Akhirat

(Ar.: al-akhirah)

Al-akhirah adalah bentuk muannats [kata benda jenis wanita] dari al-ahir = sesuatu yang datang kemudian, yang akan datang, atau yang penghabisan). Alam kekal dan abadi yang diciptakan Allah SWT setelah alam semesta ini dihancurleburkan (kiamat) disebut juga akhirat. Dalam bahasa Indonesia, kata “akhirat” diartikan sebagai alam setelah kehidupan di dunia (alam baka).

Akhirat merupakan tempat bagi Allah SWT untuk memberikan balasan kepada para hamba-Nya atas segala perbuatan yang mereka lakukan selama hidup di dunia. Hamba yang gemar berbuat baik, berbakti, dan taat kepada-Nya akan diberikan balasan yang baik dan ditempatkan di tempat yang penuh dengan kenikmatan dan kesenangan (di surga), sedangkan orang yang berbuat maksiat akan dihukum dengan berbagai siksaan pedih (di neraka).

Alam akhirat termasuk masalah gaib yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindra dan akal manusia, namun keberadaannya wajib diimani oleh setiap muslim. Keimanan padanya merupakan salah satu tanda orang yang takwa (QS.2:4) dan pengingkaran terhadapnya adalah kekufuran.

Alam akhirat dimulai setelah alam semesta ini secara keseluruhan dihancurleburkan dan segala makhluk hidup dimatikan oleh Allah SWT. Kejadian ini disebut hari kiamat. Tidak seorang pun tahu kapan peristiwa luar biasa ini akan terjadi. Semuanya merupakan rahasia Allah SWT dan hanya Allah SWT sendiri yang mengetahui kapan terjadinya. Nabi Muhammad SAW sendiri ketika ditanya oleh Malaikat Jibril tentang hal ini hanya menjawab, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya” (HR. Bukhari, Muslim, dan at-Tirmizi).

Ada beberapa hal yang berkaitan dengan masalah akhirat. Pertama, alam barzah atau alam kubur, yaitu alam antara waktu seseorang meninggal dunia dan hari kiamat. Selama menunggu hari kiamat, setiap orang yang meninggal dunia akan berada di alam ini. Keadaan selama berada di alam barzah, apakah mendapatkan kesenangan atau penderitaan, banyak tergantung pada amal orang yang bersangkutan ketika masih hidup di dunia.

Apabila memiliki keimanan yang kuat kepada Allah SWT dan banyak melakukan perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan nikmat dari Tuhan sehingga alam kubur baginya merupakan salah satu kebun dari kebun surga. Sebaliknya, jika banyak melakukan perbuatan jahat atau tidak beriman kepada Tuhan, ia akan mendapatkan siksa dan alam barzah baginya merupakan salah satu jurang dari jurang neraka.

Masalah yang wajib diimani berkaitan dengan alam barzah ialah sebagai berikut:

(1) Pertanyaan Munkar dan Nakir, yaitu pertanyaan yang diajukan Malaikat Munkar dan Nakir terhadap orang yang baru dimasukkan ke liang kubur. Isi pertanyaannya menyangkut masalah keimanan kepada Allah SWT serta Rasul-Nya dan hal lain yang berhubungan dengan masalah akidah.

Menurut golongan Ahlusunah waljamaah, setiap orang yang meninggal dunia pasti akan ditanya, baik setelah ia dikuburkan maupun mayatnya tidak dikuburkan (misalnya, mati dimakan binatang buas, dibakar, atau tenggelam di laut). Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam kitabnya Fath al-Bari (Pembukaan yang Menjadikan) mengatakan bahwa menurut Ibnu Hazm, masalah yang menyangkut pertanyaan di dalam kubur dan hal lain yang berkaitan dengan masalah kubur hanya dihadapkan pada roh manusia tanpa kembalinya roh tersebut ke dalam tubuhnya.

Menurut jumhur (sebagian besar) ulama, roh manusia itu dikembalikan Tuhan ke jasadnya, baik secara keseluruhan jika tubuh itu masih utuh, maupun sebagian anggota tubuh saja.Allah Maha Kuasa melakukan hal tersebut.

(2) Azab kubur, yaitu siksaan yang diberikan di dalam kubur terhadap orang yang tidak beriman atau orang yang banyak melakukan dosa ketika masih hidup di dunia.

(3) Nikmat kubur, yaitu kenikmatan dan kesenangan yang diberikan Allah SWT kepada orang yang beriman dan banyak melakukan amal saleh. Menurut kalangan Ahlusunah waljamaah, nikmat atau azab yang dirasakan oleh seseorang di dalam kubur tersebut berlaku atas roh dan badan sekaligus, bukan hanya roh. Pendapat ini juga dikemukakan Ibnu Taimiyah.

Kedua, ba‘ts, yaitu kebangkitan manusia dari dalam kuburnya. Kebangkitan ini terjadi setelah kiamat. Roh dikembalikan ke jasadnya masing-­masing dan jasad tersebut berada dalam keadaan utuh, sehingga orang yang meninggal dunia itu hidup kembali untuk mengarungi kehidupan di alam yang baru, yakni alam akhirat.

Ketiga, mahsyar, yaitu tempat berkumpulnya seluruh umat manusia untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang dilakukannya selama hidup di dunia.

Keempat, wukuf, yaitu berada di padang mahsyar menunggu hisab.

Kelima, hisab, yaitu perhitungan amaliah yang dilakukan manusia selama hidup di dunia. Forum ini merupakan peradilan yang dilaksanakan Allah SWT dengan seadiladilnya dan menyangkut masalah pelaksanaan hukum Tuhan yang diturunkan di dunia, apakah dilaksanakan dengan baik atau tidak. Dalam proses peradilan ini Allah SWT akan menampilkan sejumlah saksi dan alat bukti yang akurat sehingga tidak ada sedikit pun unsur kezaliman.

Keenam, suhuf, yaitu catatan amaliah manusia selama hidup di dunia yang dicatat dan dihimpun oleh malaikat yang bertugas untuk itu, baik amal yang baik maupun perbuatan yang buruk. Suhuf ini selanjutnya diserahkan kepada masing-masing orang. Cara penerimaannya merupakan pertanda bagaimana nasib orang yang bersangkutan selanjutnya.

Orang yang menerima dengan tangan kanan (ashaib al-yamin) berarti akan memperoleh kenikmatan dan kebahagiaan dengan mendapat surga. Orang yang menerima dengan tangan kiri (ashaib asy-syimal) berarti akan masuk neraka. Penerimaan suhuf dengan tangan kanan atau kiri bukan merupakan pilihan dan kehendak manusia, tetapi atas ketentuan dan kehendak Allah SWT sesuai dengan amal yang bersangkutan selama di dunia.

Ketujuh, danau atau telaga, yaitu telaga yang dijadikan sumber air minum para nabi dan umatnya. Tiap nabi mempunyai telaga masing-masing. Telaga yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW, yang lazim disebut telaga al-Kautsar, berair bening yang berwarna putih, lebih putih dari air susu, berasa lebih manis dari madu, dan berbau lebih harum dari bau minyak kesturi.

Siapa pun yang meminum air dari telaga ini tidak akan merasa haus lagi selama-lamanya. Telaga ini digunakan untuk tempat minum setelah selesai proses di padang­ mahsyar, sebelum masuk ke dalam surga.

Kedelapan, sirat (jembatan), yaitu jalan yang terbentang di atas neraka jahanam yang harus dilalui oleh semua orang, sekembalinya dari padang mahsyar.

Kesembilan, syafaat, yaitu pertolongan yang diberikan oleh rasul kepada umatnya berupa doa keselamatan dan ampunan sehingga umatnya terlepas dari siksa neraka. Nabi Muhammad SAW diberikan keistimewaan oleh Allah SWT untuk dapat memberikan syafa‘ah al-kubra kepada umatnya, yakni suatu syafaat yang hanya dimiliki oleh Rasulullah SAW dan tidak dimiliki para rasul yang lain.

Kesepuluh, surga, yaitu tempat yang penuh dengan kenikmatan, kelezatan, dan kesenangan, yang tak pernah terlihat oleh mata, tak pernah terdengar oleh telinga, dan tak pernah terlintas di dalam hati betapa indah dan megahnya. Tempat ini disediakan oleh Allah SWT untuk para hamba-Nya yang takwa.

Kesebelas, neraka, yakni tempat yang penuh dengan penderitaan, siksaan, dan hukuman, yang disediakan untuk orang yang ingkar dan maksiat kepada Tuhan.

Keduabelas, melihat Tuhan, yaitu orang mukmin dapat melihat Tuhan di akhirat dengan mata kepalanya sendiri. Namun untuk yang terakhir ini para ulama berbeda pendapat. Menurut golongan ahli hadis, Tuhan memang dapat dilihat oleh orang mukmin di hari akhirat dengan mata kepalanya sendiri dan Tuhan pun akan berbicara dengan mereka. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Asy‘ariyah.

Menurut golongan Asy‘ariyah, yang tidak dapat dilihat itu hanyalah yang tak mempunyai wujud. Yang mempunyai wujud mesti dapat dilihat. Tuhan berwujud dan karena itu Ia bisa dilihat. Pendapat ini juga disepakati oleh Maturidiyah (Abu Mansur Muhammad al-Maturidi). Yang berbeda adalah pendapat Muktazilah. Menurut golongan ini, Tuhan tidak bisa dilihat oleh mata kepala manusia sebab Tuhan bersifat non-materi. Yang bisa dilihat hanyalah sesuatu yang mengambil tempat. Karena Tuhan tak mengambil tempat, Tuhan tidak bisa dilihat.

Daftar Pustaka

Abu Zahrah, Muhammad Syaikh. al-‘Aqidah al-Islamiyyah kama ja’abiha Al-Qur’an al-Karim. Cairo: Majma’ al-Buhus al-Islamiyah, 1969 M.
Hamidullah, Muhammad. Introduction to Islam. Beirut: IIFSO, 1977
HAMKA. Pelajaran Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
–––––––. Tafsir al-Azhar. Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, 1990.
al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Aqidah al-Mu’min. Cairo: Maktabah al-Azhariyah, 1977 M.
Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan. Jakarta: UI-Press, 1986.
Sabiq, Sayid. Aqidah Islam, terj. Mohd. Abdai Rathomi. Bandung: Diponegoro, 1978.
Sani Abdullah, S.H. Mahkamah Yaumil-Akhirat. Jakarta: Bulan Bintang, 1974.
Sidi Gazalba. Asas Ajaran Islam: Pembahasan Ilmu dan Falsafat tentang Rukun Iman. Jakarta: Bulan Bintang, 1972.
ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. al-Islam: Kepercayaan, Kesusilaan, Amal Kebajikan. Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Sya‘rawi, Mutawalli. Menghadapi Hari Kiamat, terj. Jakarta: Gema Insani Press, 1993.

A Hafizh Anshari A.Z