Abdul Malik Bin Marwan

(685–705) adalah Abdul Malik bin Marwan (Madinah, 26 H/ 646-647 M - Damascus, 86 H/705 M)

Khalifah ke-5 Dinasti Umayah. Nama lengkapnya Abdul Malik bin Marwan bin Hakam bin Abu As bin Umayah. Ia dianggap sebagai pendiri ke-2 Umayah setelah Mu‘awiyah. Ia juga dikenal­ sebagai Abu al-Muluk (Bapak­ Para Raja) karena empat putranya menjadi raja (khalifah): al-Walid I, Sulaiman, Yazid II, dan Hisyam.

Abdul Malik lahir dari seorang ibu bernama Aisyah binti Hakam bin Mugirah. Ia baru berusia 6 tahun ketika terjadi tragedi pembunuhan terhadap Khalifah Usman bin Affan. Pada usia 16 tahun, ia sudah ditunjuk Mu‘awiyah memimpin sebuah kompi dalam pasukan yang akan dikirim­ untuk menghadapi tentara Bizantium. Ia tinggal di Madinah sampai muncul pemberontakan terhadap Khalifah Yazid bin Mu‘a­ wiyah (khalifah ke-2) pada 62 H/682 M–63 H/683 M.

Setelah ayahnya, Marwan bin Hakam, terbu­nuh pada Ramadan 65/April 685, Abdul Malik dihadapkan­ kepada berbagai persoalan yang sang­a­t­ pelik. Pertentangan antara Bani Qays dari suku Arab utara dan Bani Kalb dari suku Arab selatan (Yaman) mempengaruhi pertentangan intern di kalangan Bani Umayah.

Di Mekah, Abdullah bin Zubair sudah lama menyatakan diri sebagai khalifah dan mempunyai­ pengaruh di beberapa­ bagian­ wilayah, misalnya Irak dan sebagi­an­ Suriah, di samping di Hijaz sendiri. Akan tetapi, gerakan Abdullah bin Zubair ini dapat dipatahkan­ Panglima Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi pada 72 H/691 M. Hajjaj sendiri kemudian ditunjuk sebagai­ gubernur Mekah.

Pada 73 H/692 M di Yamamah berke­ca­muk­ pemberon­takan aliran Khawarij Najdiyah. Pada 75 H/694 M juga timbul pemberontakan Khawarij Azariqah. Tetapi kedua pemberontakan ini dapat dipatahkan di bawah Panglima Hajjaj bin Yusuf.

Sebelumnya, di Kufah terjadi sebuah pemberontakan­ yang dilancarkan oleh Mukhtar bin Abi Ubaid, yang meng­hasut penduduk Kufah dan sekitarnya untuk memberontak melawan pemerintahan Dinasti Umayah dengan mengung­kit-ungkit soal pembunuhan atas Husein bin Ali bin Abi Thalib.

Mukhtar juga musuh Abdullah bin Zubair, karena Kufah merupakan basis pendukung Ibnu Zubair. Pada 66 H/685 M, pasukan Ibnu Zubair di bawah pimpinan gubernurnya, Abdullah bin Muti’, dihancurkan Mukhtar, tetapi gerakan Mukhtar ini kemudian dihancurkan oleh Mus‘ab bin Zubair­ dari pihak Abdullah bin Zubair.

Abdul Malik bin Marwan sendiri bermaksud mematah­kan pemberontakan Mukhtar itu. Ia lalu berangkat dari Damascus, tetapi sebelum sampai di Kufah, ia menerima laporan bahwa Amr bin Sa‘id bin As ingin menjadi khalifah. Ia terpaksa kembali ke Damascus menghukum Amr bin Sa‘id.

Pada waktu yang bersamaan, timbul ancam­an serangan dari pasukan Bizantium yang sudah masuk ke perbatasan wilayah Daulah Islamiah dekat al-Masisah (dekat Anatolia). Tetapi semua pemberontakan itu dapat dipadamkan. Salah­ satu tulang punggung dalam menumpas pemberontakan itu ialah Panglima Hajjaj bin Yusuf.

Di samping mampu menumpas segala pemberontakan­ pada masa pemerintahannya, Abdul Malik juga cakap dalam mengatur administrasi pe­merintahan, bahkan ahli dalam bidang agama. Langkahnya mencakup antara lain:

(1) mengguna­kan bahasa Arab dalam urusan keuangan dan administrasi­ pemerintahan terutama di daerah yang sebelumnya­ belum menggunakan bahasa­ Arab, misalnya­ di Persia yang sebelumnya berbahasa Persia, di Suriah yang sebelumnya berbahasa Yunani, dan di Mesir yang sebelumnya berbahasa Koptik;

(2) me­nyeragamkan sistem perpajakan di seluruh wilayah kekuasaannya;

(3) mengganti­ mata uang yang berlaku di seluruh wi­layah kekuasaannya,­ yaitu uang denarius yang bergambar kaisar Romawi, dengan dinar Islam bertuliskan angka Arab dan teks Al-Qur’an;

(4) menggandakan dan menyempurnakan Al-Qur’an Mushaf Usmani, dengan memakai sistem baris (dhammah, fathah, kasrah) dan titik pada huruf­ tertentu sehingga bisa membedakan ta denga­n­ sa, dan dal dengan dzal;

(5) membangun kubah Sakhrah di Masjidilaksa di Yerusalem dan membangu­n­ kembali Ka’bah setelah hancur dalam se­rangan pasukan Hajjaj bin Yusuf untuk menumpas Abdullah­ bin Zubair; dan

(6) meningkatkan usaha pertanian,­ misalnya dengan membuat kanal drai­nase untuk mengeringkan rawa di areal antara Sungai­ Eufrat dan Tigris.

Abdul Malik bin Marwan dikenal juga sebagai ahli fikih, setaraf dengan Sa‘id bin Musayyab, Urwah bin Zubair, dan Qubaisyah bin Zuaib. Mereka­ ini semua adalah ahli fikih dari kalangan ulama­ Madinah. Asy-Sya‘bi, salah seorang ulama Madinah, berkata, “Setiap aku berdebat dengan sese­orang, aku tidak pernah terkalahkan, kecuali dengan­ Abdul Malik bin Marwan; setiap kali aku berdebat dengannya tentang hadis atau syair, ia menambah pengetahuanku.”

Karena begitu tinggi­nya­ kepribadian yang dimiliki Abdul Malik, Ibnu Umar pernah berkata, “Orang-orang lain dilahir­ kan sebagai kanak-kanak, tetapi Abdul Malik dilahirkan­ sebagai bapak.”

Daftar Pustaka

Bek, Muhammad Khudari. Muhadarat Tarikh al-Umam al-Islamiyyah. Cairo: al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubro, 1969.
Hasan, Hasan Ibrahim. Tarikh al-Islam: as-Siyasiy wa ad-Dini wa al-saqafiy wa al-Ijtima‘iy. Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1979.
Ibnu al-Asir. al-Kamil fi at-Tarikh. Beirut: Dar as-Sadir li at-Tiba‘ah wa an-Nasyr, 1385 H/1965 M.
Shaban, M. A. Sejarah Islam 600–750, terj. Machmun Husein. Jakarta: Rajawali Press, 1993.
as-Suyuti, Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar. Tarikh al-Khulafa’. Beirut: Dar al-Fikr, t.t. Syalabi, Ahmad. Sedjarah dan Kebudajaan Islam, terj. Muchtar Yahya dan Sanusi Hanif. Jakarta: Jaya Murni, 1971.
at-Tabari, Abi Ja‘far Muhammad bin Jarir. Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Beirut: Dar al-Fikr, 1987.
Atjeng Achmad Kusaeri