Ali Abdul Raziq lahir dari keluarga feodal Mesir yang aktif dalam kegiatan politik pada Hizb al-Ummah (Partai Rakyat), yang mempunyai hubungan dekat dengan penjajah Inggris. Partai ini adalah saingan Hizb al-Watani (Partai Kebangsaan). Ia menjadi terkenal setelah menerbitkan sebuah buku yang menentang khalifah dan khilafah Islam.
Dalam usia yang sangat muda, lebih kurang 10 tahun, Ali Abdul Raziq sudah mulai belajar di al-Azhar. Ia menekuni pelajaran pada Syekh Ahmad Abu Khalwat, sahabat Muhammad Abduh. Ahmad Abu Khalwat seperti juga Muhammad Abduh adalah murid Jamaluddin al-Afghani. Ali Abdul Raziq selama beberapa tahun juga mengikuti kuliah di Universitas Mesir (yang sekarang menjadi Universitas Cairo). Di antara gurunya di sana terdapat Prof. Santillana yang memberikan kuliah Sejarah Filsafat.
Setelah memperoleh ijazah ‘alimiyyah dari al-Azhar pada 1911, Ali Abdul Raziq mulai bertugas memberikan kuliah di universitas tersebut pada 1912. Pada pertengahan tahun itu juga ia berangkat ke Inggris untuk belajar di Universitas Oxford. Di universitas ini ia mempelajari ilmu ekonomi dan politik.
Pada 1915 ia kembali ke negaranya, Mesir, dan kemudian diangkat sebagai hakim Mahkamah Syar‘iyah. Dalam kedudukannya sebagai hakim itulah ia mengadakan penelitian yang hasilnya dibukukannya dalam sebuah karya tulis terkenal, berjudul al-Islam wa Ushul al-Hukm: Bahts fi al-Khilafah wa al-Hukumah fi al-Islam (Islam dan Prinsip Pemerintahan: Suatu Kajian Khilafah dan Pemerintahan dalam Islam), diterbitkan April 1925.
Peristiwa yang paling penting terjadi dalam hidup Ali Abdul Raziq dan menjadikan namanya termasyhur adalah penerbitan bukunya itu. Begitu buku itu terbit, serta-merta ia mendapat tanggapan dan bantahan keras. Buku itu terkait erat dengan persoalan yang saat itu menjadi perbincangan masyarakat Mesir, seluruh negara Arab, dan dunia Islam, yakni masalah kekhalifahan (khilafah).
Masalah pokok yang menjadi kajian buku tersebut adalah khilafah dalam segi pertumbuhan dan kaitannya dengan ajaran Islam. Namun bagian awal buku itu mengulas pula masalah lain, yakni hubungan Islam dengan masyarakat, negara, dan politik. Malah dalam bentuk yang lebih umum ia membicarakan kaitan antara agama dan dunia yang dirangkaikan dengan kajian tentang corak sistem yang ada dalam ajaran Islam, lalu mengemukakan pula corak umum khilafah sejak masa kemunculannya sampai perkembangannya yang mutakhir.
Pengarangnya lalu mengakhiri kajiannya dengan menyatakan bahwa doktrin khilafah sama sekali tidak memiliki asas dalam agama, dan Islam sama sekali tidak berkaitan dengan masalah pemerintahan, kemasyarakatan, maupun kehidupan duniawi. Oleh karena itu, sistem khilafah wajib dihapuskan dari sejarah umat Islam, dan hendaknya di masa mendatang tidak perlu diÂbentuk sistem yang serupa dengan itu. Ali Abdul Raziq dengan tegas mengatakan bahwa khilafah itu merupakan bencana bagi umat Islam yang selalu menimbulkan kezaliman, keburukan, dan kerusakan.
Terbitnya buku itu mendapat tantangan yang hebat dari umat Islam, terutama dari para ulama, karena pandangan Ali Abdul Raziq bertolak belakang dengan ijmak (konsensus) ulama, dan mereka yakin bahwa khilafah adalah bagian yang tak terpisahkan dari ajaran Islam. Mereka menganggap pandangan Ali Abdul Raziq tersebut merusak kebenaran yang telah mapan dalam sejarah umat Islam.
Ulama terkenal yang menentang buku Ali Abdul Raziq di antaranya Rasyid Rida. Ia menganggap pandangan Ali Abdul Raziq tersebut sangat berbahaya dan berhubungan erat dengan tujuan kolonialisme. Untuk menentang pendapatnya, Rasyid Rida menulis sebuah artikel yang berjudul al-Islam wa Uahul al-Hukm: Bahts fi al-KhiÂlafah wa al-Hukumah fi al-Islam Bal Da‘wah Jadidah Ila Nasfi Bina’iha wa Tadzlil Abna’iha (Islam dan Prinsip Pemerintahan: Suatu Kajian Khilafah dan Pemerintahan dalam Islam Justru Merupakan Seruan Baru pada Penghancuran Bangunannya dan Penyesatan Pengikutnya).
Sementara itu Syekh Muhammad Syakir –seorang ulama terkemuka dan mantan wakil syekh al-Azhar– menulis sebuah makalah yang membantah pandangan Ali Abdul Raziq dan menuduhnya sebagai orang yang merencanakan pendirian republik sekuler di Mesir, memberontak terhadap pemerintahan yang sah, dan menyeleweng dari sistem yang sudah mapan.
Dr. Diya’uddin ar-Ra’is menyatakan bahwa buku al-Islam wa Ushul al-Hukm itu tak lebih dari sekumpulan kekeliruan, bukan buku ilmiah, hanya karangan biasa.
Di antara para pengagum Ali Abdul Raziq ada yang mengatakan bahwa buku al-Islam wa Ushl al-Hukm mempunyai popularitas demikian hebat dan belum pernah disamai oleh buku lainnya. Semenjak Ali Abdul Raziq mempublikasikan bukunya itu pada 1925, orang menyanjung dan mengatakan bahwa buku itu mengandung pemikiran baru yang mencerminkan garis pemisah antara masa lalu dan masa kini.
Karena bukunya itu, Ali Abdul Raziq dikucilkan ulama al-Azhar. Pada 12 Agustus 1925 atau 22 Muharam 1344, ia diajukan sebagai tertuduh ke persidangan di bawah pimpinan Syekh al-Akbar Muhammad Abu al-Fadl (rektor al-Azhar), yang dihadiri dua puluh empat ulama besar lainnya. Setelah tertuduh mengemukakan pleidoinya, pada akhirnya persidangan itu mengeluarkan keputusannya bahwa Ali Abdul Raziq yang pada waktu itu menjadi salah seorang ulama al-Azhar dan hakim Syar’i pada Mahkamah di al-Mansurah dikeluarkan dari kalangan ulama. Syekh Muhammad Syakir, Syekh Yusuf al-Dajwa, Syekh Muhammad Bukhait, dan Syekh Muhammad Rasyid Rida mengeluarkan fatwa bahwasanya Ali Abdul Raziq telah murtad dari Islam.
Penolakan Ali Abdul Raziq terhadap ide khilafah tampaknya merupakan usahanya untuk membersihkan risalah (misi) Islam dari noda yang dilakukan para penguasanya. Sebab, jika keberadaan para penguasa atau sultan itu diakui sebagai khalifah Islam yang harus dicontoh oleh umatnya, citra Islam akan menjadi buruk dan tercemar.
Buku Ali Abdul Raziq memberikan peringatan kepada umat Islam agar tidak lari dari kenyataan sejarah masa lalunya, baik yang bersih ataupun yang pernah ternoda untuk dijadikan bahan studi yang cermat dan kritis. Umat Islam diharapkan dapat membentuk ide yang segar dan dinamis yang dapat diterapkan dalam kehidupan modern.
Kelemahan pemikiran Ali Abdul Raziq antara lain ialah: ia banyak menunjukkan kejelekan khilafah Islam, tetapi tidak banyak mengemukakan kebaikannya. Ia menyerang ijmak ulama tentang khilafah, namun keliru memahami ijmak tersebut. Ia juga mendukung pendapatnya dengan menampilkan teori politik Thomas Hobbes (1588–1679, seorang filsuf Inggris, tetapi keliru memahami teori politik tokoh tersebut. Ia menyerang dengan keras sistem khilafah dan peÂmerintahan dalam Islam, tetapi tidak memberikan alternatif sistem pemerintahan umat Islam yang baik.
Sejak dikucilkan dari ulama al-Azhar dan diberhentikan dari jabatannya sampai meninggal pada 1966, ia tidak pernah lagi menampilkan pemikiran yang menimbulkan perhatian orang banyak.
Daftar Pustaka
Adam, Charles C. Islam and Modernism in Egypt. New York: Russell and Russel, 1968.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
ar-Ra’is, Diya’uddin. al-Islam wa al-Khilafah fi al-‘Asr al-Hadits. Cairo: Dar al-Turats, 1972.
Rasyid Rida, Muhammad. al-Khilafah wa al-Imamah al-Manar. Cairo: t.p., 1924.
ar-Raziq, Ali Abdul. al-Islam wa Ushl al-Hukm: Bahts fi al-Khilafah wa al-Hukumah fi al-Islam. Cairo: Mathba’ah, 1344 H/1925 M.
Ahmadi Isa