Ad, Kaum

Salah satu suku bangsa Arab yang hidup pada zaman Nabi Hud AS adalah kaum Ad, yang dikelompokkan sebagai al-‘Arab al-Ba‘idah atau bangsa Arab yang telah punah bersama suku Tasm, Jadis, Samud, Imliq, dan Abd Dakhm. Menurut Ibnu Kasir, ‘ad adalah nama moyangkaum tersebut yang merupakan generasi ke-4 dari Nabi Nuh AS, yaitu Ad bin Aus bin Sam bin Nuh.

Kaum Ad diceritakan dalam ayat Al-Qur’an pada 18 surah, yaitu surah al-A‘raf, at-Taubah, Hud, Ibrahim, al-Hajj, al-Furqan, asy-Syu‘ara’, al-‘Ankabut, Shad, al-Mu’min, Fushilat, al-Ahqaf, Qaf, adzariyat, an-Najm, al-Qamar, al-haqqah, dan al-Fajr.

Surah al-A‘raf (7) ayat 65–72 menceritakan dakwah Nabi Hud AS kepada kaumnya supaya kaum Ad hanya menyembah Allah SWT. Mereka tidak mau mendengar nasihat dan ajakan Nabi Hud AS, sampai akhirnya Allah SWT membina sakan mereka dan menyelamatkan Nabi Hud AS bersama orang yang percaya kepadanya. Surah at-Taubah menyebut kaum Ad hanya dalam ayat 70 sebagai peringatan bagi orang munafik dan kafir agar tidak mengikuti jejak kaum Ad dan kaum lain yang ditimpakan azab oleh Allah SWT.

Surah Hud (11) ayat 50–60 menjelaskan Nabi Hud AS dan kaum Ad. Nabi Hud AS mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT, memohon ampun dan bertobat kepada Allah SWT agar diturunkan hujan yang memberi kesuburan bagi negeri mereka dan menambahkan kekuatan mereka. Nabi Hud AS mengatakan bahwa ia berdakwah tanpa mengharapkan imbalan dari kaum Ad, cukup imbalan pahala dari Allah SWT. Kaum Ad tidak mau percaya pada ajaran Nabi Hud AS, malah menuduhnya telah gila. Kaum Ad akhirnya diazab oleh Allah SWT dengan mendapat kutukan di dunia dan di hari kiamat.

Surah Ibrahim (14) ayat 9 memperingatkan umat manusia agar tidak mengikuti kaum Nuh, kaum Ad, Samud, dan kaum lainnya yang mengingkari ajaran para rasul yang diutus kepada mereka. Surah al-hajj (22) ayat 42 menyebut kaum Ad sebagai umat yang mendustakan nabi yang diutus ke tengah mereka.

Ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menguatkan hatinya dan menghiburnya dalam menghadapi pembangkangan kaumnya. Juga pada surah Shad (38) ayat 12 dan surah al-Mu’min (40) ayat 31, kaum Ad digambarkan sebagai pendusta rasul seperti halnya kelompok (ahzab) musyrik mendustakan dan memusuhi Nabi Muhammad SAW. Surah Qaf (50) ayat 13 menyejajarkan kaum Ad dengan Fira’un dan kaum Nabi Lut AS.

Dari penjelasan tentang kaum Ad yang terdapat dalam Al-Qur’an tersebut dapat digambarkan bahwa kaum Ad adalah kaum yang tidak mempercayai kerasulan Nabi Hud AS. Kaum Ad menyombongkan diri sebagai kaum yang amat kuat, berperawakan tinggi besar (QS.41:15), mendiami bangunan tinggi, istana, dan benteng yang dibangun di atas perbukitan (QS.26:128–129), suka menyiksa dengan bengis (QS.26:130), dan mempunyai banyak keturunan, hewan ternak, kebun, dan mata air (QS.26:133–134).

Karena kelebihan itu, mereka merasa tidak ada yang lebih kuat dan perkasa dari mereka. Ketika Nabi Hud AS datang memberi peringatan, mereka malah mengejek Nabi Hud AS dan menantangnya untuk mendatangkan siksaan Allah SWT. Mulanya kaum Ad ditimpa musibah kekeringan (QS.11:52). Ada pendapat yang menyatakan bahwa kekeringan itu berlangsung selama 3 tahun, tetapi musibah itu tidak juga menyadarkan dan menginsyafkan mereka.

Akhirnya, kaum Ad dihancurkan oleh Allah SWT dengan musibah angin topan dahsyat yang bertiup selama 8 hari 7 malam terus-menerus (QS.29:38, QS.46:24, QS.51:41, QS.53:50, QS.54:18–19, dan QS.69:7–8).

Firman Allah SWT menyebutkan bahwa kekuatan dan perawakan tubuh kaum Ad dilebihkan dibanding umat sebelumnya (QS.7:69). Hal ini menyebabkan berbagai penafsiran yang berlebihan dalam menggambarkan perawakan kaum Ad. Ada yang menyebutnya setinggi pohon kurma, setinggi 12 hasta, dan ada pula yang menyebutnya setinggi 400 sampai 500 hasta.

Semua cerita ini dibantah oleh Dr. Muhammad Bayumi Mahran dalam bukunya, Dirasat Tarikhiyyah min Al-Qur’an al-Karim (Kajian Sejarah dalam Al-Qur’an yang Mulia), sebagai cerita yang tidak berdasarkan fakta dan kenyataan, meskipun ukuran tubuh mereka memang besar dibanding perawakan orang lain yang sezaman dengan mereka.

Ungkapan Al-Qur’an bahwa “Iram yang mempunyai pilar-pilar” juga menimbulkan beberapa penafsiran. Ada yang menyebut Iram sebagai ibukota kaum Ad, terletak di Arab Saudi selatan yang memiliki pilar yang tinggi. Ada pula yang menganggap Iram sebagai nama pahlawan Ad dan pilar diibaratkan sebagai tubuh yang tinggi besar.

Dari penafsiran tersebut jelaslah bahwa ada gambaran yang berlebihan dari sebagian penafsir di masa lalu tentang kaum Ad dan kota Iram. Keberadaan kota Iram sebagai bekas kediaman kaum Ad telah diselidiki para ahli. Ada yang berpendapat, letaknya di Yaman antara Aden dan Hadramaut.

Pendapat lain mengatakan bahwa Iram terletak di Damascus karena dihubungkan dengan Aram yang berkuasa di Damascus sejak abad ke-11 SM. Tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada kota yang bernama Iram, itu hanya khayalan pembuat cerita yang diungkapkan sebagian penafsir Al-Qur’an.

Kata al-Ahqaf (QS.46:21) yang berarti “bukit pasir” disebut sebagai daerah kaum Ad di masa Nabi Hud AS. Para peneliti berbeda pendapat tentang letak al-Ahqaf. Ada yang menduga bahwa “bukit pasir” ada di daerah yang luas di Arab Saudi selatan, ada yang menyebutnya di sebelah timur laut Hadra maut di selatan Rubal Khali (Arab Saudi).

Ada juga peneliti yang berpendapat bahwa tempat kediaman kaum Ad bukan di Arab Saudi selatan, tetapi di Arab Saudi utara. Daerah itu diperkirakan berkelok-kelok di daerah yang membentang dari Hisma di Sinai (Mesir) sampai daerah suku Syamr. Pendapat ini didukung oleh adanya kaum Oaditae dalam buku Yunani karangan Ptolemaeus yang menyebutkan bahwa mereka bertempat tinggal di bagian utara Semenanjung Arabia, dekat lokasi sumur Iram di daerah Hisma.

Oaditae diidentifikasi sebagai kaum Ad. Bukti lain, di antara lembah yang terdapat di utara Hijaz, ada lembah yang bernama Iram. Pada awal 1992, dengan menggunakan teknologi ruang angkasa, penggalian arkeologis menemukan adanya tempat yang bernama Iram di Gurun Rubal Khali.

Selanjutnya dalam Al-Qur’an (QS.89:6–9), kaum Ad disebut bersama dengan kaum Samud yang memotong batu besar di lembah. Lembah (Ar.: wadi) ini, menurut satu pendapat, adalah Wadi al-Qura, suatu lembah yang melintasi­ barisan Pegunungan Hisma. Di antara pegunungan ini ada Gunung Iram yang sekarang dinamai Ramm. Gunung ini terletak di sebelah utara Hijaz dan di sekitarnya terdapat banyak air.

Kenyataan lain yang dapat mendukung pendapat bahwa tempat tinggal kaum Ad di bagian utara Semenanjung Arabia adalah adanya anggapan bahwa Nabi Hud AS merupakan nabi yang muncul di daerah Palestina dan utara Hijaz yang diutus ke tengah kaum Ad. Ada pula penulis Arab yang berpendapat, al-Ahqaf, tempat tinggal kaum Ad, adalah Gunung Syam. Nama al-Ahqaf sampai kini masih ada, yakni di dekat Madyan.

Masa keberadaan kaum Ad tidak dapat ditentukan dengan jelas. Kisah kaum Ad hanya terdapat dalam Al-Qur’an dan tidak terdapat dalam Taurat. Al-Qur’an menyebut kaum Ad setelah kaum Luth dan Samud. Kaum Luth semasa dengan Nabi Ibrahim AS yang diperkirakan antara abad ke-18 dan ke-17 SM. Kaum Samud diperkirakan sudah ada sejak abad ke-8 SM, dan kaum Ad sejak tahun 2000 SM.

Namun, kalau benar Iram berkaitan dengan Aram, seperti pendapat sebagian sejarawan, maka kaum Ad itu hidup pada abad ke-23 SM. Pendapat ini diperkuat oleh adanya ayat Al-Qur’an yang menyebut kaum Ad sebagai pelanjut kaum Nabi Nuh AS. Ada juga pendapat bahwa kaum Ad diperkirakan hidup sebelum masa Nabi Musa AS, yaitu abad ke-13 SM.

Daftar Pustaka

Arifin, Bey. Rangkaian Cerita dalam Al-Qur’an. Bandung: al-Ma‘arif, 1986.
Bayumi Mahran, Muhammad. Dirasat at-Tarikhiyyah min Al-Qur’an al-Karim.
Riyadh: Jami‘at al-Imam Muhammad bin Sa‘ud al-Islamiyah, 1980.
Bahreisy, Salim. Sejarah Hidup Nabi-Nabi. Jakarta: Bina Ilmu, 1988.
Ibnu Kasir, al-Hafidz Imaduddin Abu al-Fida’ Isma’il. al-Bidayah wa an-Nihayah. Beirut: Dar al-Fikr, 1978.

M Rusydi Khalid