Secara harfiah, maslahah berarti “kebaikan”, “keuntungan”, atau “kebajikan”; dan mursalah berarti “terputus” atau “terlepas”. Secara terminologis, al-maslahah al-mursalah (lazim disebut istislah) adalah kemaslahatan yang tidak ada ketentuannya dalam dalil syarak, baik yang membenarkan maupun menyalahkan. Al-maslahah al-mursalah adalah cara penetapan hukum bagi masalah yang ketetapannya tidak ada dalam nas dengan pertimbangan demi kemaslahatan manusia.
Adapun prinsip al-maslahah al-mursalah ialah “menarik manfaat dan menghindarkan kerusakan (mafsadat) bagi kehidupan umat manusia”. Menurut Abdul Wahhab Khallaf, seorang pakar usul fikih Mesir,
metode al-maslahah al-mursalah dalam praktek ijtihad merupakan upaya penggalian hukum Islam dari suatu kasus yang tidak ada ketetapannya dalam nas Al-Qur’an dan hadis yang menguatkan atau membatalkannya atas dasar kemaslahatan agar hidup manusia terbebas dari kesulitan.
Menurut Abu Zahrah (ahli usul fikih, fikih, dan kalam), Muhammad Adib Salih (guru besar hukum Islam di Universitas Damsyiq, Damascus), dan Abdul Halim al-Jundi (ahli usul fikih), sesuatu yang dapat dikatakan sebagai maslahah harus logis dan rasional, sesuai dengan tujuan syarak, tidak ada nas yang membenarkan atau membatalkannya, dan memperhatikan manfaat dan mudaratnya bagi hidup manusia.
Al-maslahah al-mursalah yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan hukum adalah maslahah yang memenuhi syarat berikut:
(1) bersifat riil (haqiqi), bukan bersifat dugaan; maksudnya, maslahah didasarkan atas penelitian, observasi, dan analisis yang mendalam, sehingga diyakini benar bahwa maslahah itu memberi manfaat dan menghindarkan mudarat;
(2) bersifat umum (bermanfaat untuk orang banyak), bukan kepentingan perseorangan; dan
(3) tidak bertentangan dengan nas dan ijmak.
Membuat ketetapan hukum bagi suatu kasus yang didasarkan pada al-maslahah al-mursalah dalam praktek ijtihad merupakan suatu metode yang memberi kesempatan luas untuk mengembangkan hukum Islam di bidang muamalah kemasyarakatan karena nas yang menyangkut bidang muamalah pada umumnya hanya bersifat global, sementara kehidupan manusia itu selalu berubah.
Dengan demikian banyak produk hukum yang bisa dilahirkan dari metode istislah ini, seperti ketentuan hukum dalam bidang kenegaraan, hubungan antarnegara dan bangsa, perdagangan, pertanian, industri, dan pengelolaan zakat.
Al-maslahah al-mursalah mempunyai nilai strategis dalam pengendalian hukum, namun ulama berbeda pendapat mengenai kedudukannya sebagai hujah. Ada pendapat membenarkan al-maslahah al-mursalah sebagai dasar istislah dengan alasan masyarakat selalu berkembang.
Jika timbul masalah, maka harus diselesaikan berdasarkan prinsip al-maslahah al-mursalah. Pendapat ini didukung kebanyakan ulama usul fikih, antara lain Imam Malik dan Imam Hanbali.
Sebaliknya pendapat kedua, yang lain didukung Abu Hanifah (Imam Hanafi) dan Imam Syafi‘i, menolak al-maslahah al-mursalah sebagai hujah. Sebagai alasannya, nas telah menjelaskan pedoman hidup manusia dan syariat Allah SWT dengan tegas dan lengkap.