Arab Saudi

(al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Sa‘udiyyah)

Arab Saudi adalah sebuah negara kerajaan di Semenanjung Arabia, yang berbatasan dengan Laut Merah di barat; Yordania di barat laut; Irak dan Kuwait di utara; Oman di tenggara; Yaman di selatan; dan Teluk Persia, Qatar, dan Uni Emirat Arab di timur. Luas: 2.240.000 km2. Penduduk: 35.724.000 (2022). Kepadatan: 16/km2. Agama: Islam (99%). Bahasa: Arab (resmi). Ibukota: Riyadh. Satuan mata uang: Riyal.

Penduduk Arab Saudi hampir seluruhnya beragama Islam. Mereka adalah keturunan bangsa Semit yang telah menghuni daerah itu sejak ribuan tahun silam. Pada saat ini terdapat 5,6 juta orang telah memasuki Arab Saudi (resmi atau tidak resmi) dari Asia dan Afrika untuk menjadi tenaga kerja, antara lain ratusan ribu orang Indonesia.

Sekitar 75% dari penduduk Arab Saudi tinggal di perkotaan. Kota penting selain ibukota Riyadh adalah Mekah, Madinah, Jiddah, dan Zahran. Hanya sebagian kecil umumnya suku Badui yang hingga kini masih menjadi penggembala dan petani di daerah padang pasir.

Arab Saudi, tempat lahirnya agama Islam, mempunyai peran penting dalam pengembangan agama itu. Secara garis besar peran tersebut penting karena negeri ini:
(1) merupakan tempat kelahiran Islam, khususnya Mekah dan Madinah yang telah mengembangkan Islam ke berbagai wilayah di dunia;
(2) merupakan pusat ilmu pengetahuan Islam sejak zaman klasik sampai zaman modern dan menjadi tempat belajar agama Islam bagi sejumlah umat Islam;
(3) merupakan tempat pertama (Madinah) kelahiran konstitusi negara di dunia, yang dikenal dengan Mitsaq al-Madinah (Piagam Madinah);
(4) berjasa mengembangkan gagasan pembasmian berbagai bid’ah yang telah mengotori akidah umat Islam di seluruh dunia Islam dan dikenal dengan Wahabi (Ahli Salaf), yakni dengan kelahiran tokoh Muhammad bin Abdul Wahhab; dan
(5) memberi bantuan ekonomi besar bagi dunia Islam.

Peran yang demikian penting dan memegang posisi kunci dalam pengembangan Islam itu dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain: (1) sejarah panjang yang dilaluinya mulai dari awal pengembangan Islam sampai menjadi negara kaya di abad modern, (2) system pemerintahan dan usaha penerapan ajaran Islam, (3) pendidikan dan ilmu pengetahuan, dan (4) bidangekonomi.

Sejarah

Sejarah panjang yang dilalui Arab Saudi dimulai ketika suku bangsa Semit tinggal di Semenanjung Arabia sejak ribuan tahun silam. Suku Badui umumnya tinggal di pedalaman, dan beberapa suku lain tinggal di sepanjang jalur lalu lintas kafilah yang secara berkala melintasi padang pasir. Jalur lalu lintas tersebut menghubungkan pantai Teluk Persia dengan pantai Laut Tengah serta daerah lain di Timur Tengah. Sejarah mencatat bahwa kota Mekah dan sekitarnya sebagai tempat transit pada jalur perdagangan membawa negeri tersebut ke tingkat ekonomi yang baik sebelum lahirnya Nabi Muhammad SAW (tahun 570).

Peran bangsa Arab semakin penting dalam percaturan dunia sesudah Nabi SAW mengembangkan agama Islam, yang kemudian disambut baik oleh umat di berbagai belahan dunia. Setelah 13 tahun mengembangkan Islam di Mekah, Nabi SAW bersama pengikutnya hijrah ke Madinah dan membangun sebuah negara muslim dan melahirkan Piagam Madinah, konstitusi pertama dalam sejarah kemanusiaan, yang selalu menjadi kerangka acuan bagi negara muslim hingga kini.

Pada masa berikutnya para khalifah terkenal Arab berhasil membangun negara yang kuat dan berpengaruh. Para khalifah itu adalah Abu Bakar as-Siddiq (632–634), Umar bin Khattab (634–644), Usman bin Affan (644–656), dan Ali bin Abi Thalib (656–661). Pada masa pemerintahan khalifah terakhir, ibukota pemerintahan Islam dipindahkan dari Madinah ke Kufah di Mesopotamia.

Dalam rentang waktu pemerintahan para khalifah ini tercatat futuhat (penaklukan) umat Islam ke berbagai daerah, seperti Irak, Syam (Suriah), Mesir, Sudan, dan Magribi (Maroko), di samping futuhat rintisan ke daerah seperti India. Pada waktu itu Madinah dan Mekah telah menjadi pusat ilmu pengetahuan keagamaan yang pengaruhnya terasa bagi daerah Islam lainnya.

Sampai abad ke-19 di tanah Arab tidak ada kekuasaan yang benar-benar kokoh. Banyak penguasa jatuh bangun karena perebutan kekuasaan. Pada awal abad ke-16, Turki menguasai Semenanjung Arabia, terutama bagian utara dan barat laut. Kemudian Inggris turut menanamkan kekuasaannya di sebagian daerah itu. Di antara sekian banyak keemiran di Arab, yang paling menonjol dan bertahan lama adalah Dinasti Sa‘ud yang pada abad ke-14 telah menguasai keemiran di Dariyah, dekat Riyadh sekarang.

Pada abad ke-17, Dinasti Sa‘ud mulai meluaskan wilayahnya sedikit demi sedikit, sehingga pada awal abad ke-18 mereka telah dapat menguasai Mekah dan Madinah, dua kota suci terpenting bagi umat Islam. Penguasaan kedua kota itu mempunyai pengaruh besar terhadap kekuasaan Dinasti Sa’ud selanjutnya.

Pada 1744 digalang suatu persekutuan yang luar biasa antara dua penguasa lokal, Muhammad bin Sa‘ud dan Muhammad bin Abdul Wahhab. Muhammad bin Abdul Wahhab ingin memurnikan keimanan umat Islam yang pada waktu itu telah mengalami penyelewengan dengan timbulnya berbagai bid’ah, seperti ziarah ke kubur dan pemujaan orang suci. Adapun Muhammad bin Sa‘ud terkesan dengan tema pembaruan, karena menurutnya hal itu sangat menguntungkan politik regional.

Bertemunya dua kepentingan itu ternyata mendatangkan manfaat ganda. Pada satu sisi, antara tahun 1773–1818, gabungan kekuatan itu mempersatukan masyarakat Islam untuk pertama kalinya sejak masa-masa awal. Pada sisi lain, bagi seluruh dunia Islam, gerakan pemurnian ini bergema dengan timbulnya gerakan perang terhadap bid’ah di berbagai negeri muslim.

Keberhasilan Dinasti Sa‘ud untuk memperluas daerahnya membuat Kesultanan Usmani Turki mengirimkan pasukannya untuk merebut daerah itu kembali. Serangan Turki itu berhasil; satu per satu daerah yang dikuasai Dinasti Sa‘ud direbut kembali, bahkan pada 1818 Turki sempat menguasai Dariyah, ibukota keemiran Dinasti Sa‘ud selama beberapa waktu.

Daerah yang diambil Turki itu baru ­dikuasai ­kembali pada 1843 sesudah Di­nasti Sa‘ud kembali membangun kekuatan. Tetapi sejak 1865 Dinasti Sa‘ud dirongrong oleh intrik keluarga yang menyebabkan perpecahan, sehingga Turki kembali mencaplok sebagian daerah. Begitu parahnya perpecahan itu sehingga tokoh keluarga Sa‘ud harus mengungsi ke Kuwait pada 1891.

Pada 1902 muncul seorang pemimpin muda berbakat dari Dinasti Sa‘ud. Ia adalah Abdul Aziz bin Sa‘ud yang menyusun kekuatan pasukan yang berasal dari kaum Badui yang digabung dalam ikhwan (persaudaraan). Dalam waktu singkat ia dapat mengonsolidasikan dinastinya. Ia menguasai Riyadh, Nejd (1906), Hasa (1913), Asir (1923), dan Hijaz (1925). Pada 1932 ia memproklamasikan berdirinya Kerajaan Arab Saudi.

Pada 1953 Abdul Aziz bin Sa‘ud meninggal dunia dan digantikan oleh putranya yang bernama Sa‘ud. Jabatan perdana menteri dipangku oleh Faisal, saudara Sa‘ud. Walaupun berusaha meneruskan karya ayahnya, Sa‘ud menghadapi masalah ekonomi yang amat sulit, sehingga menyerahkan kekuasaan kepada Faisal pada 1958. Ternyata kebijaksanaan Faisal tidak mendapat sambutan baik dari Sa‘ud. Namun pada 1962, karena terjadi sengketa dengan Mesir dalam masalah sikap terhadap kudeta di Yaman dan Sa‘ud dalam keadaan sakit-sakitan, akhirnya Faisal kembali menjadi raja Arab Saudi.

Ketika terjadi Perang Arab-Israel pada 1967, secara politis Arab Saudi tidak mendukung negara Arab, sehingga hubungannya dengan negara Arab lainnya memburuk. Bahkan Arab Saudi dituduh sangat dipengaruhi Amerika Serikat. Tetapi hubungan itu membaik kembali setelah Raja Faisal memberi bantuan kepada Mesir dan Yordania untuk membangun daerahnya sesudah perang. Sewaktu terjadi lagi Perang Arab-Israel pada 1973, Arab Saudi menunjukkan sikap yang lebih keras dengan menjadikan minyak sebagai alat.

Produksi minyak dikurangi dan pengirimannya ke Amerika Serikat dan Belanda dihentikan. Kebijaksanaan ini diikuti oleh beberapa negara Arab, sehingga harga minyak melonjak dan melumpuhkan banyak negara industri, terutama Amerika Serikat.

Pada 1975 terjadi peristiwa yang tak terduga. Faisal dibunuh oleh seorang keponakannya. Kerabat raja menunjuk Pangeran Khalid, salah seorang sepupu Faisal, sebagai raja merangkap perdana menteri. Kemudian Khalid mengangkat sepupunya yang lain, yaitu Pangeran Fahd, sebagai putra mahkota sekaligus wakil perdana menteri. Pada 1982, Khalid meninggal karena sakit.

Fahd menggantikannya, dan menunjuk Pangeran Abdullah sebagai putra mahkota yang akan menggantikannya nanti. Ketika Irak menganeksasi Kuwait (1990/1991), Arab Saudi meminta bantuan Amerika Serikat. Negara terakhir ini kemudian membentuk tentara multinasional untuk mengusir Irak dari Kuwait.

Pada 1 Agustus 2005, diumumkan bahwa Raja Fahd telah meninggal. Kemudian Putra Mahkota Abdullah dikukuhkan sebagai Raja, dan Pangeran Sultan diangkat menjadi Putra Mahkota. Abdullah adalah Raja Arab Saudi dan Penjaga Dua Masjid Suci dari 2005 hingga kematiannya pada 2015.

Penggantinya adalah Salman bin Abdulaziz Al Saud. Mantan Gubernur Riyadh itu sejak 2015 hingga saat ini (2022) menjadi Raja Arab Saudi. Sebagai Putra Mahkota adalah Mohammed bin Salman (MBS). Kebangkitan MBS sebagai penguasa de-facto pada 2017 telah menunjukkan langkah menuju liberalisasi beberapa undang-undang dan mendiversifikasi ekonomi, disertai dengan meningkatnya persaingan regional dengan Iran.

Pemerintahan

Arab Saudi adalah negara monarki yang berdasarkan hukum Islam. Arab Saudi menempatkan Islam sepenuhnya dalam bidang struktur, kebijakan, legitimasi, dan pelaksanaan setiap perubahanpemerintahan. Negara secara praktis tidak memiliki undang-undang dasar, karena sumber hukumnya adalah Islam. Sebuah badan, yang disebut Syari‘ah, membuat segala peraturan untuk ketertiban masyarakat. Beberapa peraturan tertentu dibuat dengan dekrit raja.

Raja adalah penguasa eksekutif sekaligus pembuat undang-undang. Karena itu, selain mempunyai kedudukan sebagai pemimpin politik, raja berperan juga sebagai imam atau pemimpin agama. Keluarga kerajaan meliputi beberapa ribu bangsawan yang umumnya memiliki kedudukan politik dan status social penting di negara. Para pemuka bangsawan dipilih langsung oleh raja, kadang-kadang dengan pertimbangan para ulama. Pada dasarnya, kekuasaan raja didukung para pemuka bangsawan, ulama, dan pemimpin suku di daerah.

Raja juga membentuk semacam kabinet yang pada umumnya berdarah bangsawan. Para menteri dalam kabinet ini bertugas memimpin departemen masing-masing, dan memberikan saran dan usul kepada raja.

Untuk mengatur daerah, raja membagi keraja­annya atas sejumlah provinsi yang dipimpin oleh para gubernur. Untuk memimpin daerah, tiap gubernur dibantu oleh sebuah dewan daerah yang antara lain beranggotakan para kepala suku. Terkadang kepala suku juga merangkap sebagai walikota.

Untuk menjalankan kekuasaan kehakiman, seorang kadi mengepalai badan pengadilan. Kekuasaan seorang kadi hanya terbatas pada persoalan hukum dan peraturan yang dikeluarkan Syari‘ah. Kalau kasusnya menyangkut peraturan yang diundangkan dengan dekrit raja, maka yang berhak mengadili bukan kadi, melainkan gubernur atau kepala daerah setempat. Hukuman cambuk, potong tangan, dan pancung masih berlaku di negeri ini.

Saudi Arabia tidak mempunyai badan legislative secara terpisah dan tidak terdapat pula partai politik. Pokok undang-undang dibuat raja dan ulama. Pada 1992, Raja Fahd membentuk Dewan Konsultatif, yang beranggotakan orang yang diseleksinya. Pelantikan anggota dewan yang berjumlah 60 orang tersebut dilakukan pada 1993. Keanggotaan dewan bertambah menjadi 90 orang pada 1997 dan 120 orang pada 2001. Dewan tidak mempunyai kekuasaan legislatif, tetapi mempunyai kekuasaan memerintah dan mengajukan pertanyaan kepada ulama, serta memberi saran kepada raja.

Pendidikan

Salah satu peran Arab Saudi yang cukup penting bagi pengembangan Islam adalah sumbangannya di bidang pendidikan. Pada periode awal Islam, Mekah dan Madinah adalah gudang ilmu agama Islam. Sejumlah muslim dari seluruh penjuru dunia mempelajari agama di kota ini, kemudian pulang ke negara masing-masing menjadi ulama dan membuka sekolah (pesantren). Bahkan lebih dari itu, Mekah memiliki ­peranan yang penting dalam menyulut kebangkitan negara muslim yang terjajah untuk melepaskan diri dari penjajah dan menjadi negara merdeka, termasuk Indonesia.

Pada abad modern, berkat program perbaikan pendidikan yang dilancarkan sejak 1960-an, kini lebih dari separuh penduduk Arab Saudi di atas usia 15 tahun sudah melek huruf. Kebanyakan­ di antara mereka juga dapat berbahasa Inggris.

Semua tingkatan sekolah di Arab Saudi dibagi menjadi dua, yaitu sekolah khusus laki-laki dan sekolah khusus perempuan. Sekolah pertama untuk laki-laki dibuka pada 1926, sebelum negara itu diproklamasikan sebagai kerajaan, sedangkan sekolah untuk anak perempuan baru dibuka pada 1960. Sebelumnya, keluarga modern Arab Saudi membayar guru asing wanita untuk mengajar anak gadis mereka di rumah.

Universitas terbesar di Arab Saudi adalah Universitas King Sa‘ud di Riyadh, di samping Universitas Perminyakan & Mineral di kota Zahran, yang sampai 1991 masih merupakan perguruan tinggi perminyakan paling modern dan paling lengkap di seluruh dunia.

Perguruan tinggi terakhir ini mempersiapkan mahasiswa untuk berbagai bidang pekerjaan yang berkaitan dengan perminyakan, mulai dari eksplorasi sampai ke penambangan dan pemasaran hasilnya. Universitas lain (agama dan umum) mencakup antara lain Universitas King Abdul Aziz di Jiddah, Universitas Ummul Qura di Mekah, dan Universitas Madinah.

Di universitas ini belajar sejumlah besar mahasiswa dari negara-negara Islam, yang pada umumnya mendapat beasiswa dari pemerintah Arab Saudi dan setelah kembali ke negerinya memberi sumbangan bagi negara masing-masing.

Ekonomi

Ketika kerajaan baru berdiri, keadaannya ­masih terbelakang. Rakyatnya terdiri dari para petani miskin atau penggembala yang hidup berpindah-pindah. Tetapi setelah ladang minyak mulai diusahakan pada 1933, kebangkitan bangsa Arab mulai marak. Semula raja memberikan hak untuk mengusahakan ladang minyak kepada Standard Oil Company dari Amerika Serikat. Namun dalam perkembangannya, perusahaan itu mengajak kerja sama beberapa perusahaan Amerika Serikat lain, sehingga terbentuk ARAMCO (Arabian American Oil Company) pada 1944.

Sejak 1960 pemerintah juga berusaha mengembangkan industri nonminyak, walaupun pada waktu itu lebih dari 70% perekonomian Arab Saudi ditunjang hasil minyaknya. Untuk program ini Arab Saudi, selain meminta bantuan banyak tenaga ahli asing, mendidik para tenaga mudanya agar siap menangani berbagai industri nonminyak.

Di luar minyak, sumber penting pendapatan Arab Saudi berasal dari jemaah haji yang setiap tahun datang menunaikan ibadah haji dan umrah, perusahaan konstruksi, pabrik semen, pengalengan ikan, petrokimia, dan berbagai industry lainnya. Untuk menunjang kehidupan perekonomian dalam negeri, pemerintah membangun banyak jalan raya antarkota, jalan kereta api yang menghubungkan Riyadh dengan kota pelabuhan ad-Dammam di pantai Teluk Persia, dan maskapai penerbangan internasional (Saudi Arabian Airlines) dengan tiga bandara internasional, yakni Jiddah, Zahran, dan Riyadh.

Berkat kekayaan ekonominya, Arab Saudi banyakmembantu dunia Islam. Negara ini misalnya membiayai Lembaga seperti OKI, Rabitah al-‘Alam al-Islami, dan Islamic Centre yang tersebar di seluruh dunia. Arab Saudi mempunyai peran dalam OKI sebagai pendiri sekaligus anggota dan menjadi tempat sekretariat tetap OKI, tepatnya di Jiddah.

Daftar Pustaka

al-Bazzaz, Abdurrahman. “Islam and Arab Nationalism,” Arab Nationalism. Berkeley: University of California, 1962.
Esposito, John L. Islam and Development: Religion and Sociopolitical Change. New York: Syracuse University Press, 1980.
Mortimer, Edward. Faith and Power: The Politics of Islam. New York: Random Houses, Inc, 1982.
Mukmin, Mustafa. al-‘Alam al-Islami. Cairo: Dar al-Fikr, 1974.
Piscatory, James P.  “Ideological Politics in Saudi Arabia,” Islam in the Political Process. Cambridge: Cambridge University Press, 1983.
al-Yassini, Ayman. Religion and State in the Kingdom of Saudi Arabia. London: Westview Press, 1985.
https://www.nationsonline.org/oneworld/saudi_arabia.htm#:~:text=Saudi%20Arabia%20is%20a%20country,birthplace%20of%20the%20Prophet%20Muhammad.
https://www.bbc.com/news/world-middle-east-14702705
https://www.worldometers.info/world-population/saudi-arabia-population/

Syahrin  Harahap

Data telah diperbarui oleh Tim Redaksi Ensiklopediaislam.id (Maret 2022)