Ali Maksum adalah seorang ulama terkemuka, pengasuh Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, dan pernah menjabat Rais Am Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (1981–1984). Ia berasal dari keluarga kiai yang taat beragama. Ayahnya, KH Maksum, adalah pendiri Pondok Pesantren al-Hidayah, Lasem, Rembang, dan pendukung berdirinya Jamiyah Nahdlatul Ulama.
Ali Maksum lahir dan dibesarkan dalam pesantren ayahnya di Lasem. Sejak berusia dini, ia sudah akrab dengan suasana pesantren yang banyak membentuk watak dan kepribadiannya.
Pendidikannya diawali dengan berguru pada ayahnya sendiri. Pelajaran utamanya adalah mengaji Al-Qur’an. Setelah lancar mengaji, ia dikirim ayahnya belajar ke Pondok Pesantren Termas, Pacitan, yang dipimpin KH Dimyati. Selama 8 tahun di sini Ali mempelajari berbagai cabang ilmu agama. Sebagai santri, Ali dikenal cerdas dan tekun. Ia ditunjuk menjadi kepala madrasah.
Menginjak usia dewasa Ali dinikahkan dengan Hamsyimah, putri KH Munawwir, pendiri Pondok Pesantren al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta. Tidak lama setelah menikah, ia berangkat ke Mekah untuk memperdalam ilmu agama (1938). Selama 3 tahun di Mekah Ali menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya untuk mendalami ilmu agama.
Kesungguhan dan ketekunannya itu kemudian mengantarkannya menjadi ulama terkemuka dan ahli bahasa Arab. Ali kembali ke Indonesia pada masa pemerintahan Jepang sekitar 1942, ketika pesantren ayahnya nyaris bubar. Tugas berat pertama yang diselesaikannya adalah membangun kembali pesantren ayahnya.
Berkat kerja keras, pesantren itu berdiri kembali dengan jumlah santri sekitar 300 orang. Ali mulai menerapkan sistem baru di pesantren ini, yaitu belajar dengan sistem klasikal, dengan tidak melupakan sama sekali sistem yang lama.
Di tengah kesibukannya membina pesantren ayahnya di Lasem, datang utusan mertuanya, KH Munawwir, yang meminta agar ia pindah ke Krapyak untuk membina Pesantren al-Munawwir yang sedang mengalami nasib yang sama seperti Pesantren al-Hidayah di Lasem sebelum ditanganinya. Ali kemudian pindah ke Krapyak. Dengan dibantu kakak dan adik iparnya, mulailah ia membenahi pesantren yang hampir bubar itu.
Sambil membangun sarana fisik pesantren, Ali juga melakukan beberapa pembaruan. Kalau sebelumnya Pesantren al-Munawwir mengkhususkan diri pada pengajaran dan pendalaman Al-Qur’an, Ali menambah dengan pengajian kitab klasik. Selanjutnya dalam sistem pengajaran dilakukan beberapa metode, seperti metode klasikal dan metode individual.
Pesantren yang dibinanya mengalami banyak kemajuan. Sejak 1968 Ali dipercayakan memimpin pesantren ini. Selama dalam kepemimpinannya, pesantren ini berkembang lebih pesat lagi. Pesantren ini memiliki (1) Taman Kanak-kanak, (2) Madrasah Diniyah Awwaliyah, (3) Madrasah Diniyah Wustha, (4) Madrasah Diniyah Ulya, (5) Madrasah Tsanawiyah, (6) Madrasah Aliyah, (7) Pengajian Kitab (sorogan dan bandungan) mulai dari tingkat Ibtidaiyah sampai tingkat takhassus (spesialisasi) bahasa Arab dan syariat, (8) Madrasah Banat, dan (9) Madrasah Huffaz. Di samping itu, kemajuan dicapai pula dalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana fisik.
Dalam membina pesantren, Ali mendapat banyak bantuan dari istrinya, Hamsyimah, yang bertugas antara lain mengasuh Taman Kanak-kanak dan Majlis Taklim para ibu di masyarakat sekitar Krapyak.
Selain berkiprah di bidang pendidikan dengan mengembangkan pesantren, Ali juga aktif dalam organisasi kemasyarakatan. Sejak 1970-an ia memangku jabatan Rais Syuriah Pengurus Wilayah NU Yogyakarta. Ia terpilih sebagai Rais Am Syuriah Pengurus Pusat Nahdlatul Ulama dalam Musyawarah Alim Ulama NU di Kaliurang, Yogyakarta, 1981. Pada masanya, NU menghadapi masa yang amat kritis dengan timbulnya berbagai konflik dalam tubuh organisasi, terutama saat menghadapi Pemilu 1982. Pada Muktamar ke-27 di Situbondo (1984) Ali terpilih menjadi penasihat atau Mustasyar PBNU sampai wafatnya.
Nama KH Ali Maksum dan Pesantren al-Munawwir Krapyak kembali hangat diberitakan oleh berbagai media massa ketika NU menyelenggarakan muktamarnya yang ke-28 di Pesantren al-Munawwir (1989). Presiden dan sejumlah menteri serta pejabat penting negara lainnya hadir di tempat ini.
KH Ali Maksum juga menulis sejumlah buku, antara lain: Mizan al-‘Uqul fi ‘Ilm al-Mantiq (Timbangan Akal dalam Ilmu Logika), as-Sarf al-Wadih (Morfologi Arab yang Jelas), dan hujjah Ahl as-Sunnah wa al-Jama‘ah (Argumentasi Ahlusunah Waljamaah).
Daftar Pustaka
Chaidar. Manaqib Mbah Ma’shum. Kudus: Menara Kudus, 1972.
Departemen Agama RI. Laporan Penelitian dan Penulisan Biografi K.H. Ali Maksum. Jakarta: Proyek Penelitian Kegamaan Litbang Depag, 1986/1987.
Ma’shum, Ali. Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah wal Jama’ah. Pekalongan: Udin Putra, 1983.
Musdah Mulia