Perguruan As’adiyah adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang berpusat di Sengkang (ibukota Kabupaten Wajo, Propinsi Sulawesi Selatan), yang terletak sekitar 192 km di sebelah timur Makassar (ibukota Propinsi Sulawesi Selatan). Lembaga pendidikan Islam ini didirikan KH M. As’ad pada 1930.
Latar belakang berdirinya Perguruan As’adiyah ini bermula ketika M. As’ad, yang sedang menuntut ilmu di Arab Saudi (Mekah dan Madinah), mendengar berita dari jemaah haji di Tanah Suci, bahwa masyarakat kampung halamannya, Sengkang, dipengaruhi kesesatan, takhayul, bid’ah, syirik, perjudian, dan perampokan. Akhirnya, pada 1928 M. As’ad kembali ke tanah kelahirannya Sengkang. M. As’ad mendapati masyarakat betul-betul buta akan ilmu pengetahuan agama, dakwah islamiah sangat suram, musala dan masjid sepi dan hanya sedikit, dan madrasah tidak ada.
Melihat kenyataan itu, ia berniat untuk memperbaiki kehidupan masyarakatnya dengan memurnikan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur’an dan sunah Nabi SAW. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, jalan yang paling baik menurutnya adalah memajukan pendidikan bagi generasi muda dan dakwah Islam bagi semua lapisan masyarakat.
Usaha yang mula-mula dirintis adalah mengadakan pengajian di rumahnya. Hal ini mendapat sambutan dari masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya masyarakat Wajo. Muridnya banyak yang datang dari daerah lain seperti Kabupaten Bone, Soppeng, Sidrap, dan Sinjai, sampai-sampai rumahnya tidak cukup luas untuk menampung peserta. Maka pengajian kemudian dipindahkan ke masjid dekat rumahnya.
Pada awalnya, lembaga pendidikan yang didirikan KH M. As’ad diberi nama Madrasah al-Atabiyah al-Islamiyah (MAI). Sistem pendidikan awal yang digunakan lembaga pendidikan ini adalah sistem pesantren tradisional: santri hanya mendapat materi pelajaran agama di masjid dengan mendengarkan kiai membahas pelajaran sambil duduk bersila (secara berhalaqah).
Menghadapi jumlah santri yang semakin hari semakin bertambah, pemerintah Kabupaten Wajo membantu KH M. As’ad dengan membangun madrasah di samping masjid. Sistem pendidikan yang diterapkan lalu berkembang dari sistem pesantren tradisional menjadi sistem gabungan dari sistem pesantren dan madrasah.
Para santri diberi materi pelajaran secara berhalaqah di masjid dan secara klasikal di madrasah. Jenjang pendidikan yang dibuka adalah tingkat Tahdiriyah 3 tahun, Ibtidaiyah 4 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, I‘dadiyah 1 tahun, dan Aliyah 3 tahun. Selain itu, dibuka pula Tahfiz Al-Qur’an yang khusus membina santri membaca dan menghafal Al-Qur’an.
Kurikulum yang digunakan MAI merupakan gabungan kurikulum Madrasah al-Falah Mekah dan Madrasah Madinah. Pada waktu itu bidang studi MAI hanya terbatas pada pelajaran agama, dan santrinya hanya laki-laki. Dalam waktu yang tidak terlalu lama MAI mampu mencetak ulama, tokoh Islam, mubalig, dan pendidik agama Islam yang kemudian tersebar ke berbagai pelosok Sulawesi Selatan.
Dengan keberhasilan ini, banyak permintaan untuk membuka cabang MAI di daerah lain. Namun sebelum sempat dibuka banyak cabang, KH M. As’ad berpulang ke rahmatullah pada 12 Rabiulakhir 1372 (29 Desember 1952).
Setelah KH M. As’ad wafat, diadakanlah musyawarah yang diprakarsai alumnus MAI. Musyawarah secara aklamasi memilih KH Daud Ismail, alumnus MAI dari Kabupaten Soppeng, menjadi pimpinan MAI (1952–1961), didampingi KH M. Yunus Martan, alumnus MAI yang berasal dari Belawa, Wajo, dan pernah menuntut ilmu di Arab Saudi ± 7 tahun.
Langkah pertama yang dilakukan KH Daud Ismail adalah mengubah nama MAI menjadi Madrasah As’adiyah (MA). Selanjutnya, untuk kelancaran pengelolaan dan peningkatan pendidikan MA, pada15 Oktober 1953 didirikan Yayasan Perguruan As’adiyah (YPA).
Sejak tahun 1961 MA dipimpin oleh KH M. Yunus Martan. Pada periode kepemimpinannya, MA mengalami perkembangan pesat, antara lain penambahan cabang di berbagai daerah dan penambahan jenis tingkatan atau jenjang pendidikan, mulai dari Taman Kanak-kanak, Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyah (SMP), Aliyah (SMA), dan Perguruan Tinggi.
Secara keseluruhan, lembaga pendidikan As’adiyah yang tersebar di seluruh Sulawesi Selatan dan di luar Sulawesi telah berjumlah 307 madrasah, yang terdiri dari 8 TK, 249 Ibtidaiyah, 8 SD As’adiyah, 27 Tsanawiyah, 6 Aliyah, 4 SMP, 3 SMA, dan 2 Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi Islam As’adiyah (PTIA) yang ada di Sengkang berubah nama menjadi Institut Agama Islam As’adiyah (IAIA), yang dibuka resmi pada 12 Oktober 1964.
Pada 1970 Fakultas Ushuluddin IAIA mendapat status “diakui” dari Departemen Agama, sedangkan Fakultas Tarbiyah dan Syariah sampai 1988 masih berstatus “terdaftar”. Pada 1984, di samping IAIA dibentuk pula Pesantren Tingkat Tinggi dalam usaha untuk mengkader kiai muda, dengan pola pendidikan yang ketat.
Sejak 1956 diterbitkan majalah As’adiyah, yang pada 1972 berubah nama menjadi Risalah As’adiyah. Untuk menyebarluaskan pendidikan dan dakwah islamiah, pada 1969 didirikan Radio Suara As’adiyah (RSA).
Setelah KH M. Yunus Martan meninggal pada 1986, untuk sementara tampuk pimpinan dipegang KH Hamzah Badawi. Pada Muktamar VIII 1988, KH Abdul Malik terpilih menjadi ketua umum Pengurus Besar As’adiyah untuk periode 1988–1992. Ia terpilih kembali sebagai ketua umum dalam Muktamar X 1998.
Untuk memperlancar kegiatan pendidikan maupun masalah lainnya, KH Abdul Malik mengadakan terobosan baru, antara lain mendatangkan beberapa tenaga pengajar dari Mesir, mengirim santri yang terbaik untuk belajar ke luar negeri, melengkapi perpustakaan, dan memajukan bidang olahraga dan kesehatan. Kini banyak alumni As’adiyah yang ikut membantu pelaksanaan pendidikan agama Islam di berbagai pesantren dan sekolah/madrasah di Sulawesi Selatan.
Daftar Pustaka
Hamid, Abu. Sistim Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, 1978.
Pertanggung Jawaban Pimpinan Pusat As’adiyah Periode 1975–1980. Disampaikan pada Muktamar As’adiyah VII tanggal 20–22 Januari 1983 di Sengkang Kab. Wajo Sulawesi Selatan.
Pertanggung Jawaban Pengurus Besar As’adiyah Periode 1983–1988. Disampaikan pada Muktamar As’adiyah VIII tanggal 14–16 Juni 1988 di Sengkang Kab. Wajo Sulawesi Selatan.
Pimpinan Pusat As’diyah. Kurikulum Madrasah As’adiyah. Sengkang: Majelis Ta’lim As’adiyah, 1983.
Walinga, Hatta. Kyai Maji Muhammad As’ad Hidup dan Perjuangannya. Ujung Pandang: Fakultas ADAB IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1975.
Abd. Karim Hafid