Pemimpin gerakan agama dan politik di Khurasan (Iran) yang paling berjasa kepada Bani Abbas dalam usaha menumbangkan Dinasti Umayah adalah Abu Muslim al-Khurasani . Ada dua versi mengenai namanya: Ibrahim bin Usman (Abu Ishaq) dan Abdurrahman bin Muslim (Abu Muslim). Nama al-Khurasani dinisbahkan kepada daerah Khurasan.
Ketika berumur 7 tahun, ia dibawa ke Kufah dan tinggal sebagai pelayan dalam versi lain sebagai budak Isa bin Ma’qal al-Ajli dan Idris bin Ma’qal al-Ajli. Mereka adalah pendukung gerakan bawah tanah yang ingin merebut kekuasaan dari Bani Umayah. Kedua majikannya ini ditangkap Gubernur Yusuf bin Umar dari Bani Umayah.
Abu Muslim kemudian diajak Sulaiman bin Kasir, seorang perantara gerakan Abbasiyah, untuk bergabung. Ia menerima ajakan itu dan menemui Ibrahim bin Muhammad bin Ali al-Abbasi, yang dikenal dengan nama Ibrahim al-Imam, pimpinan tertinggi gerakan Abbasiyah.
Pada 128 H (745–746 M) Abu Muslim al-Khurasani ditugaskan Ibrahim al-Imam sebagai dai gerakan Abbasiyah di Khurasan. Menurut Ibnu Asir (sejarawan muslim terkenal, 1160–1233 M), Abu Muslim berusia 19 tahun ketika menerima tugas itu. Dalam usia semuda itu ia menampakkan kepemimpinan dan keberanian yang luar biasa. Ia mencapai sukses besar di Khurasan.
Ia berhasil menarik simpati sebagian besar penduduk-pernah dalam sehari ia mengumpulkan penduduk dari 60 desa di dekat Marv. Banyak tuan tanah Persia (dihkan) yang tertarik menjadi pengikutnya. Di daerah ini ia berkampanye untuk mengobarkan sentimen massa golongan Alawiyin (keturunan Ali bin Abi Thalib), golongan Syiah, dan orang Persia terhadap Bani Umayah yang menindas mereka.
Abu Muslim mengajak mereka bekerjasama dengan gerakan Abbasiyah untuk mengembalikan kekhalifahan kepada keturunan Bani Hasyim, baik dari keturunan Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi SAW, maupun dari keturunan Ali bin Abi Thalib. Gerakan Abbasiyah mendapat dukungan dari golongan Alawiyin dan Syiah karena dalam kampanyenya memakai semboyan li ar-rida min ali Muhammad (demi keridaan keluarga Nabi Muhammad).
Gerakan Abbasiyah pada mulanya berkampanye secara diam-diam melalui para dai yang dikirim ke berbagai penjuru daerah kekuasaan Bani Umayah dengan menyamar sebagai pedagang atau jemaah haji. Hal ini dilakukan karena mereka belum berani melawan Bani Umayah secara terang-terangan. Perlawanan senjata baru dimulai setelah Abu Muslim al-Khurasani bergabung ke dalam gerakan itu.
Pada 129 H/747 M Ibrahim al-Imam mendorong Abu Muslim untuk merebut Khurasan dan membinasakan orang Arab yang mendukung Bani Umayah. Rencana ini tercium oleh penguasa Bani Umayah, Marwan bin Muhammad, sehingga Ibrahim al-Imam ditangkap dan kemudian dihukum mati. Kepemimpinan lalu beralih ke tangan saudaranya, Abdullah bin Muhammad, yang dikenal dengan nama Abu Abbas as-Saffah (Ar.: as-Saffah = si penumpah darah).
Pemimpin baru ini tetap memberi kepercayaan besar kepada Abu Muslim untuk memimpin perlawanan di daerah Khurasan, sedangkan Abu Abbas dan tokoh gerakan Abbasiyah lainnya dari keturunan  Bani Hasyim, seperti Abu Ja‘far al-Mansur, Isa bin Musa bin Muhammad, dan Abdullah bin Ali, menggerakkan pemberontakan di Kufah (Irak), Damascus (Suriah), Palestina, Yordania, dan daerah bagian barat wilayah kekuasaan Bani Umayah.
Abu Muslim menghimpun seluruh kelompok yang menentang kekuasaan Bani Umayah di Khurasan. Dengan kepandaiannya ia memanfaatkan pertentangan antara sesama orang Arab, yaitu orang Yaman dan orang Mudar, di Khurasan yang sudah berlangsung sejak zaman Hisyam bin Abdul Malik (724–743), putra Abdul Malik bin Marwan.
Pada masa itu orang Yaman mendapat kedudukan baik dalam pemerintahan di Khurasan karena gubernur Khurasan, As‘ad bin Abdullah al-Qasri, berasal dari Yaman. Orang Mudar disisihkan dari pemerintahan. Hal ini memicu timbulnya sikap antipati mereka terhadap orang Yaman. Sebaliknya, ketika gubernur Khurasan dijabat orang Mudar, maka orang Yaman disingkirkan.
Ketika mulai bergerak di Khurasan, Abu Muslim mendekati pemimpin orang Yaman, al-Kirmani, untuk bahumembahu menjatuhkan gubernur Khurasan, Nasr bin Sayyar, seorang keturunan Mudar. Dengan taktik adu domba, Gubernur Nasr bin Sayyar dapat dikalahkan. Setelah itu Abu Muslim dengan bantuan orang Yaman dapat merebut kota Marv dan Nisabur serta mengalahkan kekuasaan Bani Umayah di Khurasan.
Sementara itu Abu Abbas merebut pusat kekuasaan Bani Umayah di Damascus sehingga khalifah terakhir Bani Umayah, Marwan bin Muhammad, melarikan diri ke Mesir. Namun akhirnya ia dapat ditangkap paÂsukan Abbasiyah yang mengejarnya.
Abu Abbas as-Saffah kemudian dibaiat menjadi khalifah Bani Abbas pada 750. Abu Muslim diangkat Abu Abbas menjadi gubernur di Khurasan. Selama menjadi gubernur ia menaruh perhatian besar pada penataan pemerintahan propinsinya dan keamanan daerah perbatasan. Ia mendirikan masjid di Marv dan Nisabur, gedung besar di Marv serta Samarkhand, dan tembok besar yang mengelilingi kota Samarkhand dan sekitarnya.
Ia menugaskan dua orang perwiranya, Siba bin Nu’man al-Azdi dan Ziyad bin Salih al-Khuzai, untuk memerangi musuh di daerah Transoksania (Asia Tengah). Pada bulan Zulhijah 133 (Juli 751) pasukan Cina berhasil dikalahkan di Talas. Atas perintah Abu Abbas, Abu Muslim membunuh Abu Salmah al-Khallal, dai gerakan Abbasiyah di Kufah yang ditunjuk Ibrahim al-Imam, karena ia berencana mengalihkan kekhalifahan ke tangan golongan Alawiyin.
Pada masa pemerintahan Abu Ja‘far al-Mansur terjadi pemberontakan yang didalangi paman Abu Muslim, yakni Abdullah bin Ali, yang ingin menjadi khalifah sepeninggal Abu Abbas. Abu Muslim ditugaskan memerangi pemberon takan ini. Pasukan Abdullah bin Ali dapat dikalahkan, tetapi Abdullah dapat meloloskan diri. Ia menyerahkan diri ketika Khalifah berjanji menjamin keselamatannya. Ternyata ia ditahan dan kemudian dibunuh setelah ditahan selama 9 tahun.
Khalifah Abu Ja‘far al-Mansur menyadari bahwa Abu Muslim juga menjadi ancaman bagi kedudukannya karena kekuasaannya yang besar di Khurasan. Al-Mansur bermaksud memindahkan Abu Muslim dari Khurasan untuk menjadi gubernur Syam (Suriah) dan Mesir. Abu Muslim menolak karena menganggap Khurasan miliknya. Khalifah al-Mansur memanggil Abu Muslim secara baik-baik untuk menghadap, kemudian membunuhnya. Setelah peristiwa ini, pengikut Abu Muslim dari sekte Khurramiyah mengadakan pemberontakan, namun dapat dihancurkan pasukan Abbasiyah. Sekte itu percaya bahwa Abu Muslim tidak mati dan kelak akan kembali menyebarkan keadilan di muka bumi.
Daftar Pustaka
Bek, Muhammad Khudari. Muhadarah Tarikh al-Umam al-Islamiyyah. Cairo: al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra, 1970.
Daniel, E.L. The Political and Social History of Khurasan under Abbasid Rule. Minneapolis, 1979.
Hasan, Hasan Ibrahim. Tarikh al-Islam: as-Siyasi wa ad-Dini wa as-Saqafi wa al-Ijtima’i. Cairo: an-Nahdah al-Misriyah, 1976.
Syalabi, Ahmad. Mausu‘ah at-Tarikh al-Islami wa al-Hadarah al-Islamiyyah. Cairo: an-Nahdah al-Misriyah, 1977.
M. Rusydi Khalid