Abu Sufyan Sakhr bin Harb bin Umayah adalah seorang bangsawan kaya Quraisy dari keturunan Bani Abdul Manaf. Ia memusuhi Nabi Muhammad SAW, kemudian masuk Islam menjelang hari pembebasan Mekah (8 H/630 M). Ia digelari Abu Hanzalah karena putra sulungnya bernama Hanzalah. Putra lainnya, Mu‘awiyah, menjadi khalifah pertama Umayah.
Tanggal dan tempat lahir Abu Sufyan tidak tercatat dalam kitab sejarah awal Islam. Ada yang berpendapat, ia sedikit lebih tua dari Nabi SAW. Menurut pendapat lain, seperti Izzaddin bin al-Asir Abu Hasan Ali bin Muhammad al-Jaziri (1160–1233), penulis buku tentang para sahabat, ia lahir 10 tahun sebelum Tahun Gajah, yaitu tahun penyerbuan pasukan Abrahah ke Mekah.
Abu Sufyan juga dikenal sebagai pedagang besar yang bersama orang Quraisy lainnya memberi modal kepada pedagang yang berniaga ke negeri Syam (Suriah) dan negeri lain di luar Semenanjung Arabia. Bahkan beberapa kali ia sendiri yang memimpin kafilah dagang. Ia bersama Utbah bin Rabi’ah dan Abu Jahal adalah tiga tokoh yang dipandang memiliki gagasan cemerlang di kalangan kaum Quraisy pada zaman Jahiliah.
Ia menentang dan melancarkan permusuhan kepada dakwah islamiah yang disampaikan Nabi SAW. Ia memusuhi Nabi SAW dan menyuruh penyair untuk menggubah syair berisi penghinaan kepada Nabi SAW. Sekalipun demikian, ia pernah secara sembunyi-sembunyi mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari Nabi Muhammad SAW yang sedang salat malam dan mengakui adanya daya tarik serta pesona dari Al-Qur’an.
Pada tahun ke-2 Hijriah, Abu Sufyan membawa kafilah dagang besar menuju Syam (Suriah). Dalam kafilah itu terdapat saham sebagian besar penduduk Mekah yang jumlahnya sekitar 50.000 dinar. Sekembalinya dari Syam, mereka dihadang oleh pasukan Islam. Abu Sufyan segera mengutus seseorang memberitahu para tokoh Quraisy di Mekah dan memohon bala bantuan. Pasukan Quraisy yang berjumlah sekitar seribu orang segera dikerahkan memenuhi permintaan Abu Sufyan.
Sebelum datang bala bantuan itu, Abu Sufyan sendiri dapat menyelamatkan kafilah dagangnya dengan menyusur jalan pantai kembali ke Mekah. Ia meminta agar pasukan besar yang dikirim untuk menolongnya kembali ke Mekah. Tetapi Abu Jahal menolak permintaan itu. Pecahlah peperangan di Badar antara pasukan Islam dan pasukan Quraisy. Dalam Perang Badar ini pasukan Islam beroleh kemenangan dan berhasil menewaskan banyak tentara Quraisy, termasuk Hanzalah, putra sulung Abu Sufyan.
Kekalahan kaum musyrikin Quraisy dalam Perang Badar membuat Abu Sufyan dan para pemuka Quraisy lainnya berniat menuntut balas. Pada tahun ke-3 Hijriah, Abu Sufyan mengumpulkan sekitar tiga ribu orang bersenjata yang terdiri dari orang Quraisy, Arab Tihamah, Kinanah, Bani Haris, Bani Haun, dan Bani Mustaliq, untuk menghancurkan pengikut Nabi SAW. Peperangan yang terjadi antara pasukan pimpinan Abu Sufyan dan pasukan Islam disebut Perang Uhud.
Pasukan Islam menderita kekalahan dan Nabi SAW sendiri terluka. Seusai peperangan, dengan disaksikan Abu Sufyan, Hindun binti Utbah (istrinya) membelah dada jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib, mengeluarkan jantungnya, lalu mengunyahnya karena dendam. Setahun setelah Perang Uhud, Abu Sufyan kembali menantang pasukan Islam untuk berperang di Badar. Tetapi peperangan itu diurungkan oleh Abu Sufyan karena pada waktu itu sedang berlangsung musim kering.
Pada tahun 5 H/627 M, Abu Sufyan memimpin pasukan besar yang terdiri dari pasukan Quraisy, kabilah Arab sekitar Mekah dan Madinah, dan golongan Yahudi untuk menyerbu kota Madinah. Perang yang terjadi disebut Perang Ahzab (kelompok), dan juga disebut Perang Khandaq (parit) karena umat Islam menggali parit di sekeliling kota Madinah yang tidak berbukit untuk menghalangi penyerbuan pasukan Ahzab. Pasukan koalisi yang dipimpin Abu Sufyan ini mengalami kegagalan, lalu kembali ke Mekah.
Pada tahun 6 H/628 M diadakan perjanjian damai antara kaum muslimin dan kaum musyrikin yang dikenal dengan nama “Perjanjian Hudaibiyah”. Pada tahun 8 H/630 M Per-janjian Hudaibiyah dilanggar oleh kaum Quraisy dan Abu Sufyan mendatangi Nabi SAW untuk memperpanjang perjanjian damai.
Tetapi Nabi SAW menolak, bahkan menyiapkan pasukan berjumlah sekitar sepuluh ribu orang untuk membebaskan kota Mekah. Abu Sufyan akhirnya masuk Islam pada malam menjelang hari pembebasan kota Mekah. Abu Sufyan memohon kepada Nabi SAW agar orang Quraisy tidak dibunuh oleh pasukan Islam yang memasuki kota Mekah.
Nabi SAW memenuhi permintaannya dengan menyuruhnya mengumumkan kepada penduduk Mekah untuk tidak mengangkat senjata. Jaminan keamanan akan diberikan kepada orang yang berlindung di rumah Abu Sufyan, dan penduduk yang menutup pintu rumahnya sendiri serta mereka yang meletakkan senjata.
Setelah pembebasan kota Mekah, Abu Sufyan beralih menjadi sahabat Nabi SAW dan pejuang Islam. Ia turut serta bersama Nabi SAW dalam Perang Hunain untuk menaklukkan Bani Hawazin dan Saqif. Seusai peperangan, ia dan dua orang putranya, Yazid dan Mu‘awiyah, oleh Nabi SAW diberi bagian dari rampasan perang, masing-masing 100 ekor unta. Ia juga ikut berperang untuk merebut kota Ta’if. Ia bersama Mugirah bin Syu‘bah diperintahkan Nabi SAW menghancurkan patung berhala “Lata” yang dipuja Bani Saqif. Disebutkan, dalam penyerbuan Ta’if ini sebelah matanya cedera.
Di zaman Khalifah Abu Bakar RA, ia bersama istrinya, Hindun, dan putranya, Mu‘awiyah, ikut dalam Perang Yarmuk. Ia meninggal di Madinah (ada juga yang menyebut di Syam) pada tahun 31 H/651–652 M dalam usia 88 tahun. Ada versi lain yang menyebut tahun meninggalnya antara tahun 32 H/652 M dan 34 H/655 M.
Daftar Pustaka
al-Balazuri. Kitab Futuh al-Buldan. Cairo: an-Nahdah al-Misriyah, t.t.
Haekal, Muhammad Husain. Hayah Muhammad. Cairo: Dar al-Ma‘arif, 1971.
Ibnu al-Asir. al-Kamil fi at-Tarikh. Beirut: Dar Sadir, 1965.
–––––––. Usd al-Gabah fi Ma‘rifah al-Sahabah. Cairo: asy-Sya‘b, t.t.
M Rusydi Khalid