Asyura

Hari kesepuluh bulan Muharam (bulan pertama tahun Hijriah) disebut hari Asyura. Dalam Islam hari Asyura dipandang sebagai hari yang mempunyai keutamaan karena pada hari tersebut Allah SWT menentukan banyak peristiwa di muka bumi yang menyangkut pengembangan agama tauhid.

Dalam sebuah asar (hadis) yang dicatat al-Ghazali di dalam bukunya Mukasyafah al-Qulub al-Muqarrib min ‘Allam al-Guyub (Pembuka Hati yang Mendekatkan dari Alam Gaib) disebutkan­ bahwa pada hari Asyura Tuhan menciptakan arasy, langit, bumi, matahari, bulan, bintang, dan surga. Nabi Adam AS diciptakan, bertobat, dan dimasukkan ke dalam surga pada hari itu pula.

Pada hari Asyura Nabi Idris AS diangkat ke tempat yang tinggi. Pada hari itu pula perahu Nabi Nuh AS merapat di Bukit Judi. Nabi Ibrahim AS dilahirkan pada hari Asyura dan di hari itu pula ia diselamatkan dari api unggun. Pada hari Asyura mata Nabi Ya‘qub AS disembuhkan kembali dan pada hari itu pula Nabi Yusuf AS dikeluarkan dari kurungannya.

Demikian pula pada hari Asyura Nabi Musa AS bersama pengikutnya mencapai keselamatan, sementara Fir’aun beserta pengikutnya hanyut ditelan gelombang. Pada hari Asyura Nabi Sulaiman AS di­beri kerajaan yang besar. Pada hari itu pula Nabi Yunus AS dikeluarkan dari perut ikan. Pada hari Asyura Nabi Isa AS dilahirkan dan pada hari itu pula ia diangkat ke langit.

Mengingat keutamaan hari Asyura, dalam Islam hari itu dipandang sebagai salah satu hari yang mengandung banyak keutamaan. Hal ini terlihat dari sabda Nabi SAW: “Barangsiapa yang melapangkan keluarga dan familinya pada hari Asyura, niscaya Allah melapangkannya sepanjang tahun itu” (HR. al-Baihaqi).

Untuk menyambut hari yang utama itu Nabi SAW menganjurkan agar umatnya melakukan ibadah puasa. Nabi SAW bersabda, “Puasa pada hari Asyura menghapuskan dosa satu tahun yang lewat” (HR. Muslim dari Abu Qatabah). Nabi SAW juga bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muttafaq ‘alaih atau sahih menurut Bukhari dan Muslim,

“Sesungguhnya hari ini adalah hari Asyura, tidak di wajibkan kamu melakukan puasanya, tetapi saya berpuasa. Barangsiapa yang ingin berpuasa, berpuasalah, dan barangsiapa yang tidak ingin berpuasa, hendaklah ia berbuka.”

Dalam­ hadis yang lain, Rasulullah SAW juga mengatakan:­ “Sesungguhnya hari Asyura adalah termasuk­ hari-hari (yang dimuliakan) Allah. Barangsiapa yang suka berpuasa, berpuasalah” (HR. Muttafaq ‘alaih).

Di samping keutamaan di atas, ada pula peristiwa penting dalam sejarah Islam yang terjadi pada hari Asyura, yaitu peristiwa pembantaian Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah SAW dari putrinya yang bernama Fatimah az-Zahra, bersama pengikut dan keluarganya di Padang Karbala oleh pasukan Yazid bin Mu‘awiyah,­Putra  Mu‘awiyah bin Abu Sufyan.

Peristiwa ini membawa dampak yang amat besar dalam sejarah perkembangan Islam. Di satu sisi, hati umat Islam merasa tersayat oleh perbuatan Yazid yang tidak bertang­ gung jawab. Di sisi lain, rasa kagum terhadap Husein meluas, terutama dari kalangan keluarga Alawiyin dan simpatisan mereka.

Rasa haru dan kagum itu akhirnya menumbuhkan hasrat untuk menjadikan hari Asyura itu sebagai hari yang perlu diperingati, tambahan pula hari itu memang hari yang dimuliakan Allah SWT dan rasul-Nya.

Pada mulanya peristiwa itu diperingati secara sederhana, yaitu dengan berziarah ke tempat peristiwa berdarah itu terjadi. Na­mun, lama-kelamaan peringatan­ itu membudaya dan menjadi suatu peringatan yang dilakukan secara besar-besaran. Pada hari itu mereka memakai pakaian berkabung dan memperbanyak bersedekah.

Berdasarkan adanya keutamaan hari Asyura dan peristiwa pembunuhan terhadap Husein dan keluarganya pada hari itu, tidak heran jika kemudian  muncul hadis palsu yang secara berlebihan menggam­barkan­ kebesaran dan ke­utama­an hari Asyura.

Di antara hadis yang dipandang mungkar tentang keutamaan hari Asyura ialah: “Bersedekah­ pada hari Asyura dengan satu dirham nilai nya sama dengan 70.000 dirham.” Di sebagian daerah di Indonesia, peringatan hari­ Asyura merupakan suatu tradisi. Tradisi ini terlihat di daerah pantai barat Pulau Sumatera.

Di daerah tersebut pada hari Asyura biasanya dilakukan upacara besar-besaran berupa jamuan makan dan arakan yang disebut tabut. Arakan itu dibuat dari batang pisang yang disusun dan dihiasi sede­mikian indah dari bunga-bunga beraneka warna.

Setelah upacara selamatan selesai, tabut tersebut dibawa beramai-ramai ke pinggir pantai sambil menyorakkan “Hayya Husain, Hayya Husain! (Hidup Husein, Hidup Husein!).” Sebagai pertanda bahwa semua upacara peringatan telah selesai, maka tabut itu dibuang ke laut.

Belum ada penelitian apakah acara seperti ini tumbuh dengan sendirinya sebagai produk kebudayaan daerah atau merupakan pengaruh dari ajaran Syiah. Meskipun demikian, dapat diasumsikan­ bahwa munculnya peringatan besar-besaran tersebut tidak terlepas dari pengaruh agama. Dari ucapan “Hayya Husain!” yang disorakkan para pelaku peringatan itu kelihatan bahwa upacara peringatan hari Asyura itu mendapat pengaruh dari Syiah.

Daftar Pustaka

Gazalba, Sidi. Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Antara, 1962.
al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. Ihya’ ‘Ulum ad-Din. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1939.
–––––––. Mukasyafah al-Qulub al-Muqarrib min ‘Allam al-Guyub. Cairo: asy-Sya’b, t.t.
Hasymi, A. Syi’ah dan Ahlussunah Saling Rebut Pengaruh dan Kekuasaan Sejak Awal Sejarah Islam di Kepulauan Nusantara. Surabaya: Bina Ilmu, 1983.

Yunasril Ali