Abdul Aziz Bin Sa‘ud

Abdul Aziz bin Sa‘ud (Riyadh,­ November­ 1880 – Ta’if, 9 November 1953) adalah raja Kerajaan Arab Saudi (al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Sa‘udiyyah) dari keturunan keluarga Sa‘ud. Pada 1932 ia mendirikan Kerajaan Arab Saudi dan berhasil membangun kerajaan modern melalui eksplorasi minyak. Nama lengkapnya adalah Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Faisal bin Turki Abdullah bin Muhammad as-Sa‘ud.

Abdul Aziz bin Sa‘ud adalah putra sulung Abdurrahman, pewaris kekuasaan keturunan Sa‘ud dengan Siti Sarah binti Sudairi yang berasal dari wilayah Wadi Dawazir, di selatan Nejd. Buyut Abdul Aziz adalah paman Sa‘ud besar, yaitu Sa‘ud yang bersama-sama dengan sahabatnya, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, meletakkan dasar kebesaran kaumnya dan berhasil melakukan pembaruan yang diperjuangkan kaum Wahabi.

Ayahnya, Abdurrahman, bersama seluruh keluarganya meninggalkan istana Riyadh setelah dikalahkan keturunan Ibnu Rasyid pada 1892, ketika Abdul Aziz baru berumur sekitar 12 tahun. Dalam pelariannya itu mereka mendapat perlindungan dari kaum Bani Murra, suatu suku Badui yang amat sederhana alam pikirannya, miskin, dan kasar tabiatnya.

Di lingkungan mereka, Abdul Aziz mengenal liku-liku dan kesukaran hidup orang Badui yang sebenarnya, dan berkesempatan mendapat pendidikan militer gaya Badui dalam peperangan yang terjadi dengan suku-suku lain, serta mempelajari syair-syair mereka. Keluarga Abdurrahman kemudian mendapat undangan dari Sultan Muhammad as-Sabah dari Kuwait untuk tinggal sebagai tamunya.

Dari tempat pengasingannya di Kuwait inilah Abdul Aziz mulai membangun kekuatan dan kariernya untuk merebut kembali kota nenek moyangnya, yang juga kota pusat Kerajaan Wahabi, Riyadh.

Pada akhir musim panas tahun 1900, ia bersama kira-kira tiga puluh orang anak buahnya, dengan membawa perlengkapan secukupnya untuk penyerangan, berangkat menuju Riyadh. Setelah mendekati benteng kota, ia menyuruh anak buahnya menebang sebatang pohon kurma yang tinggi yang akan dipakainya sebagai tangga untuk memanjat dinding kota.

Ia berhasil merebut kembali kota Ri­yadh pada Januari 1901 dan mengusir penguasa Rasyid yang merupakan musuh keluarga Sa‘ud. Kemenangan itu merupakan awal babak baru bagi sejarah dinasti keluarga Sa‘ud dan Arabia.

Tugas Abdul Aziz selanjutnya adalah mematahkan perlawanan Ibnu Rasyid. Pada tahun 1903 ia berhasil menguasai Qasim setelah sebelumnya merampas Aneizah dan Bureidah yang dipertahankan oleh Rasyid.

Pada musim panas tahun 1904 pasukannya terlibat pertempuran dengan pasukan gabungan Ibnu Rasyid dengan Turki yang menggunakan senjata modern. Sultan Abdul Hamid di Turki memandang Abdul Aziz yang semakin bertambah kuat pengaruhnya akan dapat mengancam kepentingan Turki di tanah Arab. Pasukan gabungan itu berhasil dipatahkan oleh Abdul Aziz dan hanya beberapa orang saja di antara mereka yang dapat kembali ke pangkalannya di Basrah.

Turki kemudian mengakuinya sebagai Yang Dipertuan di Nejd, termasuk juga wilayah pusakanya, dan daerah Qasim, dengan imbalan Turki diperbolehkan menempatkan pasukannya di Aneizah dan Bureidah. Tidak lama kemudian Abdul Aziz berhasil membunuh Ibnu Rasyid di dekat kampung Mubranna dalam suatu serangan yang sangat cepat­ pada 1921.

Abdul Aziz kemudian membangun kembali kerajaan dan Dinasti Wahabi, yang berdiri di atas dasar ajaran Wahabi dengan dukungan tentara dan ulama Wahabi yang memandang dirinya sebagai imam yang harus ditaati. Dalam kerajaan yang baru bangkit ini Abdul Aziz bersama golongan Wahabi membentuk suatu kekuatan yang bersatu dan tak terkalahkan.

Ia berpandangan bahwa kehidupan Badui pengembara (nomadik) akan membuat negara dalam kekacauan, tidak ada ketenteraman, dan selalu diliputi kemiskinan. Oleh karena itu, ia mencoba memaksa kabilah Badui pengembara itu tinggal menetap di tanah yang subur, dekat perigi yang banyak airnya, dan hidup sebagai petani.

Ia melaksanakan usahanya itu melalui agama, dengan cara mendirikan perkampungan ikhwan (persaudaraan seagama) yang dibina oleh para mutawwa-nya (mubalig). Akan tetapi, usahanya ini tampak kurang berhasil sebab perkampungan-perkampungan itu kemudian ditinggalkan para peng­huninya, seperti Artawiyah yang didirikan Badui Harbi di bawah pimpinan Sa‘d bin Mutib.

Abdul Aziz berhasil menyingkirkan Syarif Husain di Mekah yang atas dorongan dari Inggris telah mengumumkan dirinya sebagai “Raja Arab” pada 1916. Abdul Aziz menduduki Mekah pada 1924 serta Madinah­ dan Jiddah pada 1925.

Pada 1932 secara resmi Abdul Aziz mendirikan Kerajaan Arab Saudi dan ia sendiri menjadi rajanya. Ia mengumumkan perampasan dan serangan yang bersifat kesukuan sebagai pelanggaran, mengatur biaya bagi transportasi haji, menetapkan standar yang tinggi bagi keamanan dan keselamatan umum, dan memperkenalkan radio, telegraf, telepon, dan sepeda motor pada beberapa lokasi tertentu.

Perusahaan minyak Arab-Amerika (ARAMCO) yang dibentuk pada 1944 menjadi sumber terbesar bagi pendapatan pemerintah dan rakyatnya serta sumbangan bagi modernisasi Arabia sampai saat ini.

Abdul Aziz bin Sa‘ud yang juga sering disebut dengan Ibnu Sa‘ud wafat pada 9 November 1953. Kedu­dukannya diwarisi keturunannya secara turun-temurun.

Daftar Pustaka

Almana, Mohammed. Arabia Unified: A Portrait of Ibn Sa‘ud. London: t.p. 1980.
Hitti, Philip K. History of the Arabs. London: Macmillan, 1974.
Howarth, David. The Desert King: A Life of Ibn Sa‘ud. London: t.p., 1964.
van der Meule, D. Ibnu Sa‘ud Raja Badui Yang Terakhir, terj. Zuber Usman dan K. St. Pamoentjak. Jakarta: Djambatan, 1954.
Zuhad