Keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang darinya lahir suatu perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan, atau penelitian, disebut akhlak. Jika melahirkan perbuatan baik dan terpuji menurut akal dan syarak (hukum Islam), hal tersebut disebut akhlak baik; jika melahirkan perbuatan tidak baik, hal tersebut disebut akhlak buruk.
Secara etimologis kata akhlak merupakan bentuk jamak dari al-khuluq atau al-khulq, yang berarti (1) tabiat, budi pekerti, (2) kebiasaan atau adat, (3) keperwiraan, kesatriaan, kejantanan, (4) agama, dan (5) kemarahan (al-gadab).
Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat dalam jiwa, suatu perbuatan baru disebut akhlak kalau terpenuhi beberapa syarat.
(1) Perbuatan itu dilakukan berulang-ulang. Kalau hanya dilakukan sesekali, maka suatu perbuatan tidak dapat disebut akhlak. Misalnya, pada suatu saat, orang yang jarang berderma tiba-tiba memberikan uang kepada orang lain karena alasan tertentu. Dengan tindakan ini ia tidak dapat disebut murah hati atau berakhlak dermawan karena hal itu tidak melekat dalam jiwanya.
(2) Perbuatan itu timbul dengan mudah tanpa dipikirkan atau diteliti lebih dahulu sehingga ia benarbenar merupakan suatu kebiasaan. Jika timbul karena terpaksa atau setelah dipikirkan dan dipertimbangkan secara matang, perbuatan itu tidak disebut akhlak.
Ilmu yang membahas persoalan akhlak disebut ‘ilm al-akhlaq, ‘ilm as-suluk, tahdzib al-akhlaq, falsafah al-akhlaq, al-hikmah al-‘amaliyyah, al-hikmah al-khuluqiyyah, yang semuanya berarti etika. Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut al-akhlaq al-karimah.
Hal ini tercantum antara lain dalam sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Ahmad, Baihaqi, dan Malik); “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Tirmizi); “Orang yang paling baik keislamannya ialah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Ahmad); “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik adalah sesuatu yang paling banyak membawa manusia ke dalam surga” (HR. Tirmizi); dan “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dari timbangan orang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang baik” (HR. Tirmizi).
Akhlak Nabi Muhammad SAW biasanya disebut juga akhlak Islam. Karena akhlak ini bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Qur’an datang dari Allah SWT, akhlak Islam mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dari akhlak wad‘iyyah (ciptaan manusia).
Ciri-ciri tersebut antara lain:
(1) bersifat mutlak (al-khairiyyah al-mutlaqah), yaitu kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan kebaikan murni, baik untuk individu maupun untuk masyarakat, dalam lingkungan, keadaan, waktu, dan tempat apa pun;
(2) bersifat menyeluruh (as-Salahiyyah al-‘ammah), yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya merupakan kebaikan untuk seluruh umat manusia di segala zaman dan di semua tempat;
(3) bersifat tetap, langgeng, dan mantap, yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya bersifat tetap, tidak berubah oleh perubahan waktu dan tempat atau perubahan kehidupan masyarakat;
(4) bersifat wajib atau harus dipatuhi (al-ilzam al-mustajab), yaitu kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan sehingga ada sanksi hukum tertentu bagi orang yang tidak melaksanakannya; dan
(5) bersifat mengawasi secara menyeluruh (ar-raqabah al-muhitah), yaitu karena akhlak Islam bersumber dari Tuhan dan berpengaruh lebih kuat dari akhlak ciptaan manusia, maka seseorang tidak berani melanggarnya kecuali setelah ragu-ragu dan kemudian akan menyesali perbuatannya untuk selanjutnya bertobat dengan sungguh-sungguh dan tidak melakukan perbuatan yang salah lagi.
Ini terjadi karena agama merupakan pengawas yang kuat. Pengawas lainnya adalah hati nurani yang hidup dan didasarkan pada agama dan akal sehat yang dibimbing agama serta diberi petunjuk.
Akhlak yang mulia dan terpuji menurut ajaran Islam antara lain ialah:
(1) berani dalam segala hal yang positif, baik mengatakan dan membela kebenaran serta dalam menghadapi tantangan dan ancaman;
(2) adil dalam memutuskan sesuatu tanpa membedakan kedudukan, status sosial dan ekonomi, maupun hubungan kekerabatan;
(3) bijaksana dalam menghadapi dan memutuskan sesuatu;
(4) mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri;
(5) pemurah dan suka menafkahkan hartanya, baik pada waktu lapang maupun susah;
(6) ikhlas dalam melakukan setiap amal perbuatan semata-mata karena Allah SWT;
(7) cepat bertobat dan meminta ampun kepada Tuhan jika melakukan suatu dosa;
(8) jujur dan benar;
(9) tenang dalam menghadapi berbagai masalah, tidak berkeluh kesah, dan gundah gulana;
(10) amanah (dapat dipercaya);
(11) sabar dalam menghadapi setiap cobaan atau melaksanakan kewajiban ibadah dan kebaktian kepada Tuhan;
(12) pemaaf;
(13) penuh kasih sayang dan belas kasih;
(14) lapang hati dan tidak membalas dendam;
(15) selalu optimis menghadapi kehidupan dan penuh harap kepada Allah SWT;
(16) ‘iffah, yakni selalu menjaga diri dari segala sesuatu yang dapat merusakkan kehormatan dan kesucian;
(17) al-haya’, yakni malu melakukan perbuatan yang tidak baik;
(18) tawadhu’ (rendah hati);
(19) mengutamakan perdamaian daripada permusuhan;
(20) zuhud dan tidak rakus terhadap kehidupan duniawi;
(21) rida atas segala ketentuan yang ditetapkan Allah SWT;
(22) setia terhadap teman, sahabat, dan siapa saja yang terkait dengannya;
(23) bersyukur atas segala nikmat yang diberikan atau musibah yang dijatuhkan dan berterima kasih kepada sesama umat manusia;
(24) mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan;
(25) bertawakal setelah segala usaha dilaksanakan dengan sebaik-baiknya;
(26) dinamis sampai tujuan dan cita-cita tercapai;
(27) murah senyum dan menampilkan wajah yang ceria kepada orang lain sehingga setiap orang yang memandangnya merasa senang;
(28) selalu memperhatikan keadaan tetangga dan lingkungan tempat tinggalnya;
(29) menghormati dan menghargai orang lain secara tulus tanpa memandang latar belakang orang itu selama hasil kerja dan prestasinya bersifat positif;
(30) menjauhi sifat iri hati dan dengki; dan
(31) rela berkorban demi kepentingan dan kemaslahatan umat manusia dan dalam membela agama Allah SWT.
Daftar Pustaka
As, Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali Pers, 1992.
Atjeh, Aboebakar Haji. Mutiara Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang, 1959.
al-Ghazali, Muhammad. Khuluq al-Islam. Kuwait: Dar al-Bayan, 1970.
HAMKA. Tafsir Al-Azhar. Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, 1990.
al-Hury, Ahmad Muhammad. Akhlak Nabi Muhammad SAW (Keluhuran dan Kemuliaannya), terj. Drs. Masdar Helmi dan K. Abd Khalik Anwar. Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. al-Islam: Kepercayaan, Kesusilaan, Amal Kebajikan. Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Tatapangarsa, Humaidi. Akhlaq yang Mulia. Surabaya: Bina Ilmu, 1980.
A Hafizh Anshari A.Z.