Bustami Abdul Gani

(Bukittinggi, Sumatera Barat, 24 Desember 1912)

Bustami Abdul Gani adalah seorang cendekiawan muslim yang sangat berperan dalam pendidikan Islam, terutama bahasa Arab di Indonesia, khususnya melalui IAIN (kini: UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ayahnya bernama Abdul Gani, saudagar di Bukittinggi, dan ibunya bernama Kimah.

Ia memperoleh pendidikan pertama di Sekolah Gouvernement Kelas Dua (setingkat dengan Sekolah Dasar sekarang) selama 5 tahun di Bukittinggi, dan tamat pada 1926. Sejak kecil ia gemar menuntut ilmu dan tidak tertarik pada bidang perdagangan.

Dalam usia 15 tahun (1927), ia melanjutkan studinya di Madrasah Indonesia di Mekah, Arab Saudi, dan memperoleh ijazah tingkat tsanawiyah aliyah pada 1932. Dengan modal pengetahuan agama dari Tanah Suci, ia berangkat ke Mesir untuk mengikuti program al-Azhar li al-Guraba’ (untuk orang asing) pada perguruan al-Azhar, Cairo.

Di samping itu, ia juga mengikuti program Fakultas Ushuluddin. Dengan ijazah al-Azhar li al-Guraba’, ia kemudian memasuki Madrasah Dar al-Ulum, sebuah perguruan yang khusus mengkaji dan memperdalam bahasa dan sastra Arab. Dari perguruan inilah banyak muncul ahli bahasa Arab, baik di negara Arab sendiri maupun di negara lainnya.

Setelah belajar selama 4 tahun di perguruan tersebut, pada 1938 ia memperoleh ijazah tadris atau diploma guru, kemudian kembali ke Tanah Air untuk berkhidmat dalam dunia pendidikan. Pada 1939 ia dinikahkan dengan putri Syekh Ibrahim Musa, salah seorang ulama besar di Sumatera Barat, yang memimpin lembaga pendidikan Sumatra Thawalib di Parabek.

Kegiatan Bustami Abdul Gani di bidang pendidikan meliputi antara lain menjadi pengajar sekaligus wakil direktur (1939) pada Madrasah Normal Islam, Padang, yang didirikan Mahmud Yunus. Pada 1940 ia bersama mertuanya, Syekh Ibrahim Musa, mendirikan Kulliyyah ad-Diyanah (Fakultas Agama) di Parabek.

Fakultas ini didirikan sebagai sekolah lanjutan dari Sumatra Thawalib dan dimaksudkan untuk mengajarkan agama Islam. Fakultas ini tidak berusia panjang dan terpaksa dibekukan seperti halnya sekolah lain pada waktu pendudukan Jepang sampai pada masa kemerdekaan Indonesia dan masa perang merebut kembali kemerdekaan.

Pada 1950 ia bersama kawannya kembali mendirikan Sekolah Menengah Islam dan Sekolah Menengah Atas Islam di Bukittinggi, dan menjadi pimpinannya. Pada 1952 sekolah itu dinegerikan dengan nama SGHA (Sekolah Guru dan Hakim Agama). Pada saat itu pula pemerintah mendirikan SGHA di lima daerah di Indonesia, yaitu di Yogyakarta, Malang, Bandung, Bukittinggi, dan Kotaraja (kini: Banda Aceh).

Pada saat yang sama, ia juga membentuk Sekolah Tinggi Dar al-Hikmah Bukittinggi, dan memangku jabatan sebagai sekretaris.

Pada 1954 ia pindah ke Jakarta atas permintaan Departemen Agama untuk membentuk sebuah perguruan bahasa Arab yang setingkat dengan B.I. (B satu). Kemudian ia diangkat sebagai inspektur umum Pendidikan Guru dan Hakim Agama, lalu menjadi ahli pendidikan agama pada Jawatan Pendidikan Agama Pusat, Departemen Agama.

Ketika Jawatan Pendidikan Agama mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) untuk meningkatkan kualitas akademik guru agama/pegawai Departemen Agama, ia diangkat sebagai lektor dan ketua jurusan bahasa Arab pada ADIA tersebut.

Pada 1960 ADIA digabungkan dengan PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) Yogyakarta menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negeri) yang berpusat di Yogyakarta dengan cabang di Jakarta, yang kemudian menjadi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada saat itu, ia diangkat menjadi guru besar (profesor) dalam mata kuliah bahasa Arab dan sekaligus dekan Fakultas Adab (Sastra dan Budaya Islam) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sampai 1972. Di samping menjadi dekan, pada 1963 sampai 1969 ia menjadi wakil rektor III bidang kemahasiswaan; dan sejak Desember 1969 sampai Mei 1970 menjadi ketua Presidium (Rektorium) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Setelah Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta didirikan, ia aktif sebagai tenaga pengajar bahasa Arab pada fakultas tersebut. Pada 2 Juli 1988, ia dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Agama Islam oleh IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selain melaksanakan tugas tetap di IAIN, ia juga menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk tugas lain sebagai pengabdiannya ke­pada masyarakat, antara lain seperti berikut ini:

(1) Sejak 1954, ia diangkat sebagai anggota MPKS (Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak) Departemen Kesehatan RI. Majelis ini telah banyak mengeluarkan buku fatwa tentang kesehatan ditinjau dari segi hukum Islam.

(2) Pada 1962, ia diangkat sebagai ketua tim Jakarta dalam Lembaga Penyelenggaraan Penerjemah Kitab Suci Al-Qur’an, Departemen Agama. Lembaga ini berhasil menyelesaikan Al-Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan Departemen Agama dan sudah beredar secara luas di kalangan masyarakat.

(3) Pada 1970, ia ditunjuk sebagai ketua dewan penafsir Al-Qur’anul Karim, Departemen Agama. Dewan ini berhasil menyelesaikan Kitab Al-Qur’an dan Tafsirnya (1984) secara lengkap, yang terdiri dari 11 jilid.

(4) Sejak 1978 ia memberi pelajaran tafsir Al-Qur’an pada pengajian tinggi Masjid Istiqlal Jakarta yang diikuti para ustad dan mualim di Jakarta.

(5) Sejak September 1983 ia dipercaya sebagai rektor Institut Studi Ilmu Al-Qur’an (d/h. Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an) Jakarta.

(6) Ia juga menjadi guru besar dan pembina bahasa Arab di beberapa lembaga pendidikan di Jakarta.

(7) Pada 1986, ia diangkat sebagai Vice President Indonesian National Delegation dari The International Association of Diplomatic Correspondent “Dag Hammarskjold” yang berpusat di Belgia (untuk perdamaian dan kemanusiaan).

Menurut pengamatan Bustami Abdul Gani, bahasa Arab bukan sekadar bahasa agama, melainkan juga menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan menjadi alat komunikasi internasional, baik bagi umat Islam maupun bagi bangsa Arab, dan bangsa lain.

Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa belajar bahasa Arab tidak hanya dengan mempelajari kaidahnya, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin di Indonesia, yang bertujuan hanya untuk dapat memahami ajaran agama Islam, melainkan lebih dari itu.

Ia harus mempelajari segala aspek bahasa Arab untuk membina empat kemahiran bahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Hal ini telah ia terapkan dalam berbagai lembaga pendidikan yang dibinanya.

Keinginan untuk mengadakan pembaruan pengajaran bahasa Arab secara luas di kalangan lembaga pendidikan di Indonesia mendorongnya untuk menyusun buku pelajaran bahasa Arab Ta‘lim al-Lugah al-‘Arabiyyah dalam empat jilid yang terbit pada tahun 1950-an dan telah dicetak berulang kali.

Perhatian Bustami Abdul Gani terhadap pengembangan bahasa Arab tidak hanya pada tingkat menengah, tetapi juga pada tingkat perguruan tinggi. Bahkan cita-citanya untuk terus memajukan pengajaran bahasa Arab dan memperbaiki metode pengajarannya menyebabkan ia ikut aktif dalam setiap lokakarya yang diadakan untuk meningkatkan pengajaran bahasa Arab.

Usaha yang telah dilakukannya ini berhasil membentuk kader-kader dan tenaga ahli dalam bahasa Arab yang tersebar di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Karya tulis Bustami Abdul Gani yang telah diterbitkan sampai saat ini kurang lebih 91 jilid buku dalam 42 judul.

Daftar Pustaka

Daradjat, Zakiah. “Pidato Promotor pada Upacara Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Ilmu Agama Islam kepada Prof. H Bustami A. Gani,” IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2 Juli 1988.
Gani, H Bustami A., Prof. “Peningkatan Pengajaran Bahasa Arab di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,” Pidato Promovendus dalam Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Ilmu Agama Islam oleh IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2 Juli, 1988.

M Arfah Shiddiq