat di Mekah, juga disebabkan kesulitan dana.

Sejak pertama kali didirikan, Madrasah Dar al-‘Ulum ad-Diniyyah bersandar pada wakaf jemaah haji asal Indonesia dan Asia Tenggara umumnya. Selain itu, keuangan juga diperoleh melalui jasa yang diberikan muridnya dalam membantu jemaah haji. Tetapi dana yang diperoleh dari kedua sumber ini tidak memadai. Akibatnya, sejak 1358 H/1939 M diberlakukan­ uang sekolah bagi para murid.

Namun upaya­ ini tetap tidak mampu memecahkan  masalah keuangan yang dihadapi. Dua tahun kemudian, untuk pertama kalinya­ madrasah ini terpaksa menerima bantuan dari pemerintah Arab Saudi. Sejak 1396 H/1976 M, sekitar 75% anggaran madrasah ini diperoleh melalui subsidi pemerintah Arab Saudi.

Konsekuensinya, Madrasah Dar al-‘Ulum ad-Diniyyah harus mengikuti ketentuan pendidikan yang digariskan pemerintah Arab Saudi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hilangnya pamor Madrasah Dar al-‘Ulum ad-Diniyyah di kalangan kaum mukimin Indonesia di Mekah.

Daftar Pustaka

‘Abdullah, Abdurrahman Shalih. Tarikh al-Ta‘lim fi Makkah al-Mukarramah. Jiddah: Dar asy-Syuruq, 1982.
Azra, Azyumardi. “Ulama Indonesia di Haramain: Pasang Surut Sebuah Wacana Intelektual Keagamaan,” Ulumul Qur’an, Vol. III, No. 3, 1992.
Ibnu Umar, Abdul Jabbar. Siyar wa Tarajim. Jiddah: Tihamah, 1983.
Muadimi, Faisal Abdullah. at-Ta‘lim al-Ahli li al-Banin fi Makkah al-Mukarramah. Mekah: Matbu‘ah Nadi Makkah as-Saqafi, 1405 H/1985 M.

Azyumardi Azra